webnovel

BERTEMU CALON MERTUA

Aku dan Mbak Syakila kelelahan kami memutuskan untuk tidur siang sebentar. Menunggu ayah dan ibuku lama sekali belum kunjung tiba ke Jakarta.

"Aku mengantuk," kata Mbak Syakila.

"Aku juga Mbak, kita tiduran sebentar saja," jawabku.

"Iya, tapi kira-kira ayah dan ibumu sampai jam berapa? Mereka naik kereta kan? Sampainya malam deh," ujar Mbak Syakila yang menahan kantuk.

"Iya, lebih baik kita tidur siang sebentar aku juga sudah lelah," ucapku langsung menuju kamar merebahkan diri di atas kasur.

Di rumah Pak Cakra yang kami huni ada tiga kamar, tapi aku dan Mbak Syakila memilah satu kamar saja agar bisa saling ngobrol.

Sepertinya aku menjadi seorang princess rasanya sangat nyaman, satu kamar saja begitu luas, kasurnya empuk. Ada lemari yang terbuat dari kayu jati terlihat kokoh dan kuat ada meja untuk menyimpan make up dan juga ada lemari sepatu.

Lemari pakaian gantung pun juga ada, aku curiga jika kamar ini adalah kamar Pak Cakra dan istrinya yang sudah almarhumah. Namun kenapa pindah rumah ya? Mungkin jika tetap tinggal di sini beliau tidak bisa move on dan selalu terbayang wajah almarhumah sang istri.

Kenapa tidak dijual saja rumah ini kalau begitu? Mungkin sayang juga kalau dijual sebab kenangan dalam rumah terlalu berharga. Sambil berpikir akhirnya aku menutup mata dan mulai terbangun.

Beberapa jam kemudian ….

Ponselku berdering sangat keras, aku sengaja membesarkan volumenya agar terdengar ternyata panggilan dari Mas Hari Abimanyu masuk.

"Iya, halo ada apa Mas?"

"Assalamualaikum chagiya, tolong buka pintu dan lihat siapa yang datang."

Aku langsung beranjak dari kasur, melihat jam sudah malam, astaghfirullah tidurnya lama sekali seperti orang mati.

"Mbak bangun! Sudah malam!" Setelah membangunkan Mbak Syakila aku langsung bergegas untuk membuka pintu ketika membukanya kedua mataku menatap nanar. Sungguh pemandangan yang indah, mereka adalah bintang hidupku.

"Ayah, Ibu kalian baru sampaikan? Maaf Aryna ketiduran," ujarku memeluk mereka berdua sekaligus.

"Tidak ada apa-apa sayang, untuk ada calon mantuku," ujar Ayah.

"Calon mantu siapa?" tanyaku.

"Hari Abimanyu sudah cerita semuanya, insya Allah kami merestui, tapi kalian jangan pacaran ya!" hardik Ayah.

"Iya, calon istriku kita ta'arufan setelah tiga tahun baru menikah, kamu mau kan?" ungkap Mas Hari Abimanyu.

"Taaruf selama tiga tahun?" Aku tertawa kecil tapi sebenarnya bingung apa yang sebenarnya terjadi.

Mbak Syakila keluar sambil mengucek-ngucek kedua matanya ia pun senang menyambut kedua orang tua angkatnya.

"Ayah dan Ibu sudah datang? Alhamdulillah kalian selamat sampai tujuan," tutur Mbak Syakila menyentuh jemari ibu angkatnya.

"Alhamdulillah Nak, kalian tidak keberatan kan jika kami ikut tinggal di sini?" tanya Ibuku.

"Sama sekali tidak keberatan, Bu." Mbak Syakila memeluk ibu angkatnya dengan lembut dia merasa bahagia bisa melihatnya.

"Apa kita tidak akan pulang ke desa lagi?" tanyaku.

"Entahlah," sahut Ayahku.

"Seperti kita tidak bisa lagi pulang ke desa sebab rumah di sana sudah habis terbakar," kata Ibuku dengan mata berkaca-kaca.

"Sabar ya, Bu. Ikhlaskan saja semua itu sudah jadi kehendaknya Allah," ungkapku.

Mas Hari Abimanyu mempersilakan masuk ke dalam. Aku dan Mbak Syakila buru-buru mandi sebelum salat magrib. Selesai mandi ayah dan ibu juga mandi secara bergantian agar tubuh mereka bersih dan wangi.

"Bagaimana jika salat berjamaah?" tanya Mas Hari Abimanyu mengajak kami semua.

"Iya, Mas. Aku setuju," jawabku.

Mas Azkaya juga sudah datang dia ingin bergabung untuk salat berjamaah sedangkan Pak Cakra tidak kunjung muncul.

"Om Cakra mana?" tanya Mbak Syakila

"Tadi ada di kamar kok, kita salat berjamaah tanpa ayahku," sahutku.

"Iya, Mas buruan salat magrib nanti waktunya keburu habis," gumamku.

"Iya, baiklah."

Mas Hari Abimanyu bersedia jadi imam kamu tapi sebelumnya dia menawarkan kepada ayahku untuk jadi imam, tapi ayahku menolak soalnya dia masih sangat lelah Habis dari perjalanan jauh.

Beberapa menit kemudian ….

Pak Cakra mengundang kami semua untuk makan malam di rumah yang merek huni, tidak begitu jauh hanya beberapa langkah.

"Assalamualaikum, Hari Abimanyu, Azkaya, Killa, Aryna waktunya makan malam, Nak!" teriaknya beberapa kali membuat aku terkejut.

"Itu seperti suara Om Cakra, ya?" tanyaku.

"Iya, itu ayahku. Waalaikumsalam, baik kami segera ke sana," sahut Mas Hari Abimanyu.

Makan malam dengan ayah dan anak, siapa tahu aku dikenalkan sebagai pacar nanti, aku tersenyum sendiri.

"Makan malam di rumah calon besan, boleh," kata Ayah dan Ibuku.

"Tapi jangan bahas soal taaruf dulu, ya."

"Kenapa?"

"Soalnya ayahku belum tahu jika aku berniat ingin menikah tiga tahun kedepan," jawabnya.

Jadi malam ini aku belum dikenalkan ke ayahnya sebagai pacar. Apa mungkin Pac Cakra suka denganku? Aku harus bagaimana menghadapi situasi yang sulit ini ya, Allah?

"Kepalaku pusing disukai dua orang apalagi ayah dan anak," gumamku stres sendiri tapi tetap harus berani menghadapinya tidak boleh menghindar.

"Selamat datang ayah dan ibunya Aryna, saya ayah dari Hari Abimanyu, salam kenal semoga betah di rumah ini," ungkapnya senyum dan berkata dengan lembut.

"Terima kasih Pak, kami berdua sangat senang tinggal di rumah sebagus ini," jawab ayahku.

"Iya, Pak saya juga sangat nyaman tinggal di rumah ini," ucap ibuku.

Aku dan lainnya jalan mengekor di belakang Pak Cakra, ternyata rumah yang dihuni jauh lebih besar dari rumah yang aku tempati.

Halamannya saja begitu bagus, ruangan makan juga besar. Meja makannya berwarna coklat keemasan senada dengan bangkunya. Makanan yang terhidang di atas meja pun beraneka ragam, sepertinya seluruh makanan khas daerah di Indonesia dihidangankan.

"Innalilahi ini terlalu mewah dan berlebihan untuk menyambut kami yang orang miskin," gumam ibuku.

"Ya, Pak, saya jadi malu," kata ayahku.

"Jangan bicara begitu Ibu, kalian sekarang adalah bagian dari keluarga saya," ungkap Pak Cakra.

"Saya tidak menyangka, Om Cakra baik banget, terima kasih banyak, ya." Mbak Syakila sepertinya terpesona dengan kebaikan Pak Cakra.

Beliau pun mempersilakan kami duduk dan menyuruh memakan semuanya yang sudah tersedia di atas meja.

Aku bingung harus makan apa duluan, sebelum menyantap makan malam, Mas Hari Abimanyu memimpin doa makan terlebih dulu.

"Ini beneran bisa dimakan?" tanyaku polos lalu ditertawakan Pak Cakra.

"Iya, Aryna semua boleh dimakan, silakan makan jangan malu-malu," katanya aku pun senyum dan mengangguk.

Seumur hidupku baru malam ini bisa menikmati segala makanan, tapi jika tidak habis bagaimana? Sayang kalau mubasir, apa setiap orang kaya merasa tidak merasa sayang ya, jika harus membuang makanan? Entahlah.

"Makan, sayang!" perintah Ibuku.

"Iya, Bu."

Aku melihat Mbak Syakila begitu lahap memakan semua makanan yang ingin dia makan. Begitu juga dengan Ayahku dia sibuk mengunyah makanan yang jadi favoritnya. Wajah mereka terlihat bahagia, alhamdulilah aku ikut senang.

Next chapter