24 • Dua Puluh Tiga.

Zeroun memulai dengan membagikan hasil laporan yang ia buat dengan singkat. Zeroun memberikannya pada Al. Al pada Adam, dan begitu seterusnya hingga sampai pada Kapten dan semua orang menerima laporan di tangan mereka.

"Di kepala korban bagian belakang terdapat luka akibat pukulan benda tumpul."

Zeroun berdiri dari duduknya. Ia menjelaskan sembari menunjuk kepalanya sendiri untuk memperlihatkan di bagian mana kepala korban terluka. Zeroun menunjukkan foto senjata yang digunakan pelaku untuk memukul kepala korban. Juga mempraktikkan cara memukulnya.

Berdasarkan letak luka, dapat disimpulkan korban diserang dari belakang saat sedang berdiri. Sementara si pemukul memiliki tubuh lebih pendek dari korban.

"Luka di kepala memang cukup fatal, tapi tidak sampai membuat korban meninggal. Darah yang keluar sebagai akibat dari robeknya pembuluh darah juga tidak cukup banyak untuk menyebabkan korban meninggal." Zeroun memberi jeda.

Semua orang mendengarkan penjelasan Zeroun dan berkonsentrasi penuh. Mereka tidak ingin melewatkan apa pun.

Jeda yang dibuat Zeroun dimanfaatkan untuk membaca laporan yang sudah dibagikan. Hal-hal yang baru saja Zeroun sebutkan tercatat di sana. Bedanya, penjelasan Zeroun lebih mudah dicerna karena menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti. Penjelasannya rinci dan tidak berbelit-belit.

Masih membaca laporan, Al menemukan kata Asfiksia di sana. Kalimat selanjutnya adalah ditemukannya kandungan air sabun dalam paru-paru korban. Air sabun yang sama dengan yang ada di bathtub.

Ingatan Al kembali pada kondisi jenazah korban. Rambut yang terlihat basah meski tidak terendam. Mengingat kembali apa yang dilihatnya dan membaca laporan yang Zeroun buat, segalanya menjadi masuk akal.

"Terbenam?" Al bersuara, mata yang lain menatapnya.

Zeroun mengangguk.

"Kenapa harus dipukul kalau akhirnya korban dibunuh dengan dibenamkan ke dalam air?" Dio bertanya tidak mengerti.

Zeroun juga tidak mengerti. Tidak ada alasan pasti yang bisa ia temukan.

"Mungkin, jika pelakunya adalah wanita, membunuh dengan memukul bagian kepala akan membutuhkan banyak tenaga. Terlalu sadis. Darah akan menciprat ke mana-mana. Yang akhirnya akan sulit untuk menyembunyikan kejahatannya. Jadi, memukul kepala hanya digunakan untuk melemahkan korban. Kemudian korban dibunuh dengan dibenamkan." Zeroun menjelaskan kemungkinan yang bisa ia pikirkan.

"Jika pelakunya adalah wanita." Al meniru kalimat Zeroun. "Meski korban telah lemah, apa mungkin membenamkan korban tanpa perlawanan?" Kali ini Al yang bertanya. Tapi nadanya lebih terdengar seperti menantang. "Bukannya dalam laporan tidak ditulis adanya tanda-tanda perlawanan?"

"Mungkin. Jika pelaku memiliki kaki tangan," jawab Zeroun. Nadanya datar, tapi terdengar menyebalkan.

Keduanya saling menatap. Ketika tatapan Al melunak, berganti Zeroun yang menantang. Al merasa kesal. Zeroun pun sama kesalnya.

"Permisi!" Irawan mengacungkan jarinya. Perhatian teralihkan padanya. "Bagaimana kalau pelaku yang memukul dan yang membenamkan adalah dua orang yang berbeda. Apa itu mungkin?"

"Itu kemungkinan yang kedua," kata Zeroun. "Pelaku pertama mengira korban telah tewas setelah dipukul dua kali di bagian kepala. Pelaku kedua yang baru datang dan mengetahui korban masih hidup, melakukan aksinya secara terpisah."

"Yang kedua lebih terdengar masuk akal dibanding kemungkinan pertama," Adam berkomentar. "Yah... Walau dalam kasus segala hal patut dicurigai dan diselidiki lagi lebih dalam." Adam meralat dengan cepat. Karena akan terdengar menyebalkan jika orang lain yang meralat kalimatnya.

"Bagaimana dengan waktu kematian?" Kapten Lukman yang bertanya.

"Karena jenazah terendam dalam air hangat dalam waktu lama, kami kesulitan menghitung saat kematian berdasarkan penurunan suhu tubuh. Jika dilihat dari lebam dan kekakuan, korban diperkirakan meninggal sekitar 1-2 jam sebelum ditemukan, atau pukul 5-7 pagi," jelas Zeroun.

"Menurut orang-orang dalam rumah, sekitar pukul setengah tujuh mereka masih mendengar suara korban. Saksi lain juga bilang setelah istri korban keluar dari kamar, masih terdengar suara dari kamar mandi," Irawan menginterupsi.

"Berarti waktu kematian bisa dipersingkat dari pukul setengah tujuh sampai pukul tujuh pagi. Di waktu itu semua saksi ada di rumah, kecuali istri korban," Dio menambahkan.

"Saya sarankan, semua orang tetap diselidiki. Terutama mereka yang memiliki motif." Suara Zeroun terdengar lebih seperti sedang memerintah dibanding memberi saran. Cara bicara yang membuatnya dibenci rekan dan teman-temannya.

Setelah semua informasi disampaikan dan hasil otopsi dijelaskan, Kapten Lukman menyampaikan rangkumannya. Ia membagi tugas untuk menyelidiki lebih lanjut segala hal yang mencurigakan.

Adam masih bertugas menyelidiki Balqis dan segala hal tentang wanita itu. Termasuk kekerasan yang terjadi padanya. Tugas Dio tetap. Tugas Irawan dibagi dengan Al. Bu Ruri menjadi tanggung jawabnya dan Nurul Pratiwi dialihkan pada Al.

Tidak ada lagi pertanyaan, Kapten Lukman membubarkan rapat. Satu per satu setiap orang mulai meninggalkan ruangan. Ketika Al juga akan beranjak, Zeroun menahannya.

"Bukannya sudah saya ingatkan untuk tidak melibatkan perasaan pribadi." Suara Zeroun tegas. Tatapannya tajam.

Benar, Zeroun telah mengingatkan Al sebelumnya. Beberapa jam yang lalu setelah mendapatkan alat yang digunakan pelaku untuk memukul kepala korban. Sebelum mereka kembali ke kantor. Al mendengarnya dengan jelas. Ia tahu Zeroun sangat serius dengan peringatan itu.

"Saya?" Al menunjuk dirinya sendiri "Lalu bagaimana dengan Anda yang sangat yakin pelakunya adalah wanita padahal petunjuknya masih minim? Bagaimana jika kebetulan korban menunduk sebelum dipukul? Bagaimana kalau memukul bagian kepala digunakan untuk mengelabui?" Lagi-lagi Al menunjukkan gaya bicara seolah menantang.

Alis Zeroun turun dan rahangnya mengeras. Kata-kata yang Al ucapkan membuatnya tersenyum sinis. Membuatnya memandang rendah Al.

"Kamu benar-benar berpikir Chiko Anggara pelakunya?" Zeroun bertanya, Al tidak menjawab. "Memukul kepala korban minimal akan membuat cipratan darah. Di kemeja putih yang Chiko kenakan sama sekali tidak terlihat. Membenamkan korban ke dalam air jika lengan tidak digulung otomatis akan basah. Tapi sama sekali tidak ada dalam keterangan. Ujung lengan baju tidak basah, tidak juga ada bekas lipatan. Menurutmu kenapa? Chiko mengganti kemejanya dengan milik Huda?" Zeroun mengambil jeda untuk menertawakan alasannya. "Ukuran badan mereka berbeda. Chiko lebih kurus. Jika ia mengenakan pakaian adiknya, pasti akan sangat mencolok."

Zeroun mencecar Al habis-habisan. Tidak membiarkan Al membuat alasan atau membela diri. Ia tidak ingin mendengarnya.

"Dilihat dari kondisi dan cara kerja pelaku, pembunuhan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam rumah. Kamu, apa benar-benar tidak tahu atau sedang membodohi diri sendiri? Kamu, masih berpikir pantas menjadi polisi?"

Zeroun pergi tanpa menunggu jawaban Al. Tujuan Zeroun bertanya bukan untuk mendengarkan jawabannya melainkan agar Al merenungkan sendiri jawabannya.

=\%*[]{}<>&…§^~|¥€£$.,?!'"@:;_-#()/+'

Pikiran Al sedang mengelana jauh. Ia duduk di teras rumahnya. Semilir angin sesekali berembus menggoyangkan ilalang pendek yang tumbuh di halaman. Juga rambutnya yang berantakan. Rembulan bersinar terang di hamparan langit biru. Bintang gemintang berjajar, dengan setia menemani.

Semua hal yang terjadi hari ini, semua informasi, dan keterangan yang dijejalkan ke otaknya, Al reka ulang kembali semuanya. Ia memikirkannya dengan serius. Mencoba membangun berbagai hipotesis. Juga, meski kesal, tetap merenungkan semua kata-kata Zeroun.

Zeroun adalah orang yang objektif. Ia tidak akan pernah mengatakan sesuatu dengan asal. Al akui itu.

Nada dering singkat tanda sebuah chat masuk, membuyarkan segala hal yang Al pikirkan. Al merogoh saku celananya. Memeriksa ponselnya.

Pesan singkat dari Zahra. Bahwa ia telah berhasil mengkonfirmasi dugaan KDRT yang menimpa Balqis. Bahwa semua dugaan Al benar adanya.

Dada Al bergemuruh. Pesan dari Zahra benar-benar kabar duka untuk hatinya.

Seseorang memasuki teras. Yusuf. Ia bersenandung riang dengan sebelah tangannya membawa bungkusan. Ia tidak menyadari keberadaan adiknya di pojokkan. Tentu saja, siapa yang masih akan berada di teras seorang diri saat waktu sudah menunjukkan lewat pukul 10 malam.

"Kakak dari mana baru pulang?"

Yusuf melompat selangkah ke belakang saking terkejutnya oleh suara Al.

"Bikin kaget aja! Kamu ngapain malam-malam masih di luar?" Yusuf mengabaikan pertanyaan Al dan balik bertanya.

"Cari angin," jawab Al sekenanya. Ia membuka pintu. Al dan Yusuf sama-sama masuk ke dalam rumah.

Pintu menutup perlahan.

avataravatar
Next chapter