32 Bab 32 Keputusan Wan Lie

"Tapi bagaimana bisa?" kedua tetua mengalihkan pandangannya ke sosok Fu Xie Lan yang sedang terlelap seperti tidak pernah terjadi apa-apa padanya.

Sontak Wan Lie hanya menggelengkan kepala sebagai tanda bahwa ia juga tidak tahu.

"Beberapa saat yang lalu, segel itu kembali bereaksi di tubuhnya, aku mencoba menggunakan mana dalam tubuhku untuk mengurangi efek dari segel itu tapi tidak berhasil, padahal sebelumnya aku juga melakukan hal yang sama dan itu berhasil. Melihatnya sedang terlelap mungkin sesuatu terjadi tanpa aku ketahui saat aku meninggalkannya tadi."

"Sepertinya setiap kali segel itu bereaksi, maka efeknya akan bertambah kuat," ucap tetua Chen menyimpulkan yang kemudian diangguki tetua Bao.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan? agar segel itu bisa hilang seutuhnya?"

Kedua tetua itu kembali saling melempar pandangan.

"Emm untuk masalah itu, aku bingung harus menjawab apa, karena kami juga tidak begitu paham mengenai segel itu nak. Yang kita bisa lakukan sekarang hanyalah melindunginya sampai waktunya tiba," jawab tetua Chen sedikit ragu sembari menghembuskan napas tak berdaya. Magic book memang memberikan informasi mengenai segel soul cover rune tapi mengenai cara menghilangkannya, tak ada penjelasan apapun tentangnya.

"Tidak, aku tidak ingin hal itu terjadi, aku tidak ingin kehilangan dia," ratap Wan Lie.

"Mu-mungkin ada cara..."

"Katakan, aku akan melakukan apapun," potong Wan Lie.

"Ini mungkin terdengar mustahil, dengar baik-baik nak. Segel itu diciptakan oleh bangsa Elf, jadi menurut kesimpulanku hanya bangsa Elf yang mengetahui cara menghilangkan segel itu. Tapi, sekarang bangsa itu tidak bisa ditemui lagi, mereka sudah punah, satu-satunya yang tersisa adalah pengawal Bai Mo, salah satu pengawal ayahmu. Tapi dia bukan keturunan elf murni. Lagipula aku tidak yakin dia mengetahui perihal segel itu, karena sedari kecil ia sudah mengikuti ayahnya dan hidup di istana demon."

"Tapi, paman mengatakan sebelumnya bahwa bangsa itu punah sebelum zolyrous ada? Bisa dikatakan pula bahwa bangsa itu punah sebelum aku juga ikut tersegel di sana? Lalu siapa yang mengaktifkan segel itu paman? Bukankah itu berarti bahwa mereka masih ada? Mungkin di suatu tempat? Aku akan mencari mereka paman, kemanapun dan dimanapun mereka berada aku pasti akan menemukan mereka," ucap Wan Lie mantap.

Tetua Chen akhirnya ikut menyadari kejanggalan itu, mungkin yang dikatakan Wan Lie adalah benar. Mereka berada di suatu tempat yang tak seorangpun mengetahui keberadaan mereka.

"Tapi kamu harus mengingat satu hal, jika mereka benar-benar ada maka kamu harus menemukan mereka sebelum Silver Blood Moon terjadi."

"Kapan itu terjadi?"

"Kurang enam bulan dari sekarang, waktunya sangat singkat, tapi jangan khawatir kami juga akan membantu sebisa kami," jawab tetua Bao.

"Terima kasih paman, tapi aku ingin kalian tetap di sisi Fu Xie Lan dan melindunginya, aku tidak ingin sampai ia terluka, sampai aku kembali."

"Tidakkah kamu pikir sebaiknya meminta bantuan ayahmu? setidaknya ia memiliki pengawal Bai yang bisa membantumu," saran tetua Chen.

"TIDAK!"

"Aku sudah mengatakannya sebelumnya bahwa aku tidak ingin sampai orang lain tahu tentang kondisi Xie Lan, tidakkah paman ingat kejadian kemarin di perpustakaan? Mengetahui bahwa ada seorang half grip berkeliaran sudah cukup membuat orang-orang membencinya, aku tidak ingin lagi hal seperti itu terjadi," tambahnya lagi.

Sebenarnya bukan itu alasan utamanya, ia hanya mencoba memberi penjelasan tanpa harus mengungkap identitas asli ibunya. Membawanya ke ayah? Hah jangan bercanda. Itu sama saja mengantarkannya pada bahaya. Penyihir hitam bisa muncul kapan saja dan segel di tubuh ibunya belum hilang. Meskipun Lord Gu memiliki kekuatan besar namun mencoba menghindari segala macam marabahaya bukanlah sesuatu yang buruk bukan?

"Aku harus segera bergegas, paman Chen, aku ingin segela keperluanku sudah siap sebelum kembali dari kota Kanca," pinta Wan Lie.

Ya, Wan Lie akan berangkat setelah kembali dari kota Kanca, setidaknya ia ingin menemani ibunya terlebih dahulu sedikit lebih lama sebelum pergi.

"Sekarang kalian bisa pergi, biar aku yang menjaga Fu Xie Lan," perintah  Wan Lie kembali sembari bangkit dari posisinya yang ternyata duduk sembarangan di lantai.

.

.

Semilir udara masih terlalu dingin untuk dirasakan. Pantulan cahaya yang berasal dari ufuk timur masih belum terlalu menyilaukan. Suasana pagi yang masih berselimut sejuk akibat udara rindang beberapa pepohonan yang berada di sisi gedung selepas melepas embun menghantarkan harum khas pagi hari. Awal hari kembali dimulai dan sang semesta telah menulis kisahnya kembali.

Gerakan kecil yang ditimbulkan oleh seorang gadis kecil menyebabkan pria yang terlelap di sisi ranjang mengerjapkan matanya berkali-kali. Menyadari bahwa gerakan itu berasal dari ibunya seketika membuatnya terkesiap dan bangun dari posisinya.

Jendela terbuka membawa aroma tanah basah yang sangat menyegarkan. Lagi-lagi, ia ketiduran dan lupa menutup jendela kamar ibunya. Menatap kosong ke arah luar jendela dengan perasaan yang tak bisa ia deskripsikan.

"Wan Lie, apa yang kamu lakukan di sini?" sebuah suara serak khas  bangun tidur mengetuk indra pendengaranya.

"Oh, ibu sudah bangun? Selamat pagi ibu."

"Emm."

"Bagaimana sekarang? Apakah masih sakit?"

"Kurasa tidak," ucap Fu Xie Lan yang merasakan bahwa tubuhnya sudah baik-baik saja.

"Syukurlah."

"Terima kasih, Wan Lie."

"Tidak ibu, jangan berkata seperti itu, aku sangat khawa..."

"Tidak apa-apa sekarang," potong Fu Xie Lan.

Kriuk...kriuk

Sontak tangan Fu Xie Lan memegang perutnya, tiba-tiba ia merasa lapar. Sangat-sangat lapar.

"Sepertinya ibuku sedang kelaparan. Baiklah, tunggu sebentar," ucap Wan Lie dan segera meninggalkan kamar Fu Xie Lan.

Fu Xie Lan yang mengerti kemana arah perginya Wan Lie segera beranjak. Tak ingin membuang waktu sedikitpun ia memilih mandi terlebih dahulu. Meregangkan ototnya sejenak kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Beberapa saat telah berlalu. Selesai mandi dan sarapan, Fu Xie Lan mengganti Dress yang sebelumnya ia kenakan dengan pakaian yang dibawa oleh Wan Lie.

Dan di sinilah Fu Xie Lan berada. Berdiri tegak menghadap cermin, menatap bayangan dirinya yang sudah lengkap dengan setelan pria milik Wan Lie. Meskipun sedikit kebesaran di tubuhnya, tapi itu lebih nyaman daripada memakai Dress. Ia kemudian menguncir rambutnya kebelakang tanpa menggunakan riasan rambut apapun dan itu berhasil menampilkan leher jenjangnya. Sangat simple namun masih terlihat elegan. Jika orang lain melihatnya sekilas mereka mungkin akan mengira bahwa Fu Xie Lan adalah seorang pria.

Wan Lie yang baru saja memasuki ruangan setelah mendapat izin dari empunya hanya bisa tersenyum pasrah melihat kelakuan ibunya.

"Wan Lie," panggil Fu Xie Lan tanpa mengalihkan pandangannya dari benda yang memantulkan bayangan dirinya.

"Iya ibu? Apakah ibu butuh sesuatu?"

"Dimana tetua Chen dan tetua Bao?"

"Seperti biasa, tetua Chen mungkin lagi di perpustakaan, sedangkan tetua Bao, entahlah aku tidak tahu," jawab Wan Lie setengah mengangkat bahu santai.

"Kalau begitu, aku bertanya padamu saja."

"Hm?"

"Apa kamu mengetahui tentang segel yang ada di tubuhku?"

"Eh?" respon Wan Lie terkejut. Ia tidak pernah menyangka kalau ibunya akan menanyakan hal itu.

"Kenapa?"

"Eh, em itu, em tidak apa-apa ibu," jawab Wan Lie gelagapan.

" Ibu, jangan terlalu memikirkan segel itu, percaya padaku. Segel itu tidak berbahaya, dan akan segera hilang dan berhenti menyakiti ibu. Aku berjanji," sambungnya lagi.

Fu Xie Lan hanya diam mendengar jawaban dari Wan Lie, ia sangat mengetahui bahwa pria itu menyembunyikan sesuatu darinya, melihat responnya membuat dirinya tak ingin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Wan Lie. Sepertinya ia harus mencari tahu sendiri. Mana mungkin segel di tubuhnya tidak berbahaya jika efek ketika segel itu kembali bereaksi selalu membuatnya hampir meregang nyawa.

"Keluar!"

"Eh?"

"Aku ingin kamu keluar," perintah Fu Xie Lan dengan nada yang tidak begitu tinggi. Selesai mengatakan itu, ia beranjak menuju meja yang terletak tak jauh dari jendela, memilih salah satu buku kemudian duduk bersandar pada kursi yang ada di sampingnya.

"Kamu tidak lihat? Aku ingin membaca dan aku tak suka diganggu," perintahnya lagi.

"Tapi ibu, tak bisakah aku di sini saja?"

"Tidak! Sekarang keluar."

"Aku janji tidak akan menimbulkan suara sedikitpun," ucap Wan Lie dengan nada memohon. Sebentar lagi ia akan pergi, dan sekarang ia tidak ingin jauh dari ibunya barang sedetikpun.

"Ah, terserah kau saja," ucap Fu Xie Lan. Entah kenapa ia tidak bisa bersikap terlalu keras pada pemuda itu. Ia selalu melawan dirinya untuk bersikap lembut pada siapapun namun dengan pemuda itu, ia selalu berakhir pasrah dan menurutinya. Ia tidak tertarik pada Wan Lie, pun bukan perasaan suka ataupun cinta. Hanya saja ia merasakan sebuah ikatan yang ia sendiri bingung dibuatnya.

avataravatar
Next chapter