8 Bab 7 ~ The last

Aku memasuki studio latihan dengan ragu. Beberapa hari yang lalu, aku sudah memberitahu teman-teman di grup band kecilku kalau aku akan mengundurkan diri. Berbagai reaksi kuterima. Yuwa yang hanya terdiam tak merespon. Anton yang terus merecokiku dengan pertanyaan-pertanyaan absurd. Reno yang sama seperti Yuwa. Hanya diam tak bersuara. Aku tahu mereka sangat kecewa dengan keputusanku.

Yang paling terpukul adalah Kak Yuni, tentu saja. Dia sudah menemaniku sejak kecil. Mengantar kemanapun aku pergi. Menyiapkan segala sesuatunya mulai aku bangun tidur hingga mau tidur lagi.

Ketika papa yang juga om-nya mengatakan akan menikahkannya dengan pria pilihan Kak Yuni dan aku yang setuju untuk sekolah keluar negeri membuat gadis itu sedikit melakukan protes. Tapi, apalah arti suara Kak Yuni. Orang tuaku tetap bersikukuh dengan keputusan mereka.

"Reen. Kamu seriusan mau pergi?" tanya Yuwa pelan, saat kami hendak memulai latihan terakhir kami. Mereka belum menentukan apakah akan mengadakan audisi untuk vokalis baru atau membubarkan band kecil ini.

"Ya. Tentu saja. Kamu senang, kan? Akhirnya kamu bisa bebas memiliki Reno," candaku pada gadis yang tiba-tiba menghilangkan senyum di bibirnya.

"Kamu, kok, gitu mikirnya. Kalau memang sukanya sama kamu, aku ihlash, kok. Asal dia bahagia."

"Cieee ... jangan sok ihlash, deh, Yu. Kalau ihlash yang benar-benar ihlash gitu." Aku tertawa ringan, kuedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Tempat yang pasti akan kusimpan dalam kenangan. Teman-teman yang akan selalu kurindukan.

"Yuk, mulai. Ini akan jadi latihan kita yang terakhir bersama Shinta Maureen. Kita doakan semoga dia sukses di masa depan. Meski tak bersama kita. Aamiin." Reno membuka latihan dengan intro yang membuat air mataku lolos membanjiri pipi.

Kami berangkulan hingga beberapa menit. Sebelum ...

"Udah, ah. Kamu bikin aku jadi cengeng!" geram Anton melepas pelukan mereka. Reno spontan memukul pelan kepalanya sambil tertawa.

"Pokoknya, ga ada acara ilang-ilangan, ya, Reen. Kita harus selalu berhubungan, baik lewat WA maupun sosmed. Harus saling follow ya?" Anton memang paling ceriwis diantara kami. Kami hanya mengangguk mengikuti semua kata-katanya.

"Udah. Ayuk mulai. Durasi, nih, durasi."

Kami tertawa sebelum larut dalam latihan kali ini.

🌼🌼🌼🌼

"Reen. Kamu percaya, kan, sama Papa?" Lelaki yang masih terlihat gagah diusianya yang menginjak 50 tahun itu mengelus kepalaku lembut. Aku menatapnya sekilas. Aku sudah menancapkan kebencian padanya di hatiku selama ini. Aku belum bisa memaafkannya secepat ini. Yang bisa kulakukan saat ini hanya melakukan semua permintaannya agar dia bahagia. Apakah aku bahagia? Itu tidak lagi penting buatku. Aku masih muda dan masih punya banyak waktu untuk mengejar kebahagiaanku.

"Reen. Di Australia sedang musim dingin. Jangan lupa pakai mantel kalau kemana-mana, ya?" sahut Mama sambil memeriksa kembali koperku yang sudah menjerit saking penuhnya isi.

"Iya, Ma," jawabku singkat.

"Kami tidak bisa menemanimu, Sayang. Kamu harus belajar dengan baik, makan dan istirahat dengan teratur. Jangan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat di sana." Papa mulai mengatakan hal yang tidak kusukai

"Pa. Please," pintaku pelan. Mama menepuk punggung papa pelan.

"Ma. Reen pamit, ya. Doakan Reen agar bisa menjadi kebanggaan papa dan mama. Reen sayang kalian." Aku memeluk mama erat. Meski mama sudah jarang memelukku, tapi aku sangat menyayanginya. Aku berharap mama bisa mencintaiku apa adanya. Itu saja cukup buatku.

"Ayo Ma, Reen. Kita harus ada di bandara satu jam lagi. Takut kena macet nanti." Papa mengambil koper dan menyeretnya dengan tergesa.

Mama mengikuti dengan cepat. Sementara aku ...

Aku memuaskan mata untuk memandangi seluruh penjuru kamarku sekali lagi. Mencoba mengabadikannya dalam ruang memory di otakku.

Selamat tinggal kamarku tersayang. Aku akan kembali, setelah aku selesai berjuang. Lihat saja nanti. Kau akan berjumpa dengan Reen yang baru.

Hampir di setiap langkah kaki, kucoba untuk membuat sebuah kenangan. Aku ingin meninggalkan rindu di sini. Mengubur kesedihan dan kekecewaan yang pernah kudapat di tempat di mana aku dibesarkan.

.

.

.next

avataravatar
Next chapter