2 Siji

Ternyata semesta benar-benar sedang bermain dengan takdirku.

Minggu, 24 Juni.

Hari ini seperti biasa, cowok berperawakan tinggi dengan hoodie-nya sedang melakukan aktifitas larinya di lapangan dekat komplek.

Langkahnya melambat ketika matanya tak sengaja menangkap pasangan yang sepertinya sedang bertengkar, ia mengira bahwa si cowok dari pasangan itu telah berselingkuh karena wajah si cewek dipenuhi oleh air mata.

Ia menggeleng tak percaya dengan kejadian yang ia lihat. Memilih tak perduli lagi, ia kembali pada jalanya, tak berniat kembali berlari ia hanya berjalan dan sesekali bersenandung kecil mengikuti nada yang terdengar pada telinganya.

"Masih pagi ada aja yang ribut. Heran, jiwa bucinya kuat banget tu sejoli." Fino menggumam ketika mengingat kejadian tadi, pinginya sih tidak perduli tapi ternyata mulut dan hatinya tidak bisa berhenti ghibah tentang mereka.

"I love you when you call me sen-"

"Woy!" Fino memekik ketika lenganya terdorong ke depan, menggelengkan kepala menyadari siapa yang menyenggolnya tadi.

"Kalo putus cinta tu jangan kaya Romeo Juliet deh! Pake sok nyenggol-nyenggol segala lagi."

Tanpa membalas teriakan dari Fino, cewek itu tetap berlari ke segala arah, menjauh dan memilih menenggelamkan dirinya di balik orang-orang yang sedang bersantai di lapangan hijau. Ia lebih baik menyingkir dari keramaian seperti ini.

"Dasar cewek aneh." Fino masih saja menggumam kesal. Kenapa jadi dia yang kena senggol itu bucin satu? Padahal kan lapangan luas, ngapain malah lewat jalan yang sama dengan dirinya? Dasar aneh.

Drrtttt...

Mamih it's calling📞

Fino menatap layar ponselnya dengan kerutan di dahi. Tumben sekali ibunya menelfon, padahal kan biasanya di hari minggu seperti ini ibu tidak akan mengganggu waktunya untuk jogging.

"Ya, mih?"

"Lagi dimana, bang?"

Fino memutar bola matanya, jangan-jangan ibunya sudah lupa hari ini hari apa.

"Mamih lupa? Ini kan hari minggu, mih." Jawaban aneh dari seorang Alfino Dewangga membuat ibunya di seberang sana sukarela berdecak.

"Mamih tau ini hari minggu. Kamu kira mamih pikun, heh?"

"Lah terus?"

Orang-orang menatap ke arah Fino penasaran. Bertanya-tanya apa yang terjadi pada cowok berperawakan tinggi yang berjalan dengan earphone dan dengan raut kesalnya yang sangat kentara itu.

"Kamu kenapa sih bang? Kaya ga suka gitu mamih telfon."

"Emang ga suka," kata Fino lirih, tak bermaksud menjawab pertanyaan dari ibunya, ia menatap sekitar lapangan yang sudah mulai sepi.

Memilih mendudukan diri di kursi lapangan paling ujung, dia mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi pesan, berusaha mengabaikan suara grusak grusuk yang berasal dari ibunya.

"Heh! Mamih denger ya! Kamu mau mamih kutuk jadi kodok!?"

Tak mendengar balasan dari anaknya, ibu dari Alfino Dewangga menggelengkan kepalanya tak percaya, tak percaya karena ia melahirkan anak laki-laki yang super duper menyebalkan dan berbeda dari anak nomor duanya.

"Bang?"

Tak ada sautan dari Fino, ia justru sedang asik bermain TTS di ponselnya.

"Dewangga?"

Lagi. Tak ada sahutan dari sang empunya nama. Fina, ibunda dari Alfino Dewangga berdecak kesal, awas saja kalau dia sudah pulang ke rumah dan bertemu denganyaa.

"ALFINO DEWANGGA!"

Fino tersentak, kaget bukan main sebab telinganya benar-benar berdenging akibat suara ibunya. Astaga, dia ini sedang pakai earphone loh dan suara ibunya tidak bisa dikatakan pelan.

Melepas satu kabel earphone-nya, dia mengusap-ngusap telinganya yang masih berdenging. Ibunya jahat sekali, bisa-bisa telinganya mendadak tuli jika seperti itu terus.

"Apasih, mih?" heran Fino. Ibunya sudah benar-benar menganggu hari liburnya memang.

Fina berdecak kesal mendengar jawaban dari anaknya itu. "Apasih-apasih! Kamu mau uang jajanmu dikurangin dan dikasih ke adikmu ya!?"

Fino diam, memilih mengalah dan menghela nafasnya demi keselamatan dompetnya agar tetap penuh. "Kenapa mamihku sayang?" bersuara lembut adalah satu-satunya senjata yang ia punya demi meluluhkan hati ibunya itu.

"Kalo gini langsung lembut kan? Dasar!"

Fino berdecak. "Kan salah lagi!"

"Heh! Kamu berani ya sama mamih!"

Astaga! Rasanya Alfino Dewangga ingin menjedotkan dahinya saja ke kursi panjang yang sedang ia duduki sekarang.

Mengacak rambutnya kasar, dia kembali mengehela nafasnya. Lebih baik ia mengalah daripada urusanya makin panjang. "Oke-oke. Jadi kenapa, mih?"

"Kenapa-kenapa. Kamu ga suka mamih telfon?"

Astaga, jadi dia harus bagaimana? Rasanya ia ingin di tenggelemkan saja di dasar laut yang paling dalam.

"Mih," kata Fino lelah.

"Pulang sekarang. Ada yang pengen mamih omongin sama kamu."

Mendengar itu Fino justru semakin mengerutkan dahinya bingung. "Kenapa ga di telfon aja sih, mih?"

"Ini penting, Dewangga. Kali ini nurut sama mamih ya?"

Lagi-lagi ia berdecak. "Oke," kata Fino akhirnya mengalah.

Menatap tak habis fikir ketika layar ponselnya berubah hitam, ia harus berhati-hati karena biasanya ibu yang paling ia cinta itu pasti sedang merencanakan sesuatu di rumah.

Satu tangan yang memegang botol minuman tertarik ke samping, matanya membola ketika air mineral itu menyisakan setengah. Padahal sejak lari ia belum minum, dan cewek di sampingnya justru meminum minumanya? Astaga! Ada apa dengan hari minggu ini?

"Makasih." Cewek itu menyerahkan botol air mineral itu pada Fino.

"Lo gatau sopan santun ya?" desis Fino.

"Ah, sorry. Nanti gue bakal ganti air minum lo."

Woy! Cewek ini benar-benar tidak tahu diri. Bukan soal minumannya tapi ini soal harga diri cewek. Dia cewek loh, masa seenaknya seperti itu!?

"Gue tadi liat lo mandengin pasangan yang ribut. Jadi gue fikir lo mau bantuin tu cewe, tapi nyatanya ngga. Makanya gue ambil minuman lo ini."

"Ngomong apasih lo?"

Cewek itu berdecak. "Lo ga punya otak ya?"

"Heh! Udh ngambil minum sembarangan, malah ngomongin gue gapunya otak! Dasar cewek gila!"

Tanpa berniat membalas perkataan Fino, cewek itu berdiri dan menatap Fino sengit. "Tadi yang ribut tuh temen gue, seengganya lo bantuin tu cewek ke atau apa. Eh malah pergi. Dasar ga berperi-perempuanan!"

"Alfino Dewangga emang bener-bener tolol," katanya lagi sebelum pergi.

Bangsat! Rasanya Fino ingin menonjok bibir orang itu, kalau saja dia tidak ingat jika yang mengatakan ia tolol itu bukan perempuan, sudah dipastikan bibirnya akan robek.

"HEH! CEWEK GILA DASAR!"

avataravatar