8 Confusion

"Kurasa, aku harus mengundurkan diri"

Suasana di ruangan bernuansa monokrom dengan sofa merah beludru mendadak sedikit menegang. Lantaran kalimat pengunduran mendadak hadir memenuhi rungu ketujuh pemuda lainnya. Membuat salah satu dari mereka berdiri dan membuka suaranya. "Tapi kenapa?"

Dua tahun sudah menjabat sebagai manajer dari grup yang beranggotakan tujuh orang laki-laki yang tengah menatapnya. Bukan tanpa alasan pria yang biasa dipanggil Arka itu mengumumkan rencana pengunduran dirinya. Apalagi sosok dirinya sangat dikagumi oleh anggota dari grup yang ditaunginya. Sikap tegas dan tekunnya yang membuat Nanda dan keenam temannya berani gagal untuk mencoba berbagai macam audisi.

Lantas manajer Arka melangkahkan kaki menghampiri Nanda. Memasrahkan tangan kanannya pada salah satu pundak sang pemimpin grup, serta memberikan rematan menyalurkan kekuatan miliknya. "Maafkan aku. Istriku menginginkan aku untuk bekerja ditempat lain"

"Lalu bagaimana dengan kami?" jeda Tomi. Maniknya meniti satu per satu temannya yang kemudian beralih menatap Arka sebagai tujuan akhir dari pandangannya. "Apa Mas Arka tega jika kami berjalan sendirian?" imbuhnya.

"Tenang saja, aku sudah menyeleksi calon manajer baru untuk kalian"

Bukan hal sederhana yang mudah diterima mentah-mentah. Membiarkan seseorang yang belum pernah untuk mengatur jadwal kegiatan. Bahkan untuk melihatnya lewat tangkapan gambarpun belum. Beberapa diantara mereka memang tak menyetujui keputusan Arka, apalagi sebelumnya Arka tak membicarakan hal ini pada Nanda dan teman-temannya.

Pun bagi Arka sebenarnya sulit meninggalkan para anggota grup penyanyi yang sudah dianggap layaknya adik sendiri. Meski hanya penyanyi kafe, pribadinya paham bagaimana tujuh pemuda itu meninggalkan masa remajanya hanya untuk mengejar karir. Hingga akhirnya berhasil mendapatkan kontrak dengan kafe yang biasa menampilkan penampilan mereka.

Merasa tak ingin perdebatan ini semakin panjang, Yogi akhirnya bersuara. Pribadinya mencoba meredamkan suasana yang mungkin saja memicu kebencian. "Sudahlah, pahami situasinya. Biaya hidup untuk seseorang yang sudah berkeluarga itu tidak murah."

"Apalagi kita ini belum tentu lolos audisi. Menjadi manajer grup penyanyi kafe, pendapatan yang diterima juga belum tentu mencukupi kebutuhan keluarganya," sambung Septian.

Tak lama sebuah suara mengalun lembut memasuki rungu kedelapan orang ditempatnya. Menjadikan dirinya sebagai pusat atensi seraya tersenyum hangat. Tubuh langsing berbalut kain berwarna coklat susu serta celana jeans hitam menutupi kaki jenjangnya. Rambut hitam panjang dibiarkan tergerai dibalik punggung. Ditambah suara ketukan dari sepatu tinggi yang terdengar teratur dirungu baru saja memasuki ruangan atas seizin manajer Arka.

"Selamat siang, perkenalkan saya Caroline"

Tunggu, siapa dia? Ada perlu apa masuk ke ruangan ini?

"Ini calon manajer baru kalian"

'Seorang wanita?' Itulah pertanyaan yang bercokol pada kepala masing-masing anggota. Wanita itu ingin menjadi manajer atau pemandu karaoke, sih? Tampilannya saja cukup seksi. Memang benar, kita tidak boleh menilai seseorang hanya dari penampilan. Namun, siapa yang menyangka jika seorang wanita dengan pakaian ketat akan menjadi pengganti manajer Arka.

"Dia lulusan perfilman dari salah satu universitas terbaik di kota ini. Dan dia tiga tahun lebih tua dari Septian"

"Tiga tahun lebih tua dariku?" heran Septian dengan mata yang membesar. Lantas laki-laki itu mendadak tertawa menghadap Dirga yang tengah memperhatikannya sebelum berujar lebih jauh. "Jangan berharap lebih padanya, Ga. Perbedaan umur kalian delapan tahun. Simpan saja wajah tampanmu itu" masih dengan tawa yang menggebu.

Dirga jelas mengernyitkan dahinya. Apa-apaan Septian ini? Bahkan seisi ruangan mengalihkan pandangannya pada Septian. Pun laki-laki itu langsung menghentikan tawanya. Pribadinya sadar, tatapan keenam temannya cukup mengerikan.

Manajer Arka serta Caroline hanya bisa tertawa melihat ketujuh anggota grup didepannya. Hingga sepersekian detik, manik calon manajer itu bertemu manik milik Dirga. Sempat dilihatnya Dirga melemparkan senyuman 'ketidakenakan' akan kelakuan Septian. Calon manajer itupun menghilangkan tergelagapnya dengan menyingkirkan anakan rambut pada belakang telinga.

"Dirga sudah punya Red Jelly," ucap Jamal tiba-tiba.

"Belum sepenuhnya," sambung Haikal.

Ngomong-ngomong tentang Red Jelly, Dirga jadi rindu Red Jelly-nya. Sedang apa dia sekarang. Mengingat namanya saja sudah rindu, apalagi membayangkan wajahnya. Ini sudah seminggu lamanya sejak kejadian ciuman itu, Chika selalu menghindar. Boro-boro untuk bertemu disekolah, membalas pesan Dirga saja tak dilakukan oleh Chika. Kalau Dirga boleh jujur, dirinya sempat merasa bersalah. Tapi tidak sepenuhnya juga, karena birai merah gadis itu menjadi candu barunya saat ini. Ah, dasar Dirga mesum.

Seketika lamunan itu terbuyarkan saat laki-laki bernama Haikal itu membisikkan sesuatu tepat ditelinga Dirga. "Dia memperhatikanmu".

Masa bodoh bagi Dirga.

"Aku akan tetap menjadi manajer kalian sampai pengumuman itu datang. Setelahnya, tugasku akan digantikan oleh dia"

"Kuharap kita dapat bekerja sama," ucap Yogi pada Caroline.

Dirasa pertemuan singkat ini cukup, lantas satu per satu meninggalkan ruangan meninggalkan Dirga seorang diri—terpikir untuk menelpon Chika. Baru saja akan menekan tombol hijau pada kontak gadis itu, suara lain lebih dulu menyela niatannya.

Rasa-rasanya Dirga ingin mengenyahkan diri dari ruangan saat Caroline meletakkan diri disofa sebelah laki-laki itu. Ditambah tangan seputih pualam itu diletakkan diatas paha kanan Dirga. Bar-bar sekali, batin Dirga. Apalagi resleting baju bagian dada perempuan itu sedikit turun, menampilkan garis surga dunia para kaum lelaki. Dirga tak menginginkan posisi ini.

"Maaf, Kak. Aku harus pergi menjumpai kekasihku"

***

"Antarkan aku pulang"

Apa lagi ini? Niat hati ingin menghampiri rumah Chika, malah dirinya lebih dulu diganggu Jamal. Mau tidak mau, Dirga harus menurut.

Keduanya hening, hanya suara musiklah yang mengisi keheningan. Itupun Jamal yang menyalakannya. Rasanya sedikit berbeda bagi Dirga. Biasanya saja hampir setiap hari kursi penumpang disebelahnya selalu diisi oleh celotehan Chika. Dirga kembali menyalahkan dirinya saat kejadian itu.

Saat setelah Dirga mencium Chika, gadis itu meminta untuk langsung dipulangkan. Padahal berniat ingin mengajak jalan-jalan melepas rindu. Kalau begini kan Dirga semakin rindu.

"Red Jelly atau Caroline?"

"Apa maksudmu?"

Jamal hanya tertawa mendengar pertanyaan itu. Lagipula bukan salah Dirga juga jika dirinya bingung mendengar kalimat Jamal. Sedikit memutar badan menghadap Dirga dengan sedikit sisa tawaan, ditatapnya lekat sang supir yang tengah fokus memecah jalanan. "Tinggal pilih saja"

"Chika," ucapnya tanpa sadar menyebut nama Chika.

"Oh, jadi namanya Chika," jeda Jamal. Bahkan dirinya tertawa lagi saat melihat Dirga salah tingkah, tersadar akan ucapannya sendiri. "Jika kau pilih Chika, biarlah Caroline untukku saja"

"Tidak sopan sekali memanggil namanya langsung"

"Orangnya tidak mendengar"

Dirga melirik Jamal sekilas, lantas tersenyum mengingat Caroline menghampirinya tadi. "Ya sekali-sekali lelaki playboy alim sepertimu diberi yang bar-bar". Laki-laki itu mengarahkan mobilnya menuju salah satu komplek perumahan yang Jamal tinggali. Hingga berhenti disalah satu pelataran rumah berwarna putih setelah melewati beberapa blok perumahan. "Semoga kalian menjadi pasangan yang serasi," lanjutnya selepas Jamal keluar dari mobil Dirga.

Sepertinya niatan awal Dirga memang harus tertunda lagi. Sudah terlalu sore untuknya menghampiri rumah calon gadisnya. Bukankah terlalu percaya diri, Dirga menganggap Chika sebagai 'calon gadisnya'? Ya bukan apa-apa, yang Dirga pikirkan Chika juga memiliki rasa terhadapnya walau hanya sedikit. Lagipula saat Dirga menciumnya, gadis itu juga tak melawan. Tapi tetap saja, pikirannya kacau kalau Chika sudah mendiaminya seperti ini. Belum lagi pernyataan cintanya belum dijawab. Kepalanya mendadak pening.

Hingga mobilnya telah berhenti pada garasi rumahnya. Badannya lengket sekali sehabis latihan koreografi tadi sebelum pertemuan dengan manajernya. Sesegera mungkin tungkainya dilangkahkan untuk mebersihkan diri, berendam di kamar mandi akan menghilangkan penatnya.

.

.

.

bersambung...

avataravatar
Next chapter