webnovel

Great War Records 02 - Penyihir Cahaya dan Sang Ahli Pedang II

Setiap kubu telah bersiap pada posisi masing-masing, berbaris dalam formasi dan bisa menyerbu kapan saja. Kekaisaran telah menyiapkan rencananya dalam menyerang pulau melayang dengan meriam sihir sebagai pembuka, sedangkan Kerajaan telah bersiap dengan serangan awal berupa panah yang akan dikombinasikan dengan sihir para penyihir roh. Sang Ular dari Kekaisaran, Sang Jenius dari Kerajaan, para otak kedua pihak tersebut telah membuat strategi matang untuk menyerang.

Di langit, para penyihir yang melihat pergerakan pasukan di permukaan melapor kepada salah satu pemimpin mereka. Pasukan penyihir dipimpin oleh Penyihir Agung dalam komandan tertinggi, dan di bawahnya wewenang dipegang oleh kelima penyihir Intara Hexe. Kelima penyihir tersebut melayang tanpa menggunakan sapu seperti penyihir lain, hanya memanipulasi Mana dengan tubuh sebagai medium dan dapat dengan bebas menggunakan sihir. Intara Hexe bukanlah manusia, melainkan Homunculus generasi pertama yang diciptakan melalui Sihir Langit yang didapat Penyihir Agung dari salah seorang nenek moyang sihir yang disembah penduduk kota Miquator sebagai Dewa. Sebab dari keidentikan gen mereka, kelima penyihir yang berjenis kelamin perempuan tersebut memiliki paras yang serupa dari ujung rambut sampai ujung kaki, hanya kemampuan sihir saja yang membedakan mereka berlima.

Salah seorang penyihir Intara Hexe melayang ke turun sampai ketinggian seratus meter dari permukaan tanah. Sosoknya dengan rambut pirang berkibar terang di bawah langit mendung yang mulai mengeluarkan suara gemuruh, Ia adalah I tipe B0 (Ibio), seri pertama dari Intara Hexe. Pengguna sihir petir sekaligus penguasa sihir cuaca. Mengikuti Ibio, kedua penyihir dari Intara Hexe ikut menurunkan ketinggian dan melayang di sebelahnya. Di sisi kanan terlihat seri kedua, II Tipe A Gran (Iiagran), sedangkan di sisi kiri terlihat IV Tipe B (Vib) yang merupakan seri keempat dari kelima Intara Hexe. Kedua penyihir di kedua sisi Ibio memiliki sihir khusus masing-masing, Vib ahli dalam bidang sihir pelindung, sedangkan Iigaran ahli dalam sihir atribut angin.

Melihat hanya tiga penyihir terkuat Miquator yang menghampiri pasukan Kekaisaran, Li Qiang sebagai komandan merasa dihina. Pria besar dengan tubuh kekar yang berdiri di barisan terdepan pasukan itu menggertakkan giginya dengan penuh rasa murka. Mengangkat tombak tinggi-tinggi, Ia berteriak, "Maju!!!" Tetapi sebelum pasukan yang dipimpinnya mulai bergerak, sebuah suara tembakkan meriam terdengar dari garis pasukan paling belakang kekaisaran. Sebuah bola bercahaya merah melesat ke arah ketiga Intara Hexe yang melayang di udara, lalu menghantam mereka dan membuat ledakan dahsyat.

Li Qiang terkejut melihat itu. Menoleh ke belakang, dirinya sadar kalau yang memberi perintah menyerang seperti itu adalah Qibo Quon. "Kakek ..., kau juga tidak sabar untuk perang ya ...." Li Qiang menyeringai lebar. Kembali menurunkan tombak, Komandan Naga tersebut memerintah pasukkan kavaleri untuk bermanuver melebar dan dibagi menjadi dua kelompok besar untuk menyerang ketiga Intara Hexe di udara.

Sebelum asap dari hasil ledakan serangan meriam pertama menghilang, suara tembakkan selanjutnya terdengar. Kali ini bukan hanya satu, melainkan sebuah serangan beruntun meriam sihir dari garis belakang dan sampai langsung ke pasukan musuh. Tepat sasaran di udara, ledakan bertubi-tubi tercipta dan membuat angin di medan pertempuran berubah arahnya. Mendung bertambah gelap karena panas yang dihasilkan dari ledakkan, membuat muatan air di dalam awan mulai berat dan meneteskan air. Hujan turun dan perlahan mulai deras kurang dari satu menit. Sebelum pasukan kekaisaran selesai bermanuver memutar untuk mengepung para penyihir, asap dari hasil ledakkan menghilang karena hujan.

"A-Apa!? Mereka sama sekali tidak tergores?" Li Qiang yang masih berdiri di tempatnya terkejut melihat ketiga penyihir tersebut sama sekali tidak bergeming. Di balik lapisan sihir pelindung transparan yang dibuat oleh Vib, seri keempat dari Intara Hexe, ketiga penyihir tersebut sama sekali tidak terluka.

Melakukan peran masing-masing dalam formasi tiga anggota, mereka mulai mempersiapkan serangan. Ibio merentangkan kedua tangannya ke samping, lalu mulai merapalkan sihir serangan sekala besar yang bercampur dengan transformasi sihir kuno. Berperan sebagai pengalih, Iiagran menurunkan ketinggian dan mengulurkan telapak tangannya ke arah Li Qiang yang berada di dalam jarak pandang.

"Angin dalam kehendak, menjadi padan ... melakukan apa yang diriku perintah. Tombak adalah wujud dasar, karena itu muncullah!"

Angin berkumpul dengan cepat dan membuat sebuah tombak transparan dengan tekanan udara tinggi, senjata tersebut melayang di sekitar Iiagran dan mulai berputar pada porosnya. Menghadapkan ujung tajamnya ke arah pasukan Kekaisaran di depan, tombak tersebut langsung melesat ke cepat ke arah pria kekar di bawah.

"Hah!" Li Qiang menyeringai melihat serangan tersebut datang. Berancang-ancang dengan senjatanya, dengan sekali tebas pria itu menghancurkan tombak angin yang datang. Partikel hijau sekilas terlihat saat ujung tombak melengkung Li Qiang menghancurkan sihir angin tersebut. Tidak membuang waktu lama, pria itu langsung berlari cepat ke depan. Menginjak tanah yang becek karena hujan, langkahnya sama sekali tidak terhambat. Kaki tanpa alasnya bergerak dengan cepat, bahkan melebihi kecepatan kuda dan langsung mengarah ke ketiga Intara Hexe.

Dalam jarak yang sesuai, pria berbadan kekar itu berancang-ancang meloncat setelah mengumpulkan momentum dengan berlari. Dengan satu kali loncatan saja, pria tersebut bisa mencapai ketinggian lebih dari seratus meter dan sampai pada ketinggian yang sama dengan ketiga penyihir tersebut. Iiagran dan Vib terkejut melihat ada manusia bisa meloncat setinggi itu hanya dengan kekuatan fisik. Sebelum mereka bersiap, Li Qiang langsung mengayunkan tombaknya ke arah Iiagran.

"Mati!!"

Tangk!! Tombaknya membentur sesuatu yang keras sebelum mengenai leher Iiagran. Vib mengubah posisi sihir pelindung untuk digunakan kepada Iiagran. Saat hembusan angin kencang tercipta dari benturan tersebut, pria itu menyeringai karena tujuan serangan awalnya sesuai incaran. Memegang perisai transparan di hadapan, Li Qiang menggunakannya sebagai pijakan, dan langsung meloncat lebih tinggi ke arah Ibio yang masih merapalkan sihir serangan sekala luas. Li Qiang mengayunkan tombaknya sekuat tenaga, mengerahkan seluruh otot tangan kanannya untuk menghasilkan serangan sangat cepat dan kuat.

Tetapi sebelum ujung tombaknya mengenai Ibio, tiba-tiba dirinya langsung berpindah dengan cepat dan berdiri di permukaan tanah becek. Dengan wajah bingung, pria itu berhenti mengayunkan tombaknya. "Apa yang terjadi?" Ia menoleh ke kanan dan kiri karena tidak paham mengapa dirinya bisa berada di bawah.

"Sudah diriku bilang untuk menghindari pertarungan jarak dekat .... Itu sangat merugikan bagi penyihir."

Mendengar suara itu, Li Qiang mendongak ke atas dan melihat ketiga penyihir yang seharusnya berada dalam jarak jangkauan serang. Di antara mereka yang berada di udara, terlihat sosok Penyihir Agung yang mulai menurunkan ketinggian bersama penyihir lain yang terbang menggunakan sapu.

"Eh? Kenapa bisa ...?"

Semakin menurunkan ketinggiannya, Penyihir Agung berkata, "Sepertinya engkau kebingungan, pemuda. Itu sihir ruang, diriku memindahkanmu ...."

"Sihir ruang keahlianmu ya! Bukannya itu hanya bisa dilakukan kalau Mana milikmu menyentuh langsung benda yang akan dipindahkan? Dan juga, itu boros tenaga kalau memindahkan makhluk hidup, 'kan!?" teriak Li Qiang seraya menatap kesal.

"Oh, apa Ular memberitahumu? Huh, rasanya sedih harus melawan anak didik sendiri seperti ini. Perang itu ... memang cara terburuk untuk menyelesaikannya. Tapi kurasa hanya itu yang anak didikku itu tahu .... "

"Diam kau Nenek Sihir! Dasar monster!"

Li Qiang memasang kuda-kudanya dan memegang tombak dengan dua tangan. Aura tempur meningkat drastis dan sekujur tubuhnya terlihat seperti mengeluarkan uap putih. Berancang-ancang untuk menyerang, pria itu langsung meloncat tinggi ke arah Penyihir Agung yang berada di ketinggian sekitar 50 meter. Sebelum tombaknya mengenai sasaran, Li Qiang dikembalikan ke permukaan tanah dan berdiri dengan wajah bingung karena dipindahkan tanpa jeda waktu satu detik pun.

"Tch! Lagi?!"

"Percuma menyerang. Engkau tahu, anak muda. Sihirku sudah menyebar ke seluruh medan perang. Kalau diriku mau, satu jentikkan jari saja semua orang di medan perang ini bisa diriku pindahkan ke laut."

"Hah! Hanya gertakan! Kau akan langsung mati kalau melakukan itu!"

Penyihir Agung hanya memasang wajah datar mendengar itu. Menarik napas karena intimidasi tidak berjalan lancar, Ia mengulurkan telapak tangan kenannya ke arah Li Qiang dan mulai membuat lingkaran sihir.

"Engkau tahu, hujan ini sudah bersatu dengan Mana milikku. Engkau pikir penyihir akan bertarung di medan yang tidak menguntungkan mereka, pemuda?"

Mengangkat lingkaran sihir ke atas, sebuah Mana mentah ditembakkan ke udara dan menghilang di telan langit gelap. Gemuruh petir mulai terdengar, hujan bertambah deras dan angin bertiup semakin kencang. Proses perapalan sihir yang dilakukan Ibio sudah sampai pada tahap akhir dan siap untuk digunakan.

"Ini akhir bagi kekaisaran. Kalian pikir kami tidak menyusun cara yang lebih efektif untuk melawan setelah berperang dua kali dengan kalian?" ucap Penyihir Agung.

Tubuh Ibio yang merapalkan sihir dalam sekala besar mulai terangkat ke udara, lebih tinggi dari pulau melayang. Saat petir dari balik menyambar tubuhnya, kilatan tersebut langsung tersebar dan masuk seakan petir alam disedot ke dalam tubuh. Menyalurkannya keluar dan mengolah elektron dalam sekala raksasa tersebut, sebuah jaringan mulai tercipta dan dua pasang sayap petir mulai tumbuh dari punggung Ibio. Pada tubuh berselimut petir berwarna putih terang tersebut, sebuah halo berbentuk runcing pada bagian luar muncul di atas kepala salah satu penyihir Intara Hexe tersebut. Sosok itu terlihat tidak seperti makhluk mortal lagi, melainkan seperti seorang malaikat bersayap petir.

"Oi oi, jangan bilang kalau itu sihir Malak?" Li Qiang gemetar melihat sosok tersebut. Meski itu pertama kalinya pria itu melihat sihir transformasi tersebut, tetapi secara insting dirinya sadar kalau itu bukanlah kabar baik bagi pasukan kekaisaran.

"Hmm, benar. Sihir itu adalah Malak, Fragmen Baraq." Penyihir Agung kembali menaikkan ketinggiannya dan hendak meninggalkan garis depan peperangan dengan kekaisaran.

Li Qiang tidak bisa bergerak karena sadar dirinya diincar langsung oleh sosok Ibio yang berubah menjadi imitasi malaikat. Saat dirinya terdiam, pasukan penyihir turun dan memulai serangan kepada pasukan kavaleri kekaisaran yang tersebar di kedua sisi medan perang. Perbedaan ketinggian membuat itu menjadi penyerangan satu arah, para pasukan kavaleri tidak bisa mendaratkan serangan tombak mereka pada penyihir meski senjata dilemparkan. Semua penyihir yang menyerang benar-benar telah menemukan cara paling efektif dengan hanya menggunakan penyihir khusus serangan jarak jauh untuk menyerang, hal tersebut didapat dari pengalaman mereka di peperangan sebelumnya.

Melihat pasukannya mulai dibantai, Li Qiang sama sekali tidak bergerak karena instingnya yang kuat memerintahkan tubuh secara paksa untuk tetap di tempat. Tatapan dari sosok berselimut petir di udara benar-benar memberikan intimidasi kuat. Menggigit bibirnya sendiri dan melawan insting tersebut, Li Qiang melangkahkan kaki dan berlari kencang ke sayap kanan pasukannya untuk membantu.

Belum sempat berlari dua ratus meter, Ibio langsung melesat cepat di udara dan menghadang Li Qiang. Sosok petir bersayap tersebut tidak langsung menyerang, hanya mengintimidasi dan tidak membiarkan Komandan Naga tersebut lewat.

"Sialan, dasar Puppet Witchcraft!"

Bola meriam kembali melesat ke barisan paling depan dengan tiba-tiba, lalu langsung menghantam para penyihir yang sedang membantai pasukan kekaisaran. Diikuti hal tersebut, pasukan infanteri mulai bergerak maju menyerbu dengan membawa panahan.

Tembakan dari pasukan altileri berlanjut, meledakkan para penyihir yang tadinya unggul dalam alur peperangan. Tubuh mereka hancur dan darah serta daging gosong mereka berceceran dari udara. Melihat hal tersebut, dua penyihir Intara Hexe terkejut dan langsung bergerak. Iigran langsung melesat ke arah pasukan altileri untuk menyerang, sedangkan Vib melesat ke arah pasukan penyihir untuk memasang sihir pelindung.

Mengetahui alur peperangan tidak condong ke pihak Kota MIquotor lagi, Li Qiang menyeringai gelap dan menatap tajam sosok imitasi malaikat yang melayang di hadapannya. Sorot matanya bagaikan seekor naga yang melahap langit, tidak merasa takut dengan sosok yang lebih superior keberadaannya.

"Heeeeh! Terima kasih, Kakek! Dengan ini, aku bisa bertarung sepuasnya!"

Li Qiang menggunakan Battle Art miliknya. Pria itu memutar bagian tengah gagang tombak, lalu melepasnya menjadi dua bagian. Pada gagang tanpa mata tombak, mulai dialirkan Mana dan membentuk mata tombak melengkung bercahaya yang murni berwarna merah darah, sedangkan pada gagang yang memiliki mata tombak diselimuti Mana berwarna keemasan. Pada tubuh pria tersebut mulai bercahaya terang dan terlihat seakan mengenakan sebuah zirah dengan bentuk seperti seekor naga. Tangan kiri memegang senjata tombak dengan kekuatan napas api, tangan kiri memegang tombak dengan kekuatan cakar naga. Berjalan merentangkan kedua senjatanya tersebut ke samping, Li Qiang kembali tersenyum lebar.

Secara otomatis Ibio merespons peningkatan aura tempur tersebut, wujud imitasi malaikat itu langsung menciptakan senjatanya dengan petir. Sebuah pedang petir di tangan kanan dan bola petir di atas telapak tangan kiri. Dalam petir bersinar terang yang menyelimuti tubuhnya, sosok tersebut langsung melesat ke arah Li Qiang. Sebuah ayunan pedang petir mengarah ke pria kekar itu, menggunakan refleks Li Qiang menghindar dan hanya mengikis aura pelindungan di sekujur tubuhnya.

Merendahkan posisi kuda-kudanya dan masuk ke titik buta Ibio, Li Quang langsung menusukkan tombak di tangan kiri. Serangan tersebut telak mengenai sasaran, tetapi karena petir yang melindungi tubuh Ibio, tombak sama sekali tidak bisa menusuk masuk sampai dada. "Kena kau!" Li Qiang langsung mengaktifkan Mana berbentuk mata tombak merah di ujung senjatanya, sebuah ledakkan kuat yang tercipta dari jarak sangat dekat dan mementalkan tubuh pria itu.

Berdiri kembali setelah terpental beberapa meter ke belakang, Li Qiang melihat Ibio sama sekali tidak terluka terkena serangan tersebut. Imitasi malaikat tersebut masih melayang beberapa sentimeter pada tempatnya, memberikan tatapan mati dengan mata biru menyala dan rambutnya berkibar terang. Mengamati ada yang sedikit berbeda darinya, Li Qiang sadar kalau panjang rambut imitasi malaikat semakin pendek karena terbakar oleh petirnya sendiri. Kembali meningkatkan pengamatan, jari kiri kelingking Ibio sudah menghilang dan jari kelingking kanan sudah mulai retak.

"Begitu ya, hah! Meski bisa menyerap energi alam dan menggunakannya, tapi tubuh itu hanya sebuah wadah yang tidak bisa menampung kekuatan dahsyat seperti itu. Ada batas waktunya dan itu bersifat destruktif pada tubuh sendiri ...."

Hal serupa sebenarnya diderita oleh Li Qiang, kekuatan Battle Art wujud naganya tidak bisa dipertahankan lebih dari satu jam karena pada dasarnya menguras cepat stamina dan membebani otot-otot tubuh. Menarik napas dalam-dalam dan hanya melepas aura berbentuk zirah miliknya untuk menghemat stamina, Li Qiang meningkatkan tekanan Mana pada ujung kedua senjatanya.

Tanpa menunggu lama, pria itu langsung melesat menyerang. Tombak di tangan kiri diayunkan, dilanjutkan dengan serangan berputar tombak di tangan kanan. Serangan bertubi-tubi dilancarkannya ke arah Ibio, tetapi hal tersebut sama sekali tidak bisa mendorong mundur sosok tersebut. Imitasi malaikat itu terus melayang pada tempatnya dan tambah meningkatkan petir putih di sekitar tubuh sebagai pelindung. Itu bukanlah sebuah pertahanan yang dilakukan dengan santai, satu demi satu jemari imitasi malaikat tersebut menghilang menjadi abu karena dikonsumsi untuk media perubahan wujudnya.

Pada saat kecepatan serangan Li Quang berkurang karena kelelahan, Ibio langsung menyerang balik menggunakan pedang petir yang dipegang dengan tiga jari yang tersisa. Serangan tersebut telak mengenai kepala Li Qiang karena tidak sempat menghindar, tubuhnya terpental seketika dan melayang beberapa meter di udara. Mendarat di permukaan tanah dengan posisi terkapar, pria itu diserang kembali dengan sebuah serangan bola petir. Sebuah sambaran sangat keras mengenai tubuhnya, membuat tanah di sekitar tempatnya terbakar sampai hangus.

Suasana menjadi senyap, hujan deras terasa jelas menerpa, dan suara pertarungan antara penyihir dan pasukannya terdengar jelas oleh Li Qiang yang terkapar dengan kesadaran pudar. Merapatkan giginya, Komandan Naga tersebut kembali berdiri dengan tubuh penuh luka bakar dan mengeluarkan asap. Seakan seekor naga yang murka, Ia menyilangkan kedua senjatanya dan mulai meningkatkan aura tempur untuk bertarung kembali.

"Kau pikir petir bisa membunuhku? Ha!? Kita mulai ronde kedua, sialan!"

Ibio ikut meningkatkan tekanan sihirnya. Mengorbankan kedua tangannya menjadi petir dan hancur menjadi partikel-partikel, imitasi malaikat tersebut menumbuhkan sepasang sayap petir lagi dan meningkatkan tekanan sihirnya. Kedua tangannya yang hancur mulai tumbuh kembali. Tetapi bukan tubuh fisik, melainkan tangan dari petir padat dan memegang pedang petir pada kedua tangan.

Kaki mulai dikorbankan Ibio, hancur menjadi medium. Dialirkan energi pada tubuh, dua pasang tangan petir padat mulai tumbuh dari punggung sosok imitasi tersebut. Sebuah wujud petir dengan enam sayap dan empat tangan yang masing-masing memegang pedang petir tercipta. Itu sudah tidak terlihat seperti manusia lagi di mata Li Qiang.

Melihat wujud tersebut, rasa terbebas karena melawan sebuah sosok tidak berbentuk manusia membuat Li Qiang melepas batas dirinya. Pria tersebut membuang jauh-jauh rasa kejantanan karena melawan seorang perempuan.

"Hah! Ternyata kau hanya monster ya!" hina pria tersebut.

««»»

Di sisi lain medan pertempuran, Kerajaan Felixia masih belum memulai serangannya dan dengan keheningan menunggu di tengah hujan deras. Jarak pandang terbatas, dingin meresap sampai ke tulang, dan tekanan dari suara peperangan di sisi lain medan tempur membuat semangat prajurit kerajaan tidak sekuat beberapa jam yang lalu. Seakan tidak mempermasalahkan semua hal tersebut, Gaiel sebagai komandan tertinggi sama sekali tidak memerintahkan untuk menyerang dan hanya memberikan masukan perubahan rencana kepada pasukannya.

Menunggang kuda di barisan paling depan, sosok Gaiel sama sekali tidak terlihat gentar meski para penyihir sudah menurunkan ketinggian dan semakin mendekat. Dari sekitar tiga ratus penyihir yang akan bertempur, dua di antara mereka adalah Intara Hexe. Seri ketiga dan kelima, III Tipe N (Iin) dan M4-V-I tipe S (Mavis). Iin adalah penyihir yang menggunakan sihir khusus beratribut air, sedangkan Mavis beratribut cahaya.

Melihat para penyihir tersebut, Gaiel mengangkat tangan kanannya dan memberi aba-aba. Itu bukanlah sebuah perintah menyerang, melainkan sebuah perintah mundur untuk pasukan kavaleri dan infanteri. Melihat pergerakan aneh tersebut, Iin dan Mavis sebagai komandan para penyihir langsung kebingungan.

"Bukannya mereka yang akan menyerang kita? Kenapa malah mundur?" tanya Mavis pada Iin. Tidak bisa menjawabnya, seri ketiga Intara Hexe tersebut hanya menaikan kedua sisi pundak. Para penyihir Kota Miquator lainnya mulai ikut bingung, Kerajaan Felixia benar-benar menarik pasukannya mundur.

Terdiam di langit tanpa pergerakan, para penyihir tidak menyadari tipu muslihat yang tersembunyi dari pergerakan pasukan Kerajaan Felixia. Taktik mundur tersebut hanya sebagai pengecoh untuk membuat mereka tidak menyadari garis belakang pasukan Felixia sudah tidak ada di posisi. Mundur sejauh tiga kilometer ke arah Pegunungan Perbatasan, para pasukan kavaleri dan infanteri berhenti dan kembali membentuk formasi perang.

Para penyihir hanya kebingungan melihat hal tersebut. "Heh? Kenapa malah berhenti? Apa mereka ingin memancing kita? Mereka pikir kita akan terjebak perangkap seperti itu?" ucap Mavis dengan nada kesal. Tetapi saat salah seorang penyihir mendekatinya dan berbisik, wajah Penyihir Cahaya langsung terbelalak. "Apa!? Pasukan Felixia sampai di medan perang Kekaisaran dan membantu mereka!? Sejak kapan ...." Mavis melihat ke arah pasukan Kavaleri dan Infanteri berat kerajaan, menyadari kalau jumlah mereka lebih sedikit dan tidak terdapat satu pun penyihir kerajaan, dirinya sadar kalau mereka sudah melakukan mobilitas tanpa disadari.

"Putar haluan! Kita bantu rekan-rekan kita juga," ucap Iin. Mereka langsung terbang membelakangi pasukan kerajaan dan melesat ke medan pertempuran lain yang sedang berlangsung.

Melihat pergerakan penyihir yang terbang menunjukkan bokong mereka seperti itu, Gaiel menyeringai dengan gelap karena tujuannya tercapai. Pasukan yang dimobilisasikan untuk membantu Kekaisaran hanya sebesar satu divisi saja, dan hal tersebut bukan berarti untuk benar-benar membantu kekaisaran. Mengangkat tangan kanannya sebagai tanda beralih ke tahap lanjutan rencana, para penyihir yang menyemar menjadi infanteri dan kavaleri melepaskan zirah dan mulai mengenakan perlengkapan sihir mereka. Menurunkan tangan kanan, sebuah sihir api dan cahaya ditembakkan ke langit hujan badai. Itu adalah pesan untuk pasukan yang sedang berada di medan perang kekaisaran untuk bermanuver kembali, dan juga sebagai tanda maju untuk pasukan kerajaan yang tadinya mundur. Tujuan dari strategi tersebut adalah untuk mengepung para penyihir dari dua arah dan membatasi ketinggian mereka dengan bertarung di bawah pulau raksasa para penyihir Miquator yang sekarang hanya melayang kurang dari dua ratus meter saja.

Tanda tembakan sihir di udara terlihat oleh beberapa penyihir Miquator yang sedang terbang ke sisi lain medan pertempuran, tetapi mereka tidak menyadari artinya dan terus melesat. Ketika melihat satu divisi kavaleri mendekat dari arah depan mereka dan mendengar suara sorak dari arah belakang, para penyihir Miquator baru sadar kalau hal mereka terjebak dalam strategi yang digunakan pasukan kerajaan. Hendak menaikkan ketinggian, pulau benteng Aldebaran yang melayang di atas mereka membatasi.

"Sialan, lagi-lagi mereka menggunakan cara licik!" Mavis murka sampai keningnya berkerut. Terbawa emosi, Penyihir Cahaya tersebut memberikan perintah menyerang kepada para penyihir bawahannya.

Itu adalah salah satu jebakan lain dari strategi yang dibuat Gaiel, pasukan kavaleri kerajaan yang menyerang dari dua arah berhenti melakukan mobilitas, lalu berjalan memutar sesuai arah jarum jam dan tidak masuk ke bawah pulau melayang. Pergerakan itu sangat ganjil dan membuat penyihir yang hendak menyerang kebingungan. Dari pasukan kavaleri yang bergerak memutar, pasukan infanteri yang memiliki mobilitas lebih lambat sampai di titik yang telah direncanakan. Mereka mulai membentang dan berbaris memutar untuk mengunci para penyihir Miquator tetap berada di bawah pulau melayang.

Tanpa bisa melakukan satu pun serangan, para penyihir tersebut benar-benar terkepung oleh pasukan kerajaan yang menyebar memutar dan mengunci mereka di bawah pulau melayang mereka sendiri. Suasana berubah senyap sesaat, membuat tekanan mental para penyihir meningkat dan rasa takut mulai membuat semangat turun. Jumlah pasukan kerajaan yang disebarkan seperti itu benar-benar memberikan dampak intimidasi kuat dalam medan pertempuran.

Dari barisan para prajurit kerajaan, Garid Luke dan Midas Luke maju ke depan dengan menunggang kuda mereka. Di belakang kedua sosok pedang Kerajaan Felixia tersebut, para Shieal masing-masing mengikuti di belakang. Sebagai seorang pemimpin perang, sebuah kewajiban bagi mereka untuk berkontribusi besar dan cara paling cepat untuk hal tersebut adalah berdiri di barisan depan untuk memimpin serangan pembuka.

Melihat mereka mulai maju, Gaiel sedikit terlihat tidak senang karena rencana yang dianggapnya sempurna harus diakhiri dengan pertempuran. "Yah, memang perang tanpa darah itu sulit terjadi .... Tapi, aku tetap berharap peperangan ini tidak ada korban. Rasanya kehilangan itu ... menyakitkan," benak Gaiel. Sesaat sosok komandan tertinggi pasukan Felixia tersebut mengingat keluarganya dulu yang mati terbantai dalam peperangan yang menyasar ke salah satu kota tempat tinggalnya. Pada saat masih kecil, Gaiel sudah menjadi yatim piatu dan berkelana ke penjuru tempat bersama karavan pedagang, lalu pada akhirnya menetap di Kota Miquator sampai berusia 16 tahun. Mengingat kembali kenangan dari kota yang memberinya pengetahuan dan cara hidup, Gaiel memang merasa tidak ingin menumpahkan darah sama sekali.

Garid dan Midas menghentikan kuda mereka. Turun dan berpijak pada tanah, kedua sosok Keluarga Luke tersebut menarik pedang mereka dan langsung siap tempur. Aura biru terang menyelimuti tubuh Midas, sedangkan Garid sama sekali tidak mengeluarkan aura tempur dan hanya memancarkan nafsu membunuh.

"Garid ..., serangan dia pembunuh salah satu Shieal yang mendampingimu." Midas menunjuk ke arah para penyihir Miquator, tidak terlalu jelas pria tua tersebut menunjuk ke arah siapa. Meski begitu, bagi Garid perintah tersebut sangat jelas. Pada peperangan sebelumnya dimana kekalahan ditelan bulat-bulat oleh Kerajaan Felixia, salah seorang yang mendampingi Garid sejak kecil terbunuh oleh salah seorang penyihir di atas sana. Sosok pendamping yang tersisa hanya Urka Neta, perempuan yang mendampingi Garid sejak masih anak-anak.

Beberapa langkah kaki ke depan, pria berambut cokelat tersebut mengayunkan pedangnya secara vertikal. Itu bukanlah gerakan sembarang, dalam saat tanpa jeda sedetik pun, Iin yang melayang di udara tiba-tiba terkena tebasan pada perut dan melayang jatuh. Mavis yang berada di dekatnya terkejut akan hal tersebut, Ia langsung menangkap saudarinya itu dengan panik.

Dari bawah, Garid memberi tatapan datar dan kembali mengayunkan pedangnya secara vertikal. Sekali lagi pada saat yang bersamaan, sebuah tebasan mendapat pada punggung Iin dan membuat darahnya mengalir keluar dengan deras. Garid berhenti menyerang, Ia menyarungkan pedangnya dan menjatuhkannya ke tanah. Mengulurkan tangan ke samping, Urka Neta membawakan pedang lainnya kepada Garid.

Apa yang menjadi serangan putra sulung Keluarga Luke tersebut adalah Koordinat Serangan yang merupakan kekuatan khusus miliknya. Garid tidaklah bisa menggunakan Mana untuk Battle Art atau manipulasi penguatan lain, Ia adalah seorang Native Overhoul dengan kekuatan khusus untuk koordinasi serangan mutlak pada objek yang dilihatnya. Entah itu dilindungi kekuatan sihir sekuat apapun, serangannya pasti akan sampai pada sasaran selama dapat dilihat oleh mata. Batas dari kekuatannya tersebut adalah hanya bisa menyerang dua kali menggunakan senjata yang sama, karena itulah setiap dua serangan dirinya harus mengganti senjata.

"Mati!" Garid mengayunkan pedangnya secara horizontal. Pada serangan tersebut, Garid mengincar leher Iin dan, pada waktu yang sama kepala dari seri ketiga Intara Hexe tersebut langsung terpenggal. Tepat di dalam dekapan Mavis, sosok saudarinya yang kepalanya terputus dan jatuh ke bawah terlihat. Momen itu sangat membekas dalam mata Mavis, menjadi kebencian dengan cepat dan membawa murka dalam diri Penyihir Cahaya tersebut.

Meneteskan air mata, Mavis menyerahkan jasad saudarinya tersebut kepada salah satu penyihir dan memerintahnya untuk membawa jasad tersebut ke atas Aldebaran. Melayang turun ke bawah sampai kaki menginjak permukaan tanah, Mavis mengambil kepala saudarinya dan terduduk lemas seraya menggenggamnya dalam pelukan. Berbeda dengan para Intara Hexe lainnya, Mavis adalah satu-satunya seri yang diberikan perasaan sebagai unsur internalnya. Karena hal tersebut, dialah yang paling mirip dengan manusia dan menjadi sosok paling sempurna jika dibandingkan dengan saudari-sadarinya.

Perlahan kepala Iin yang berada dalam pelukan Mavis mencair menjadi sebuah zat seperti cairan perak. Zat tersebut mulai masuk ke dalam tubuh Mavis, lalu diserap oleh Inti Sihirnya untuk tidak membiarkan kematian saudarinya tersebut sia-sia. Semua pasukan kerajaan Felixai yang melihat hal tersebut terdiam, melihat perempuan itu duduk menangis meratapi kematian saudarinya.

Seakan tidak memedulikan hal tersebut, Garid mengangkat pedangnya dan hendak melancarkan serangan koordinat. Tetapi sebelum pedang diayunkan, sosok Mavis tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Garid menurunkan senjata, matanya langsung melihat datar ke kanan dan kiri mencari sosok perempuan tersebut. Tanpa disadari putra sulung Luke tersebut, sebuah panah cahaya telah melesat dan menusuk Urka Neta. Melihat perempuan berseragam pelayan yang membawa tumpukan pedang tersebut jatuh ke belakang, Garid dan Madis terkejut karena serangan itu sama sekali tidak terdeteksi.

"Neta!" Garid langsung berlutut dan berusaha menghentikan darah pada luka yang terbuat dari panas cahaya yang menancap tepat pada dada kiri perempuan tersebut. Itu mengenai jantung, dan tatapan kosong dari perempuan tersebut menandakan kalau nyawanya telah melayang. Menutup lubang menganga pada dada Urka Neta dengan tangan kedua tangan, Garid menundukkan kepala. Amarah benar-benar menyelimutinya.

Kembali berdiri dengan tangan berlumur darah, putra sulung keluarga Luke tersebut mengambil dua pedang yang dijatuhkan Urka Neta. Menatap datar putranya tersebut, Madis sama sekali tidak ada niat menghentikan amarah putranya tersebut. Dirinya tidak punya hak untuk melakukan hal tersebut karena sosok ayah di Garid sudah tidak ada, Madis hanya dianggap pemuda tersebut sebagai sosok kepala keluarga.

"Garid, aku bantu ...." Madis mengangkat pedangnya dengan kedua tangan. Meningkatkan aura, pria tua tersebut menyebarkannya untuk mendeteksi keberadaan Mavis di tempat tersebut. Pria itu tahu setelah melihat panah cahaya yang melesat tadi itu merupakan salah satu sihir manipulasi atribut cahaya, sebab itu dirinya memperkirakan kalau penyihir yang menghilang tadi menggunakan sihir pembiasan cahaya untuk menyembunyikan sosoknya.

Di saat suasana tegang dan mencari kelengahan masing-masing, sebuah pergerakan tidak terduga terjadi. Sosok dari pemimpin para penyihir Miquator datang ke medan perang tersebut. Sosok itu terlihat melambangkan kehancuran dengan rambut ungu gelapnya yang berkibar, serta aura sihir yang kuat terpancar darinya membuat bulu kuduk para pasukan kerajaan berdiri. Penyihir Agung tersebut telah mengetahui kalau salah satu ciptaannya yang sudah dianggap sebagai putrinya sendiri meninggal, air mata samar-samar mengalir membasahi wajahnya yang basah karena hujan.

"Mavis, mundur!!" teriak Penyihir Agung.

Mendengar perintah tersebut, Mavis menghilangkan sihir pembiasan cahaya dan sosoknya terlihat melayang ke arah sosok yang memberikan perintah tersebut. Garid menatap tajam Mavis, begitu pula sebaliknya. Dendam kesumat benar-benar tertanam dalam benak kedua orang tersebut.

Madis melangkah maju, lalu menodongkan pedangnya ke arah Penyihir Agung. "Wahai pemimpin Kota Miquator, menyerahlah! Pasukanmu sudah tidak bisa menang!" ujar Madis lantang.

Mendapat perkataan seperti itu, Penyihir Agung hanya menatap dengan datar. Ia menunjuk ke bawah, lalu berkata, "Semuanya, bentuk formasi Bintang Barat dan mulai serangan."

Para penyihir mulai membuat lingkaran sihir masing-masing dalam formasi lingkaran pentagram di udara, lalu menyatukannya dalam kesatuan struktur sihir dan membuat lingkaran sihir raksasa di udara. Melihat hal itu, Madis berteriak lantang, "Serang!!" Pedang dan tombak diangkat, sihir dan panah dilesatkan. Peperangan sesungguhnya langsung dimulai pada saat aba-aba tersebut terdengar.

Pada tempatnya, Gaiel tidak mengambil tindakan untuk mencegah pertempuran yang terjadi menggunakan akalnya. Sebagai seorang komandan, dirinya tak bisa melakukan hal tersebut karena alur yang ada sekarang tidak merugikan pihak kerajaan. Memasang wajah sedih, pria yang duduk di atas kuda dan kedua sisinya dilewati para pasukan tersebut hanya terdiam.

Dart yang ikut serta dalam pasukan meloncat tinggi, lalu berdiri di bagian atas belakang kuda yang ditunggangi Gaiel. Memukul ringan kepala komandan tersebut, putra sulung Luke berkata, "Oi! Kenapa malah bimbang? Bukannya kau bilang sudah membulatkan tekad? Kau sendiri tahu kalau masuk ke medan perang berarti seperti ini, bukan?" Gaiel menoleh ke belakang, lalu memberikan tatapan sedih.

"Aku tahu, Dart .... Tapi ..., melawan kota yang telah membesarkanku rasanya memang sakit. Meski sudah memaksamu masuk ke medan perang, sungguh menyedihkan berkata seperti ini ya ...."

"Kalau begitu, kau mau menyerah dengan tujuanmu? Bukannya kau mencintainya, bukan? Karena itu kau harus hidup ..., menjadi orang hebat dan diakui semua orang, supaya kau punya hak untuk melamar Tuan Putri kita .... Kau harus pantas menjadi Raja selanjutnya. Kursi itu sudah kosong sekarang karena kematian raja kita ..., tinggal kau pantas atau tidak untuk mendudukinya nanti."

"Ya ..., tentu saja aku mencintai Purti Dalia. Di dunia ini diriku sangat yakin kalau aku yang paling mencintainya ...."

"Begitu ya. Sebagai sahabat, aku senang mendengarmu bisa jatuh cinta seperti itu."

Dart menarik kedua pedang di kedua sisi pinggangnya, lalu melepaskan sabuk tempat meletakkan senjatanya tersebut. Memutar-mutar pedang untuk melakukan peregangan pergelengan, pemuda berambut hitam tersebut mulai meningkatkan aura tempurnya. Melihat dua penyihir datang dengan sapu terbang mereka, Dart sedikit mendongak dan langsung menyerang.

Tanpa bisa ditangkap oleh mata, kedua penyihir yang melayang mendekat itu langsung terpenggal kepalanya dengan rapi dan jatuh. Tebasan Dart tersebut bukanlah koordinat serangan seperti milik kakaknya, tetapi lebih semacam teknik yang dikembangkan dari gabungan aliran pedang di dalam keluarganya.

"Kalau begitu, aku maju ya. Jangan sampai mati loh, kalau tidak aku rusak makammu nanti, Gaiel."

"Hah, aku yang seharusnya bilang begitu. Kalau mati jangan menghantuiku ya."

Dart meloncat ke udara, lalu menggunakan Mana yang dipadatkan sebagai pijakan, pemuda tersebut kembali meloncat dan terus menggunakan cara yang sama untuk berjalan di udara. Gaiel memutar haluan kudanya, lalu bergerak ke titik lain pertempuran untuk memberikan arahan tambahan kepada para prajurit dan ksatria kerajaan.

Dart yang melesat di udara menggunakan Mana padat sebagai pijakan menebas satu persatu penyihir yang dilewatinya. Teknik pedang yang digunakannya sangatlah tidak masuk akal, setiap mengayunkan pedang tangannya seakan tidak terlihat bergerak sama sekali. Melewati penyihir dan menebas mereka dengan tanpa berkeringat sedikit pun, Ia membantai dengan santai layaknya seorang mesin pembunuh. Saat hendak membunuh penyihir untuk kelima puluh kali, tiba tiba-tiba dirinya dipindahkan dan langsung berdiri di atas permukaan tanah tanpa disadari.

Terlihat bingung untuk sesaat, dirinya dengan cepat menyimpulkan kalau itu ulah dari Penyihir Agung yang dikenal juga dengan sebutan Penyihir Ruang. Dart berlari di antara prajurit dan kesatria kerajaan Felixia untuk tidak membiarkan dirinya dikunci oleh para penyihir di atas. Pemuda itu sangat berpengalahan dalam bertarung solo di medan perang, pengalaman dari peperangan di daerah gurun Kerajaan Ungea benar-benar membuatnya menjadi sosok yang lebih kuat dari ayah dan kakaknya.

Menghilang dalam barisan prajurit menggunakan teknik Langkah Dewa, tiba-tiba Dart telah berada di belakang Penyihir Agung yang memindahkannya tadi. Semua penyihir dibuat terkejut karena kemunculan tiba-tiba pemuda itu. Mavis yang tadinya menggunakan sihir kamuflase pembiasan cahaya harus menghilangkan sihirnya, lalu menyerang Dart yang muncul tiba-tiba tersebut.

Sihir pedang cahaya dengan cepat tercipta di tangan Mavis, lalu menebas ke arah Dart. Serangan itu dengan santai ditepis Dart, lalu diserang balik dengan memotong melalui mata pedang cahaya. Sebelum serangannya mengenai Mavis, Garid yang berada di permukaan mengayunkan pedangnya dan melancarkan serangan koordinat ke punggung Penyihir Cahaya. Tebasan Dart meleset karena posisi Mavis bergeser dan mulai jatuh dengan bersimbah darah.

Memindah sasaran kepada Penyihir Agung di belakangnya, Dart kembali membuat pijakan dengan Mana padat dan menendangnya untuk dapat berputar di udara. Mengalirkan Mana pada pedang di tangan kanan, pemuda tersebut melancarkan sayatan jarak jauh ke arah Penyihir Agung. Serangan tersebut dipindahkan melalui distorsi ruang, lalu muncul kembali di belakang Dart. Pemuda tersebut menyadari perpindahan tersebut, tetapi tidak sempat mengelak dan terkena sayatan jarak jauhnya sendiri.

Seakan tidak memedulikan punggungnya yang tersayat dan mengeluarkan darah, Dart kembali membuat pijakan menggunakan Mana padat dan meloncat ke arah Penyihir Agung. Pedang di tangan kanan Ia lemparkan untuk menyerang, dan tentu saja itu dipindahkan Penyihir Agung ke belakang Dart dengan cara seperti sebelumnya. Memprediksi hal tersebut, Dart telah mengulurkan tangannya ke belakang untuk menangkap pedang yang dipindahkan melalui distorsi ruang tersebut.

Waktu jeda kurang dari dua detik dalam penggunaan sihir ruang beruntun Penyihir Agung benar-benar diperhitungkan Dart. Pemuda itu langsung mengayunkan kedua pedangnya dan menebas Penyihir Agung. Satu pedang telak mengenai bahu Penyihir Agung, tetapi pedang satunya dapat ditahan dengan sihir pelindung transparan.

"Tch! Penyihir Agung memang sulit ditebas ya. Kenapa tidak menyerah saja, nenek tua awet muda!"

"Jangan sombong, bocah."

Dart berputar di udara, lalu kembali menebaskan kedua pedangnya. Tetapi tidak semudah seperti sebelumnya, Penyihir Agung memasang distorsi ruang dan mengincar kedua tangan Dart. Secara insting pemuda tersebut sadar dengan hawa tidak wajar yang ada, Ia langsung menekuk sikunya dan mengubah arah tebasan. Seperti yang dirasakan, sebuah distorsi ruang kuat terjadi dan menelan kedua pedangnya.

"Uwah! Hampir saja!" benak Dart. Pemuda tersebut menendang perisai transparan Penyihir Agung, lalu berputar ke belakang seraya menendang kedua pedangnya yang patahan karena distorsi. Kedua pedang tersebut melesat, lalu menancap ke kepala dan dada penyihir yang lewat di dekat pertarungan Dart dan Penyihir Agung.

Melirik ke arah Penyihir Agung, Dart menyeringai untuk memprovokasi. Tidak sesuai harapan, Penyihir Agung membiarkan Dart melayang jatuh dan kabur. Itu Penyihir Agung lakukan karena sadar kalau menyerang dirinya pasti akan dipenggal langsung menggunakan teknik pedang rahasia yang dimiliki pemuda tersebut.

"Anak itu ..., dia sangat ahli membunuh orang. Monster macam apa yang diciptakan Keluarga Luke ...," benak Penyihir Agung.

Dart yang melayang jatuh melihat kakaknya masih terlihat waspada karena sedang melawan Mavis yang tadi terjatuh. Menggunakan Mana sebagai pijakan, Dart melesat ke arah mereka dan hendak melancarkan tinju ke arah Mavis dari belakang. Tetapi sebelum sampai, tiba-tiba sosok yang punggungnya berdarah itu menghilang dari jarak pandang Dart.

Pemuda tersebut mendarat berguling, lalu langsung berdiri di sebelah kakaknya, Garid. "Ayah di mana?" tanya Dart. Garid tidak menjawab, tatapannya terlihat kosong dan penuh amarah dendam. Saat Dart melihat ke belakang dan menemukan Urka Neta terkapar tidak bernyawa, pemuda tersebut sadar alasan yang membuat kakaknya terlihat seperti itu.

"Begitu ya, pasti ayah meninggalkan kakak sendiri karena alasan ini ya," benak Dart. Pemuda itu mengambil pedang yang tergeletak di bawah, mengangkatnya dengan satu tangan. Aura tempurnya ditingkatkan, lalu langsung mendeteksi keberadaan Mavis yang berkamuflase di sekitar mereka.

"Lima langkah ke arah kanan, Kak."

Garid mengayunkan pedang di tangan kanannya secara vertikal dan pedang di tangannya secara horizontal, serangan koordinat terjadi pada titik yang Dart ucapkan. Serangan menggores sesuatu, darah sedikit keluar dari tempat yang tidak terlihat apa-apa. Sadar kalau memang ada Mavis di tempat tersebut, Garid kembali mengayunkan pedangnya dan melakukan serangan koordinat kembali. Kali ini serangan dengan telak mengenai tangan kanan Mavis sampai pergelengan tangannya hampir putus.

Sihir kamuflase pembiasan cahaya sesaat terlepas, sosok Mavis terlihat. Garid kembali mengayunkan kedua pedangnya, tetapi dirinya tidak ingat kalau sudah menyerang dua kali dengan kedua pedang tersebut. Amarah dan dendam membuat pikirannya keruh.

Sadar kalau serangan koordinat tidak terjadi, dalam hitungan detik Mavis langsung menggunakan sihir kamuflase kembali dan langsung menyerang Garid dengan sihir panah cahaya. Serangan tersebut tidak terlalu terarah, hanya mengenai kaki kanan Garid dan membuatnya tersungkur karena kehilangan keseimbangan.

Dart tidak membantu kakaknya tersebut lebih dari itu, dirinya tahu kalau membantu sama saja menghina harga diri Garid. "Lima langkah di belakang Kakak," ucap Dart. Mendengar itu, Garid mengambil pedang yang berserakan dengan tergesa-gesa.

Mavis kembali menyerang, tetapi kali ini bukan ke arah Garid melainkan Dart. Sebuah panah cahaya melesat dari arah belakang pemuda berambut hitam tersebut, tepat mengarah ke kepala. Dart sedikit memiringkan kepalanya dan menghindari serangan tersebut dengan sangat mudah. Berbalik dan mengayunkan senjatanya, Dart menebaskan senjatanya ke sosok yang berkamuflase menggunakan pembiasan cahaya.

Serangan Dart mengenai sesuatu seperti daging dan tulang, dan sihir kamuflase mulai terlepas. Saat sosok tersebut terlihat, itu bukanlah Mavis, melainkan prajurit kerajaan yang terikat sihir cahaya. "Tch! Dia menggunakan pr―" Saat Dart berbalik, kedua tangan kakaknya yang hendak memegang pedang terpotong rapi oleh pedang cahaya tanpa terlihat sosok yang mengayunkannya.

"Sialan!" Dart langsung mengayunkan pedangnya dan melancarkan tebasan jarak jauh. Itu meleset, tetapi dapat membuat Mavis menjauh dan tidak kembali menyerang Garid. Segera mendekati kakaknya tersebut, Dart menyobek pakaiannya sendiri dan menggunakan kain sobekan untuk menghentikan pendarahan pada kedua tangan Garid.

"Ka-Kakak!"

"Sudah, Dart! Tak usah pedulikan lukaku! Katakan di mana penyihir sialan itu! Akan aku penggal kepalanya!"

Garid berdiri, tetapi baru beberapa langkah Ia kembali ambruk. Darah yang keluar terlalu banyak dan membuatnya lemas sampai tidak bisa berdiri, adrenalin yang ada membuatnya tidak begitu merasakan sakitnya kedua tangan yang terpotong. Sadar kalau kakak sudah benar-benar hilang kendali, Dart hanya bisa terdiam dan tidak lagi menghentikannya.

Rasa sakit dalam benak terasa, Dart benar-benar paham kalau seperti itu terus kakaknya tersebut akan mati. Tetapi sebagai seorang pendekar pedang, itu adalah sebuah kebanggaan mati dalam medan perang.

"Di mana dia Dart!? Penyihir bajingan itu!!"

"Tiga ..., lima langkah di depan Kakak berdiri."

Garid berdiri dan mengayun-ayunkan tangannya yang sudah putus sampai siku, darahnya berceceran ke berbagai arah dan sampai mengotori wajah Dart. Sosok kakaknya yang dikuasai oleh dendam benar-benar menyedihkan, rasa sakit benar-benar merobek hati Dart dan membuat matanya berkaca-kaca. Dirinya ingin menghentikan kakaknya dan langsung membawanya keluar dari medan perang, tetapi kalau melakukan hal tersebut pasti dirinya akan dibenci kakaknya itu selamanya. Konflik batin yang ada membuat Dart hanya terdiam dengan tatapan tersakiti melihat sosok menyedihkan kakaknya tersebut.

Sebelum memutuskan sesuatu, sebuah panah cahaya langsung menunjam kepala Garid dan membuat wajahnya terbakar hancur. Jatuh dan terkapar di atas permukaan tanah, sosok calon pewaris keluarga Luke tersebut meregang nyawa. Melihatnya, amarah tidak rasa dalam benak Dart, hanya kehampaan terasa dalam dirinya. "Ah, kakak mati dulu," hanya hal tersebut yang tersiat dalam benak pemuda berambut hitam tersebut.

Melihat ke arah Mavis yang melepas sihir kamuflasenya, Dart mengangkat senjata dan bersiap bertempur. "Sebelum aku membunuhmu, bisa kau katakan di mana kepala keluarga Luke pergi?" tanya Dart kepada Mavis. Tatapan pemuda tersebut terlihat kosong, tidak hidup dan ekspresinya sangat hampa.

Mavis tidak menjawab, Ia langsung membuka telapak tangan kanannya ke arah Dart dan mulai mengaktifkan sihir cahaya untuk menyerang. Melihat itu, Dart hanya menarik napas ringan dan tersenyum tipis penuh rasa kehampaan.

Setelah itu, peperangan terus melebar sampai batas antara zona perang kekaisaran dan kerajaan menyatu, seluruh Lembah Gersang benar-benar menjadi sebuah medan perang yang tidak dapat dihentikan. Hanya dalam durasi jam, ratusan bahkan sampai ribuan nyawa melayang begitu cepat di medan pertempuran tersebut. Entah pihak kekaisaran, kerajaan atau Miquator, semuanya mendapat korban jiwa yang tidak sedikit.

.

.

.

Berjam-jam berlalu setelah peperangan benar-benar dimulai. Hujan deras berhenti dan meninggalkan genangan tanah becek, awan menghilang, dan langit gelap tanpa bulan serta bintang menjadi atap pertempuran di Lembah Gersang. Tepat di bawah benteng melayang, Aldebaran, Kepala Keluarga Luke berdiri di hadapan Penyihir Agung yang melayang beberapa belas meter di udara.

Di belakang Kepala Keluarga Luke tersebut, terkapar dua Shieal yang telah mendampinginya dalam peperangan, mereka berdua adalah Minra dan Karli. Dapat dengan jelas terlihat dari kedua mayat tersebut kalau mereka mati dengan luka potongan rapi pada perut dan tubuh mereka. Hal tersebut adalah ulang dari sihir distorsi ruang yang digunakan Penyihir Agung.

Mengangkat senjatanya, sosok pria tua tersebut sama sekali tidak menyerah meski zirahnya sudah hancur dan tubuhnya penuh luka. Sebagai seorang Kepala Keluarga, rasa kewajiban membuat Madis tetap berdiri tanpa berpaling dari musuh. Tepat di sekitar tempatnya berdiri, terlihat mayat-mayat pasukannya dan penyihir kota Miquator yang telah dibunuhnya. Darah mengalir dari pedang yang dipegang Madis dengan dua tangan, darah dari orang yang dibunuhnya bercampur dengan darahnya yang mengalir dari tangan.

"Menyerahlah, Kepala Keluarga Luke!" ucap Penyihir Agung.

Mendengar itu Dart tersenyum tipis. "Apa anakku juga mengatakan itu padamu?" ucapnya dengan wajah bangga. Ia meningkatkan aura tempurnya kembali, lalu memasang kuda-kuda dengan posisi kaki kanan lebih maju dari kaki kiri dan posisi tubuh agak dibungkukkan.

"Dasar bodoh ...." Penyihir Agung membuka telapak tangannya ke arah Madis, lalu mulai membuat lingkaran sihir berlapis untuk menyerang.

"Jangan meremehkanku, Penyihir. Meski aku sudah tua, ketajamanku tidak menumpul!"

Dart menggunakan Battle Art miliknya. Pedang yang digenggamnya mulai bercahaya terang berselimut Mana miliknya, pada saat bersamaan juga pedang-pedang yang berada dalam jarak seratus meter mulai bercahaya dan terangkat ke udara. Itu merupakan Battle Art milik Dart, Penguasa Pedang. Mengayunkan senjatanya, pedang-pedang yang melayang langsung melesat ke arah Penyihir Agung dengan sangat cepat.

"Kalau sebanyak ini apa kau bisa memindahkan semuanya!?"

"Dasar bodoh."

Penyihir Agung menutup telapak tangan kanannya yang diarahkan ke Madis, lalu mengacungkan jari telunjuk. Distorsi ruang seketika terjadi, lalu langsung membelokan laju puluhan pedang yang melesat ke arahnya. Kembali menggerakkan jari telunjuk, pedang-pedang melayang itu berbalik arah ke Madis sendiri. Tanpa bisa menghindar, pria tua itu terhujani puluhan pedang dan mati dengan posisi berdiri. Sosok gagah yang sudah lewat masa kejayaannya tersebut mati dengan penuh rasa hormat dalam benak. "Maaf, Dart, aku pergi dulu," itulah yang dirasakan Madis pada detik terakhirnya. Sebelum benar-benar mati, Madis menggunakan kekuatan terakhir Battle Art miliknya dan mengambil alih pedang melayang dari manipulasi ruang Penyihir Agung, lalu mengarahkannya ke atas. Pedang tersebut menyayat tipis pipi Penyihir Agung, lalu jatuh tertancap di permukaan tanah.

Di sudut medan pertempuran lain, seakan menyadari kematian Madis, Dart tersentak dan meneteskan air mata. Mavis yang berdiri melawan pemuda tersebut sesaat terhenti kebingungan melihat lawannya tiba-tiba meneteskan air mata. Setelah bertempur lebih dari berjam-jam, kedua sosok tersebut tidak kunjung menyelesaikan pertarungan dan tetap berdiri di tengah medan perang.

"Ayah ..., jadi kau ...." Dart terdiam, dirinya sangat paham perasaan dalam benak itu sangat nyata. Tanpa sihir atau telepati, hal tersebut tersampaikan pada hati Dart yang hidup mengacuhkan dunia. Ayahnya mati, kakaknya mati, dalam garis keturunan Keluarga Luke hanya tersisa dirinya seorang. Sadar akan hal itu, keinginan bertahan hidup dalam medan perang semakin kuat.

Mengangkat pedangnya dengan tangan penuh luka, Dart menatap tajam Mavis. Sorot mata tajam itu terasa jelas oleh Penyihir Cahaya, dan itu sangat berbeda dengan dua pendekar pedang yang ditemuinya selama peperangan. Apa yang ada pada pemuda tersebut terasa murni, tidak ada hal negatif atau positif, hanya kekosongan yang lurus ada padanya.

"Kau ..., menyerahlah. Sorot mata itu sudah tidak ingin bertarung, kau hanya ingin hidup saja. Aku tidak akan membunuh dirimu," ucap Mavis.

Mendapat perkataan tersebut, Dart tidak memedulikannya. Tanpa bisa ditangkap penglihatan Mavis, Dart menggunakan Langkah Dewa dan langsung menghilangkan jarak ruang mereka dalam hitungan kurang dari satu detik. Berdiri tepat di depan Mavis, pemuda itu mengayunkan pedangnya ke arah Penyihir Cahaya. Mavis sama sekali tidak bisa menebak pergerakan itu. Tetapi sebelum pedang mengenainya, sebuah perisai sihir transparan menghalangi pedang Dart.

Sadar serangan tidak menebasnya karena menghantam sesuatu yang sangat keras, Dart langsung menjaga jarak dengan menggunakan Langkah Dewa ke belakang. Dua sosok datang dari pihak Mavis, satu seorang penyihir yang menggunakan sihir perisai, Vib, dan satunya adalah sosok imitasi malaikat petir, Ibio. Melihat bala bantuan Mavis datang, Dart sama sekali tidak ada niat untuk mundur.

Mavis langsung terkejut saat melihat salah satu saudarinya, Ibio, berubah dalam bentuk imitasi malaikat dan kehilangan kedua tangan serta kakinya. Bentuk itu benar-benar sangat keluar dari wujud manusia. "Ibio ..., kau ...." Mavis hendak menyentuhnya, tetapi petir yang ada menghalangi dan menyenat tangan.

Menoleh ke arah Mavis, Ibio hanya mengangguk satu kali untuk memberitahu kepada Mavis kalau dirinya baik-baik saja. Menggelindingkan kepala Komandan Naga yang telah dikalahkannya ke tanah, itu menunjukkan kalau kekuatan Ibio tidak perlu dicemaskan Mavis. Tetapi, pada kenyataannya bukan hal itu yang Mavis cemaskan. Wujud dari Ibio sangatlah bersifat destruktif pada dirinya sendiri, itu bisa membunuhnya jika terlalu lama berada dalam wujud imitasi malaikat.

"Hmm, sepertinya monster itu cukup kuat untuk membunuh Li Qiang rupanya. Kurasa dia orang yang tangguh, tapi tidak kusangka pria besar itu akan sangat rapuh sampai bisa dibunuh oleh makhluk jadi-jadian sepertimu. Kenapa semua orang begitu rapuh ya ...? Semuanya ... sangat ....." Dart menatap mereka bertiga dengan sorot mata gelap.

Selama pertempuran Dart tidak menggunakan perasaannya dalam bertempur, dirinya mengayunkan pedang hanya karena itu adalah sebuah tugas, hanya karena itu adalah pekerjaannya untuk membunuh di medan perang. Tetapi sekarang berbeda, sebuah rasa bernama amarah benar-benar muncul dalam lubuk hati pemuda itu. Hal tersebut bukan karena kematian kakak atau ayahnya, tetapi karena lain yang tidak diketahui oleh dirinya yang mulai menguasai. Iri pada lawannya, itulah yang terpendam dalam benak Dart.

Next chapter