2 Teka-teki dan Imbalan Bagian 2

Keesokan harinya, lust berjalan ditengah kota untuk menemui Ny. Arsy, seorang wanita paruh baya yang menjual peralatan sihir, hubungan mereka sebenarnya tidak cukup baik, Lust beranggapan bahwa Ny. Arsy menyukai ayahnya dan hal itu sangat mengganggu Ny. Arsy, petemuan mereka selalu berakhir dengan Lust menggoda Ny. Arsy dan mendapatkan berbagai pukulan telak dari wanita itu.

"Aku harus membeli sesuatu untuk Ny. Arsy" Lust pergi ke pasar dikota mencari sesuatu yang layak untuk diberikan pada Ny. Arsy sebagai barang suap "Apa Bara baik-baik saja? Sepertinya aku mengikatnya terlalu kencang"

Malam sebalumnya Lust yang sedang dihukum oleh ayahnya, meminta Bara untuk menggantikan Lust, walaupun mereka berdebat hebat dan berakhir dengan kekalahan Bara, Bara tidak mungkin berani melawan tuannya dan berakhir diikat di ranjang Lust. Waktu yang Lust punya untuk mencari Reingard hanya tersisa 3 hari, setelah itu ayahnya akan kembali kerumah bersama pengawal kerajaan yang menjemputnya untuk masuk ke Academy Kesatria, bagi Lust menyelesaikan teka-teki ini adalah sebuah pertaruhan, bahkan sekalipun ia berhasil menguasai sihir pemanggilan tidak ada kemungkinan bahwa ia akan menemukan Reingard.

"Selamat siang..." Sapa Lust saat membuka pintu toko.

"Siang silahkan masuk tuan, ada yang bisa saya bantu? Silahkan cari yang anda butuhkan saya akan melayani" Ny. Arsy yang tidak menyadari kedatangan Lust menyambut hangat pelanggannya, ia sibuk merapihkan beberapa alat sihir dibalik meja kasir.

"Apa aku bisa menemukan benda sihir yang kuat disini?" Lust memberatkan nada suara.

"Tentu tuan, kalau boleh saya tahu, apa yang anda cari?"

Lust menutup mulutnya menahan tawa, kemudian melanjutkan peran, saat Ny. Arsy belum melihat wajahnya dan masih berada dibalik Meja. "Sesuatu yang sangat langka. Aku tidak yakin toko kecil dan kotor ini memilikinya"

"Maaf tuan bisa kau sebutkan benda apa itu?" Ny. Arsy berdiri dari balik meja, ia menunduk, membersihkan pakaiannya yang berdebu.

"Aku mencari pasangan hidup" Lust berbisik di telinga Ny. Arsy yang masih menunduk.

"Maaf?" Ny. Arsy bingung dengan ucapan pelanggannya, ia menoleh kearah Lust dan memukul kepalanya "Bodoh!"

"Awwww....."

"Kemari, kemari kau bocah nakal" dengan tatapan kejam Ny. Arsy mencoba meraih Lust dari balik meja, lust segara menghindar sambil menjulurkan lidahnya.

Setelah meraka berdua berkelahi, dan kejar-kerjaran akhirnya lust menyarah, ia mengangkat tangannya sambil menarik nafas dalam-dalam. Ny. Arsy yang belum puas menarik telinga Lust kencang sampai Lust berteriak meminta ampun.

"Maaf-maaf,, aku tidak akan mengulanginya lagi.. ini aku bawakan sesuatu" Lust duduk disopa mengatur nafasnya, kemudian menyerahkan sebuah pelastik berisi kue.

"Waahhhh Muffin" dengan capat Ny. Arsy pergi kebelakang mengambil piring dan minuman, ia menikmati makannya setiap gigitan. "jadi ada perlu apa kau menemuiku?"

"Pelan-pelan, aku tidak akan mengambil makanan mu" Lust tahu betul kelemahan Ny. Arsy adalah makanan manis. "aku hanya ingin melihat mu, kau tahu aku calon anak yang baik bukan" ucapnya menggoda.

Ny. Arsy mengacungkan garpu yang ia pegang sambil berusaha mengunyah beberapa makanan di mulutnya. "Tidak mungkin kau kemari hanya ingin memberikan ini, cepat katakan apa yang kau butuhkan."

"Baiklah-baiklah, aku butuh bantuan".

Lust mendadak serius menceritakan semua yang ia alami, dan apa yang sudah ia lakukan selama ini untuk mecari ibunya, Ny. Arsy tetap fokus pada makannya, walupun Lust tahu wanita itu adalah pendengar yang baik.

"Jadi kau ingin mempelajari sihir pemanggil?" Tanya Ny. Arsy "Tunjukan pada ku mantra yang kau sebut tadi"

"Ya!" Lust menyerahkan salinan, dari mantra yang terukir di mejanya.

Tatapan Ny. Arsy berubah seketika saat melihat tulisan itu "Berapa hari yang kau punya sebelum ayahmu datang?"

"Tiga hari"

"Lupakan!" Ny. Arsy meletakan garpunya, ia meninggalkan Lust.

"Aku tidak bisa berhenti disini!" ucap lust mengejar Ny. Arsy.

"Kau bisa, kau hanya perlu melupakan ambisimu"

"Dan terjebak dirumah itu?" Ny. Arsy menghentikan langkahnya ia menatap Lust dengan lembut.

"Dengarkan aku pangeran kecil, masa depanmu begitu cerah, kau bisa menjadi apapun yang kau inginkan tanpa terikat oleh kenangan masa lalu ibumu"

Lust menepis lengan Ny. Arsy di bahunya, ia berjalan meninggalkan wanita itu "Jika kau tidak ingin membantuku, lupakan saja. Aku akan mencari cara lain" langkahnya tertahan di depan pintu yang mendadak tertutup karena sihir Ny. Arsy.

"Kemari, duduk!" ucap Ny. Arsy "Aku belum selesai bicara!"

Lust mendengarakan, ia kembali duduk dan mencoba menerima penjelasan Ny. Arsy "Apa?"

"Kau serius akan pergi ke Reingard?"

"Ya"

Ny. Arsy menghela nafas "Disana bukan tempat bermain" menatap lembut "semua orang yang pergi ke Reingard adalah, orang-orang yang gila, mereka mencari, kekuatan, kekuasaan, harta nasional, dan sihir terlarang. Apa kau yakin bisa bertahan dari orang-orang itu?"

"Apa aku lemah?"

"Kau kuat, sangat kuat untuk anak seusia mu, hanya saja.. seseorang yang kukenal dahulu berhasil masuk Reingard dan.."

"Dia lulus?.. apa yang terjadi?" ucap Lust antusias.

"Dia mati.. " Ny. Arsy meneteskan air mata, ia tahu kenangan itu bukan sesuatu yang layak untuk di ingat "Mati dengan sebuah surat, aku mendapatkan kabar dari penghuni reingard melalui sebuah surat, sampai sekarang aku tidak pernah melihat jasadnya.... dan kenangan tentang dia perlahan menghilang, bahkan aku sudah melupakan wajahnya." Kesedihannya semakin memuncak.

Lust menghampiri Ny. Arsy dan memeluk wanita itu, "Aku tidak akan mati semudah itu.. aku berjanji"

Ny. Arsy berdiri dan menghapus air matanya, ia memegang wajah Lust penuh kasih sayang. "Aku mengenalmu sejak kau masih bayi, jadi aku mohon dengarkan permintaan ku, akan ku bantu kau mencari ibu mu, tapi lupakan soal Reingard.. ya?"

"Tidak, keputusanku sudah bulat, aku akan pergi ke Reingard bagaimanapun caranya" Lust memalingkan badannya dr Ny. Arsy "Akan ku lakukan apapun, jika aku harus menjadi kuat, akan ku lakukan, jika harus berkuasa akan kulakukan, bahkan jika aku harus membunuh musuh-musuhku..."

"Eagust!" Bentak Ny. Arsy "Lupakan soal, Reingard, lupakan soal ibumu!"

"Tidak....! apa kau tidak dengar yang ku bilang tadi wanita tua? Aku akan pergi ke reingard bagaimana pun caranya.

"Termasuk membunuh Bara?"

Tatapan Lust berubah, tubuhnya membatu saat mendengar kalimat itu. kemudian ia meyakinkan dirinya bahwa ucapan Ny. Arsy hanya sebuah lelucon "Hahahah kau bercanda"

"Koin itu memang undangan menuju reingard, tapi tulisan yang kau tunjukan padaku bukan rapalan mantra! itu sebuah tulisan dengan aksara kuno"

"hah? Kau gila" lust pergi meninggalkan Ny. Arsy

"Kau telah memecahkan teka-tekinya, membuka pintu Reingard membutuhkan pengorbanan, tunjukan pegorbanannya, darah sesorang yang sering menghabiskan waktu denganmu."

Lust mengabaikan Ny. Arsy, ia pergi meninggalkan toko.

***

Lust kembali tengah malam ke kamarnya, setelah menenangkan pikirannya, saat ia masuk Bara yang sedang duduk membaca buku merasa heran tuannya datang dengan tenang.

"Ada apa tuan? Apa tidak sesuai rencana?"

"Aku lelah, kau bisa kembali ke tempatmu.." ucap lust yang langsung berbaring di ranjangnya "oh ya.. Terimakasih".

Bara meninggalkan kamar itu, ia masih bingung dengan sikap tuannya yang begitu tenang. Bara berpikir kesalahan apa yang sudah ia buat pada tuannya, kemudian ia tidak menemukan jawaban apapun.

Keesokan harinya Bara mendapatkan pesan dari Tuan Eagust untuk melatih kemampuan berpedang Lust, dan membebaskan hukumannya, Tuan Eagust berpesan untuk mempersiapkan Lust masuk Academy Kesatria.

"Tuan... saya mendapatkan pesan dari tuan Eagust" Ujar Bara dari balik pintu kamar Lust.

Lust membuka pintu kamarnya, kemudian kembali menjatuhkan badanya di ranjang, wajahnya masih sama seperti kemarin, ia masih tampak murung dan tidak bersemangat.

"Tuan.. tuan Eagust berpesan, bahwa hukuman anda sudah berakhir.."

"Lalu?"

"Lalu saya diminta, untuk mempersiapkan kebutuhan tuan muda di Academy Kesatria." Ucap Bara tenang, ia tahu tuannya sedang dalam kondisi yang buruk "Bisa kah kita berlatih pedang?".

Lust tidak memberikan jawaban apapun, ia bangkit dari tempat tidurnya, mengganti pakaian kemudian berjalan keluar sambil membawa pedang yang terpajang di dinding. "Ayo"

Siang itu mereka berlatih pedang dengan sengit, tidak seperti biasanya kali ini Lust meminta Bara untuk menggunakan pedang sungguhan ketimbang pedang kayu, mereka berdua bercucuran keringat, suara bising yang keluar dari gesekan pedang memenuhi seluruh ruangan, setiap serangan yang di lancarkan Lust tidak ada keraguan sedikitpun, Bara tahu ada yang aneh dari tuannya, biasanya lust hanya akan berlatih untuk menghabiskan waktu kosong dan lebih banyak tertawa ketimbang beradu pedang, tapi kali ini berbeda, Bara merasakan kemarahan besar dari serangan yang di berikan Lust.

"Ada apa?" ucap Lust "Tidak biasanya kau selemah ini"

"Saya tidak bisa menghadapi tuan dengan serius"

Ditengah serangan mereka berdua tehenti saat keduanya saling mendorong kuat pedang masing-masing "Ya kau tidak pernah serius saat mengatakan apapun!" Ucap Lust. "Karena aku tuan mu, dan kau hanya seorang pengawal yang selalu mengikuti ucapanku"

"Bukan begitu, saya selalu serius saat berbicara dengan tuan"

"Berisik!" Lust menangkis pedang Bara, membuat badan Bara terhentak mundur dan memberikan lust celah untuk menyerang "Kalau begitu hadapi aku dengan serius?"

Bara bereaksi dengan cepat dan menahan serangan tuannya, "Saya adalah bayangan tuan, akan saya lakukan apapun yang tuan ingankan".

Lust terus menyerang Bara, sementara Bara hanya bisa bertahan menghadapi Lust"Termasuk menyerahkan nyawamu?".

Ditengah serangan, Lust mengayunkan pedangnya dengan kuat menembus pertahanan Bara, Lust kembali memberikan serangan yang mengarah ke kepala Bara, tapi serangan itu terhenti saat Bara menjatuhkan pedangnya. "Akan saya serahkan."

Lust menatap tajam kearah Bara, ia melempar pedangnya dan pergi "Aku lelah!"

***

Selama dua hari, Bara mencoba berbagai cara agar tuannya kembali seperti biasa, ia mencoba mengajak Lust ke festival lapion di malah hari, mengajak lust ketempat dimana tuannya sering tersenyum, mencoba memberikan lelucon yang Bara pelajari dari pelayan kediaman Eagust, namun berakhir menjadi lelucon kaku dan diteriaki oleh Tuannya.

Sampai hari dimana tuan Eagust kembali, Lust tetap mengurung diri dikamarnya, Bara tahu bahwa tuan nya akan di bawa ke Academy Kesatria, saat melihat Tuan Eagust bersama seorang kesatria kerajaan, ia tidak bisa menerima perpisahan tanpa mengetahui penyebab prilaku tuannya berubah, Bara yang tidak berani menanyakan apapun pada tuannya, memutuskan untuk menemui Ny. Arsy.

"Bara? Ada apa?" tanya Ny. Arsy didepan toko.

"Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan"

"Kemari, Kita bicara didalam."

***

"Lust.. Ayah memanggilmu." Teriak Bast di balik pintu.

"Ya" Jawab Lust ketus.

"Cepat, cepat, cepat.... bodoh"

"Sekali lagi kau berbicara, akan ku masukan pedang di mulutmu!"

Bast menendang pintu menggoda kakaknya, kemudian berlari dengan cepat.

Lust sudah menyiapkan kepergiannya, ia sudah melupakan tekadnnya untuk pergi ke Reingard, membawa beberapa barang dalam tas nya dan mengambil pedang pertama yang diberikan Ny. Arsy. Saat berjalan keluar Lust merogoh sakunya dan menemukan Koin lebih tepatnya undangan menuju reingard, ia tatap koin itu kemudian memejamkan mata dan menghela nafas. 'Selamat tinggal' Lust meletakan koin itu dan berjalan keluar kamarnya.

"Tunggu!" ucap Bara dari depan pintu.

"Menyingkir!"

Bara memberikan pukulan telak pada wajah Lust, "Bodoh! Apa tuan akan menyerah semudah ini?"

"Persetan!" Teriak Lust. "Kau tahu apa? Kau hanya pengwal bodoh yang berpura pura mendengarkan setiap ucapan ku!" Lust memalingkan wajahnya.

"ha.. ha.. Apa tuan pikir? Saya melakukan semua ini hanya karena perintah?" ucap Bara terbata-bata "Setidaknya bagi beban tuan pada saya"

"Menyingkir!" Lust berjalan melewati Bara.

"Saya kira, kita berteman...."

Ucapan bara menghentikan langkah Lust, kalimat itu adalah kalimat yang paling Lust ingin dengar sejak dulu.

"Saya sudah mendengarkan semuanya dari Ny. Arsy. saya minta kali ini, sebagai temanmu untuk tidak pergi dengan cara seperti ini."

"Berisik!" Lust mengepalkan lengannya kuat-kuat dan berjalan pergi menemui ayahnya.

***

Setelah berpamitan pada keluarganya, Lust menaiki kereta kuda dan meninggalkan rumah, ia sudah membuang semua ambisinya saat menaiki kereta tersebut, berkali-kali ia memikirkan ucapan Ny. Arsy dan sadar ibunya pasti kecewa jika ia membunuh seorang teman demi sebuah ambisi.

Kereta yang membawa Lust sampai di perbatasan kota, dan memasuki hutan, perjalanannya kali ini akan panjang, untuk sampai di ibukota Kerajaan Barja. Ia ditemani 3 orang Kesatria kerajaan yang menunggani kuda di depan kereta, seorang kusir paruh baya dan satu pelayan dari keluarga Eugust yang menemani Lust didalam kereta. Ia memejamkan matanya melupakan semua yang terjadi hari ini, sampai kemudian kereta tehenti.

"Ada apa?" tanya Lust.

Tak lama setelah pertanyaan itu keluar dari mulut Lust terdengar sebuah ketukan pada pintu kereta. "Buka pintunya" Perintah Lust pada pelayannya.

"Baik tuan." Jawab pelayan itu sambil membukakan pintu.

"Ada yang menghadang iring-iringan kita tuan" Jawaban itu berasal dari kesatria yang mengetuk pintu tadi. "Tapi tenang saja kami akan segera membereskannya"

Tiba-tiba sesuatu membentur atap kereta membuat lubang besar "Keluar kau dari sini tuan pembuat onar!" menarik pakaian Lust yang membuatnya terangkat keatas lalu melompat menuju rute pelarian yang sudah direncanakan sebelumnya.

Dengan cepat para kesatria yang mendampingi iring-iringan itu mengepung Bara, melihat Bara yang terkepung Lust memberikan perintah. "Hentikan!" Bara pun melepaskan Lust dari bopongannya.

Para kesatria yang hendak menyerbu Bara berhenti saat mendengar perintah, Lust tahu betul Bara kuat, tapi ia yakin Bara tidak akan sanggup melawan para kesatria kerajaan yang di utus untuk mengawal Calon Murid akademi Kesatria Kerajaan. "Apa yang kau inginkan?" Lust bertanya pada Bara.

"Pergi dengan saya, kita cari cara lain untuk menemukan Reingard" ucap Bara meyakinkan Lust agar dia mau ikut dengannya lalu ia melemparkan koin yang ditinggalkan Lust. Lust menangkap koin itu dan berjalan kembali kearah keretanya mengabaikan Bara. "Apa tuan sudah menyerah?"

"Tentu saja tidak!" Teriak Lust yang perlahan berjalan menuju keretanya sambil mengabaikan Bara yang berada dibelakangnya, di depan Lust adalah kesatria yang memimpin kedua kesatria lainnya. Lust membuat serangan kejutan yang telak padanya sampai tak sadarkan diri.

"Apa yang kau lakukan?" Ucap salah seorang kesatria. "Beraninya kalian!" Lanjut seorang kesatria yang lain.

Bara menyadari dengan serangan itu artinya Lust masih ingin berjuang. Bara tersenyum saat melihat tuannya, kembali seperti semula.

"Kenapa kau lama sekali... aku kira akan benar-benar terpenjara di ibu kota"

"Maafkan saya tuan.."

"Mana mungkin, aku memaafkan sifat kurang ajarmu hari ini, hahahah"

Tinggal dua kesatria lagi.

"Sial, ini merepotkan" ucap Lust.

"Apa yang akan kita lakukan tuan?"

"Apa lagi? Kita lawan mereka"

Lust menghunuskan pedang miliknya dan memasang kuda-kuda memperkuat pijakan kakinya dengan sihir dan bersiap untuk menyerang lawan didepannya. Lust menerjang kedepan dengan cepat, saat ia hendak menebas lawan didepannya salah seorang kesatria menerjang kearah Lust dari arah pinggir yang kemudian dihadang oleh Bara.

Saat itu sebuah senyuman penuh dengan rasa bangga dikeluarkan Lust dan kembali fokus pada lawan didepannya. Lust merasa sedang dalam mood yang sangat baik untuk bertarung dengan serius ia juga memiliki Bara yang siap membantunya jika terpojok dalam pertarungan ini.

"Tuan Lust. Tolong hentikan pertarungan ini ayah anda tuan Eugust akan marah jika mengetahui kejadian ini" ucap pelayan yang ikut dalam perjalanan. Ia hanya bisa diam tak berdaya melihat pertarungan yang berlangsung. Namun Lust tidak menghiraukan perkataan dari pelayannya dan melanjutkan pertarungan dengan kesatria didepannya.

Pertarungan berlangsung dengan sengit. Wajar saja dari awal pertarungan ini tidaklah seimbang. Lawannya adalah kesatria kerajaan yang sudah dilatih bertarung sejak kecil dan mempunyai pengalaman lebih banyak dari Lust.

Sesekali Lust melirik ke arah Bara memastikan kalau Bara mampu mengungguli pertarungannya. Benar saja, dibanding dengan Lust Bara sepertinya sudah membuat lawannya kelelahan. Jika terus seperti ini situasinya akan berbalik menang.

[Enchant] Lust merapalkan sihir penguatan untuk memperkuat tubuhnya. Walau staminanya hampir habis tapi dirinya masih mempunyai cukup mana jadi Lust memutuskan menggunakan mananya yang tersisa untuk mengimbangi lawannya.

"Jangan menghalangiku anjing kerajaan!" kata-kata yang keluar dari mulutnya dipenuhi dengan rasa benci terhadap kesatria kerajaan. Lust melesat kedepan memperpendek jarak diantaranya.

Lust melancarkan serangan bertubi-tubi namun lawannya tak bergeming sedikitpun semua serangan yang dillakukan Lust berhasil ditangkis.

'Kurasa ini saatnya, tak ada cara lain' pikir Lust sambil bersiap melakukan serangan andalan yang sudah disempurnakannya saat berlatih dengan Bara.

"Sekali lagi! [Enchant].." teriak lust. Tekanan udara berubah disekitar tubuhnya Lust mengenggam pedangnya kuat "[Speed Boost]". Saat Lust hendak melompat ia menghabiskan mananya demi serangan terkahir ini. Ia melompat dan membuat serangan vertikal yang sudah dipadukan dengan sihir penguatan miliknya.

'Kali ini pasti bisa, dengan serangan ini aku kan membuat pertaruhan' pikir Lust. "[Bost!]" Lust berteriak menghabiskan semua mananya yang tersisa 'Ehh?? Apa yang terjadi?'.

Tiba-tiba pandangannya menjadi gelap, rasa sakit menjalar keseluruh tubuhnya yang sudah kelehan, mulutnya basah dengan darah. Selagi Bara bertarung dengan lawannya, Bara melihat tuannya terkapar di tanah karena serangan yang diberikan tuannya berhasil dihindari oleh kesatria kerjaan, kesatria itu memberikan serangan balasan cepat pada tuannya, menggenggam dan mendorong dengan kuat kepala tuannya ke tanah.

Kesatria itu berjalan mendekati Lust dan berkata "Ini adalah akhir bagimu, siapapun yang menyerang kesatria kerajaan baik itu keluarga bangsawan atau rakyat biasa merupakan tindak kejahatan!". Dia mengangkat lengannya yang memegangi pedang bersiap menghabisi Lust dalam satu tebasan.

***

SSSSLLLBBBB cipratan darah dengan cepat mengguyur permukaan tanah.

"Sudah cukup" Teriak Bara. "Berdirilah! Berdiri tuan, berdirilah tuan! Kau tidak cocok menundukan wajah mu ke tanah!" Lanjut Bara.

Lust yang hampir mati, terselamatkan berkat Bara yang menusuk pangkal tengkorak kesatria itu dari belakang. Keduanya terlihat kelelahan.

Lust berusaha berdiri bangkit dengan segala upaya. Menggunakan pedang yang ia genggam sebagai penopang.

"Ini sudah saatnya. saya akan menyelesaikan tugas terakhir saya." ucap Bara dengan tekad yang kuat. Pedangnya dihunuskan ke arah majikannya. "Perjalanan mu masih panjang tuan Eagust Lust!"

"Tunggu. Apa maksud semua ini? Kau ingin aku menyerangmu? Jangan bodoh Bara! hentikan lelucon ini! Hentikan!" Lust berteriak dengan sisa stamina yang dimilikinya.

Bara tetap menghunuskan pedangnya, memasang kuda-kuda bersiap untuk menyerang tanpa menghiraukan perkataan dari tuannya.

"Bara. Kau bilang kita akan mencari jalan lain. Kau bilang kita akan ke Reindgard besama-sama. Apa kau sudah menyerah?" teriak Lust.

"Tuan, Aku masih belum menyerah. Dan ini adalah jalan yang aku pilih." balas Bara dan melaju kedepan menutup jarak dengan tuannya.

"BARAA HENTIKAN INI! AKU MUAK DENGAN CARAMU!" teriak Lust. Tapi itu terlambat Bara sudah berada tepat didepannya. Mengayunkan pedang bermaksud menebas tubuh Lust. Suara dari pedang yang saling menghantam terdengar keras.

Pertahanan terakhir yang dilakukan Lust membuat Staminanya terkuras habis. Ia hampir tak bisa berbuat apa-apa. Genggaman pada pedangnya perlahan melemah, pedangnya terlempar jauh setelah menahan beberapa serangan lanjutan dari Bara.

"Saatnya mengajarkan teknik baru padamu tuan" Ucap Bara dengan sedikit tersenyum pada tuannya. Ia membuang pedang ditangannya. Bersiap memberikan serangan dengan tangan kosong.

Lust yang tidak bisa bergerak karena semua staminanya habis, mendapatkan pukulan telak di wajah dan terlempar jauh.

Bara menguatkan kuda-kudanya kali ini dia menendang Lust dengan kekuatan penuh. Tubuh Bara membentuk huruf T. menggunakan teknik bela diri seorang petualang.

Sekali lagi Lust terlempar jauh kebelakang. Lust telah kehilangan kendali atas tubuhnya. Seluruh bagian tubuhnya tidak dapat bergerak dan mati rasa. Yang tersisa hanyalah kesadarannya. ini adalah kerusakan terparah yang pernah ia alami.

Bara yang masih berdiri perlahan mendekati Lust dan mengeluarkan belati yang tersarung dibelakang pinggangnya.

"Aaa… aa-aku kalah. Aa-apa yang akan kaulakukan?" ucap Lust sambil tersenyum lemas.

Bara tak menghiraukan perkataan dari tuannya ia tetap mendekatinya. Belati yang dipegangnya diserahkan pada lengan Lust. Bara memegang kuat lengan Lust yang memegang belati.

"Saya tetap akan mengantarmu kemanapun tuan pergi. Jalan ini. Aku memilih jalan ini agar tuan bisa melanjutkan perjalanan tuan. saya senang melayanimu tuan" Ucap Bara sambil tersenyum puas.

"HHH-HHentikan Bara… Aku akan membencimu…" Lust menyuruh berhenti. Sekuat tenaga dia berupaya menghentikan usaha Bara untuk bunuh diri, namun tubuhnya yang terbaring di tanah sudah tidak bisa di gerakan sama-sekali.

Lust merasakan belati yang dipegangnya menusuk sesuatu kemudian darah hangat mengucur perlahan ketangannya.

"Aaaa.... aaa.. apaaaa. Apa yang kau lakukan?" Ucap Lust terbata-bata saat melihat belatinya menusuk tepat dijantung Bara. Bara ambruk diatas tubuh Lust.

"Tooo... ttttt.. tollongg, seseorang... ttollong" ucap lust sambil menetaskan air mata "Siapapapun tolong aku!" teriak Lust.

Bara hanya tersenyum, perlahan menutup matanya. Pelayan dari kediaman keluarga Eugust bergegas menghampiri mereka berdua sambil mengambil pedang milik Lust. Itu adalah penglihatan terakhir dari Lust. Sebelum pelayannya berhasil sampai ditempat mereka berdua cahaya berbentuk lingkaran sihir yang berwarna keemasan muncul begitu saja dan Lust menjadi pusat dari lingkaran sihir itu.

Dalam waktu yang singkat setelah lingkaran sihir muncul Lust yang terkapar kemudian menghilang disusul dengan lingkaran sihirnya

***

avataravatar
Next chapter