webnovel

13 - Tetsache der Welt

Di dalam Dunia Astral, lebih tepatnya sekitar daerah Hutan Pohon Suci, Odo berjalan menyusuri jalan bersemak jarang dengan tatapan mata yang terlihat mengantuk. Setelah mendapat pengetahuan tentang tata cara penanaman struktur sihir untuk mengompresnya ke dalam medium dari Mavis, anak itu langsung menjalankan semua rencana yang telah tersusun rapi dan kembali ke Dunia Astral tempatnya berada sekarang ini.

"Haaah, rasanya berdosa mengelabui mereka seperti itu."

Menghela napas dan melihat ke depan, hanya ada hutan belantara yang pepohonannya memiliki warna hue saturation yang aneh. Berbeda dengan pertama kali datang ke Dunia Astral, Odo tidak langsung dipindahkan oleh distorsi ruang yang menjadi sifat alami tempat tersebut. Bisa dikatakan berkat Bijih dan Buah Pohon Suci yang ditelankan Reyah padanya, tubuh anak tersebut secara bertahap memiliki sifat dan karakteristik Pohon Suci. Karena hal tersebut, setelah datang menggunakan Altar Gerbang Dunia Astral, Odo harus menelusuri hutan belantara meskipun sudah memanfaatkan distorsi ruang untuk bisa sampai di tempat tersebut. Ia tidak bisa berpindah langsung ke dekat Pohon Suci karena di sekitarnya terdapat medan sihir yang mencegah distorsi ruang. Alasan lain Odo bisa berpindah ke dekat tempat tersebut secara langsung pada saat pertama kali datang adalah karena kondisi Reyah sedang melemah, sehingga kendali Pohon Suci juga ikut demikian setelah serangan pertama Naga Hitam ke daerah hutan kekuasaan Dryad tersebut.

Lurus ke depan melewati hutan yang dilewatinya, terlihat pohon raksasa yang ditujunya. Meski begitu, jarak yang ada tidaklah dekat. Berhenti melangkah sejenak dan mempertimbangkan berbagai hal, Odo terpikir untuk menggunakan sihir dalam kekuatan tinggi untuk bisa langsung sampai ke Pohon Suci.

"Hmm, kalau menggunakan sihir, aku tak akan langsung terkena distorsi dan dilempar ke tempat aneh, 'kan? Sihir butuh konsentrasi dan pembayangan yang kompleks, kalau saat itu terjadi distorsi ..., bisa-bisa .... Tunggu, seharusnya efek yang ditanamkan Reyah juga bisa mencegah itu, buktinya saat melawan Naga Hitam .... Tidak ..., itu mungkin saja hanya berlaku di Lembah Api .... Bentar, aku juga bertarung di daerah Hutan Pohon Suci juga, meski cuma di pinggirannya," gumam Odo.

Berpikir dan berpikir mempertimbangkan semua hal yang ada, pada akhirnya Odo memutuskan untuk menggunakan sihir. Ia mengakses Inti Sihir, lalu mengeluarkan Mana dari dalam tubuh dan mulai membangun struktur sihir pada tubuhnya. "Tidak terjadi distorsi, tanda-tanda kelainan ruang tak ada," benak Odo. Merasa aman, anak itu mulai membangun struktur sihir pelontar di bawah kedua kakinya. Sedikit membungkuk, lalu memasang kuda-kuda dengan sedikit melebarkan kedua kakinya ke samping, Odo langsung memunculkan lingkaran sihir pada tempatnya berpijak.

"Untuk lebih aman ..., satu lompatan ...."

Tekanan sihir bertambah drastis, dan pada saat lingkaran sihir mulai memusat sehingga ukurannya mengecil, sihir pelontar dengan kekuatan tujuh kali lipat dilepaskan. Bous! Odo melesat cepat secara diagonal ke atas, mengarah langsung menuju pohon suci. Saat melesat, anak berambut hitam itu tidak memasang sihir lain sehingga Ia sedikit kesulitan untuk membuka mata karena tekanan angin yang ada. Kurang dari semenit di udara, jaraknya dengan Pohon Suci sudah semakin dekat. Momentum dari sihir pelontar habis, dirinya melayang jatuh dari ketinggian beberapa puluh meter di udara. Melihat pemandangan yang ada, anak itu menyeringai penuh rasa senang. Mendongak ke atas, di sana terlihat matahari yang sangat jauh dan terasa berbeda dengan yang bisa dilihatnya saat di dunia nyata.

"Wow, kalau tahu begini, buat apa aku jalan kaki dua jam lebih di hutan!? Kerad! Haha!"

Saat kecepatan jatuh mulai bertambah, Odo menyiapkan sihir pelontar dan membuat lingkaran sihir dengan posisi miring ke bawah, tepat menghadap ke bagian bawah Pohon Suci. Menyesuaikan kekuatan sihir untuk loncatan kali ini, Odo mengaturnya lebih lemah dari sebelumnya. "Meluncur!" ucapnya. Sihir pelontar dilepaskan, dan Odo melesat lurus ke bawah dengan cepat. Saat akan mendarat di atas permukaan tanah berumput, Ia membuat lingkaran sihir gravitasi di hadapan dan menabraknya, secara perlahan kecepatannya berkurang dan Ia mendarat dengan mulus.

"Yah , kalau aku bisa pakai sihir terbang kayak Vil, mungkin akan lebih mudah lagi."

Sebelum sempat melangkah setelah mendarat, beberapa meter di depan Pohon Suci, mulai tumbuh akar dari dalam tanah dan mulai membentuk lingkaran sihir. Itu mulai bercahaya, partikel-partikel cahaya keluar dari lingkaran, dan muncullah sosok Dryad Pohon Suci yang berwujud perempuan muda berambut hijau daun.

Membuka mata dan menatap lurus ke arah Odo, Dryad tersebut tersenyum, dan berkata, "Selamat datang kembali ..., Odo. Diriku sudah lama menunggu, loh." Perkataannya itu sedikit membuat Odo terpana, rambut hijau Dryad tersebut yang berkibar tertiup angin dan parasnya yang memikat, itu terasa sangat indah untuk sesaat di mata anak berambut hitam itu.

"Benar juga ya, di sini seharusnya sudah sebulan berlalu .... Jadi, apa sudah siap ..., apa yang kuminta, Reyah?" tanya Odo sambil berjalan mendekat ke arah Roh Agung tersebut. "Tentu saja sudah," jawab Reyah.

Sampai di depannya, Odo sedikit mendongak dan melihat ke arah Roh Agung tersebut. Mengamati kembali Reyah yang memakai pakaian lebih modis dari sebelumnya, Odo bertanya, "Hmm, tumben gak pakai topi kerucut itu lagi?" Pertanyaan itu membuat Reyah tersenyum seakan memang sudah ditunggu keluar dari mulut anak tersebut. Berputar dan memerkan gaun tipis dan polos berwarna hijau yang dikenakan, Roh Agung tersebut memasang wajah bahagia. "Bagaimana?" tanyanya. Roh itu meletakkan kedua tangan ke pinggang, lalu sedikit membusungkan dada dan membanggakan postur tubuhnya yang indah itu.

Dimintai pendapat seperti itu, Odo hanya diam. Ia sendiri tidak terlalu paham tentang model pakaian, bukti dari itu adalah apa yang dikenakan anak berambut hitam itu sendiri sekarang sangat sederhana. "Yah, paling tidak ..., sekarang lebih baik daripada kau telanjang," jawab Odo.

"Haha, apa sulitnya sih bilang cocok dan cantik? Memangnya engkau tidak suka yang seperti ini? Apa ini bukan seleramu?" tanya Reyah.

"Tak juga, malah aku suka .... Gaun tipis yang kalau terpapar cahaya sedikit transparan seperti itu ..., jujur sangat memikat ...."

"Bena⸻"

"Tapi hambar."

"Hambar!? Kenapa!?"

Odo memalingkan pandangan dan sedikit menghela napas. Sambil melirik Roh Agung yang mengenakan gaun tipis panjang selutut tersebut, Odo berkata, "Pilihlah tempat dan waktu yang tepat .... Kau tahu, Reyah .... Sekarang bukan waktunya seperti pamer-pamer seperti itu ...."

"Hmm, benar juga .... Kalau diriku pilih waktu dan tempat yang tepat, apa engkau akan menyerangku seperti binatang buas?" tanya Reyah. Mendapat pertanyaan seperti itu dari Roh Agung yang ekspresi wajahnya terlalu sering datar itu, Odo bingung harus menjawab seperti apa dan terdiam.

"Bagaimana? Apa engkau akan menyerang dan menjatuhkan diriku ke tanah?" tanya Reyah kembali, kali ini Ia mendekatkan wajah dan menatap Odo dengan penuh rasa berharap.

Odo memalingkan wajahnya, dan menjawab," Y-Ya ..., mungkin, " Dengan wajah yang sangat ragu, "Tapi itu hanya mungkin, loh."

"Baiklah ..., akan diriku coba lain waktu. Ternyata memang benar manusia memedulikan hal-hal seperti itu ya, meski itu dirimu ...." Reyah berbalik, lalu mengulurkan kedua tangannya ke arah Pohon Suci. "Kalau begitu, ayo masuk. Barangnya sudah ada di dalam .... Engkau datang kali ini untuk itu, bukan?" ucap Reyah seraya menoleh ke arah Odo.

"Y-Ya ...."

Mereka berdua masuk ke dalam Pohon Suci menggunakan lingkaran sihir yang dibuat Reyah. Saat sampai di dalam ruangan dalam Pohon Sakral tersebut, anak berambut hitam itu sempat terkejut karena barang yang dimintanya lebih dari yang diperkirakan. Tepat di tengah ruang yang sepenuhnya didominasi kayu tersebut, terlihat tumpukan kristal sihir yang jumlahnya lebih dari yang diminta. Menarik napas dan berusaha tidak mempermasalahkan jumlah yang ada, Odo melihat Reyah yang berdiri di sampingnya. Dalam hati anak itu, Ia sempat berpikir kembali kalau Dryad tersebut akal sehatnya memang agak aneh. Tidak bisa protes karena memang apa yang ada adalah yang dimintanya meski sedikit tidak sesuai, Odo hanya bisa menghela napas.

Pada saat sebelum Odo kembali ke dunia nyata sebelumnya, Ia terlebih dahulu meminta Reyah untuk menyiapkan semua apa yang diperlukan untuk rencananya seperti kristal sihir dan lain-lain. Anak berambut hitam tersebut sadar setelah mengalahkan Naga Hitam dan mendapat obat belum tentu semua masalah yang ada akan selesai, masih ada krisis di wilayah yang dipimpin ayahnya. Oleh karena itu, sekitar seminggu yang lalu menurut laju waktu dunia nyata, lebih tepatnya sebelum kembali ke dunia nyata setelah mendapat obat dari Reyah, Odo membuat perjanjian dengan Roh Agung tersebut.

Sebagai ganti atas hak penuh Reyah atas Mana dan bangkai Naga Hitam yang masih ada, Odo meminta Roh Agung tersebut untuk menyiapkan kristal sihir dengan atribut elemen bebas dalam jumlah tertentu, dan dirinya akan mengambil itu dalam waktu sekitar sebulan mendatang setelah perjanjian dibuat menurut laju waktu daerah sekitar Pohon Suci.

"Reyah ..., Aku tidak minta sebanyak ini, loh."

"Hmm, jangan cemas .... Meski diriku mengambil kristal sihir sebanyak ini, semua itu hanya kristal dari Lembah Api. Karena bebasnya tempat itu dari kekuasaan Naga Hitam, Roh Agung yang dulunya tinggal di sana memberikan semua kristal itu secara cuma-cuma .... Katanya sebagai ucapan terima kasih karena telah membebaskan tempat tinggalnya."

"Hmm, ada juga yang tinggal di tempat seperti itu, ya?"

"Tentu saja ada, Roh Api Agung, Ifrit. Asal engkau tahu, dulunya Lembah Api itu memang miliknya. Karena Naga Hitam datang, Ia dikalahkan dan diusir dari tempatnya sendiri .... Meski ada banyak tempat lain yang bisa menjadi tempatnya setelah terusir, tetapi katanya tinggal di rumah memang lebih nyaman .... Sebab itu ..., seperti yang engkau lihat ..., dia sangat berterimakasih .... Engkau tak perlu cemas kalau keseimbangan tempat itu rusak, pada dasarnya semua kristal sihir itu berasal dari tambang-tambang di Lembah Api yang beratus-ratus tahun tak dipanen. Oh, tentu saja menurut waktu Dunia Astral, loh ...."

Melihat ke arah tumpukan kristal yang menggunung itu, Odo baru sadar kalau sebagai besar kristal yang ada memang memiliki atribut elemen api. Menarik napas dan memahami situasi, Odo merasa tidak ada yang rugi kalau menerima semua itu. Sedikit melirik ke arah Dryad di sampingnya, Odo bertanya, "Ngomong-omong, Ifrit itu Roh Agung macam apa?"

"Hmm, dia itu api .... Bentuknya memang bisa berubah sesuka hatinya, tapi pada dasarnya Ifrit adalah api putih yang berpijar terang seperti bintang."

"Penjelasannya abstrak ...."

"Memang seperti itu .... Dia itu api, tidak ada yang bisa menggambarkannya lebih dari itu .... Api terkuat di Dunia Astral. Yah, satu-satunya yang bisa membuatnya babak belur sejauh ini hanya Naga Hitam dan Iblis yang muncul di Pantai Utara Dunia Astral bertahun-tahun yang lalu ...."

Mendengar hal tersebut, Odo memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut tentang itu karena ada hal lain yang membuatnya terusik. "Reyah ..., kau mengubah cara bicaramu?" tanya Odo. Reyah melihat anak tersebut dengan tatapan datar, lalu berkata, "Hmm, apa cara bicaraku ini aneh?"

"Tidak juga. Hanya saja, walau kau mengubah cara bicara, intonasi itu tetap kau pakai, ya?"

"Ini sudah menjadi ciri diriku ini .... Lemah lembut dan berwibawa."

Odo tidak memedulikan perkataan yang membanggakan diri itu. Menatap ke arah tumpukan kristal di depan, anak itu berjalan menghampirinya dan duduk di atas permukaan lantai kayu di depan itu. Perilaku anak berambut hitam tersebut membuat Reyah bingung karena sikapnya berubah dengan cepat. Menghampiri dan duduk di sebelahnya, Roh Agung itu memandang wajah Odo yang mulai serius dan tak terlihat mengantuk lagi seperi beberapa saat tadi.

Anak berambut hitam itu mengambil kristal sihir beratribut api, lalu memeriksanya. Dari berat sampai muatan sihir di dalamnya, Ia memeriksa dengan teliti dan sesekali dibalik-balik untuk memeriksa semua sisinya.

"Hmm, kualitasnya ini benar-benar sangat tinggi. Kristal sihir yang aku dapat dari mayat Goblin atau monster-monster di hutan dekat kota saja harganya per bijih sudah sampai 50 Rupl dan paling mahal yang pernah aku coba jual 200 Rupl. Tentu kualitasnya tidak sebaik ini .... Mungkin harganya kristal ini sampai ...," pikir Odo. Selesai mengamati kristal tersebut, Odo kembali meletakkannya ke tumpukan.

"Ngomong-omong ..., cara membawa semua ini bagaimana, Odo?" tanya Reyah seraya melihat tumpukan kristal sihir. Dari jumlahnya memang tidak jelas berapa, tetapi dari beratnya, dapat diperkirakan kalau semua itu secara keseluruhan mencapai setengah ton lebih mengingat satu kristal sihir dengan kualitas tinggi bisa mencapai satu kilogram dengan ukuran sebesar bola pingpong tetapi berbentuk lonjong dengan kedua ujung berbentuk heksagram lancip.

"Kurang lebih aku punya cara membawanya." Odo menekan Rune pada punggung tangan kanannya, lalu mengeluarkan sebuah gelang dari dimensi penyimpanan. Memegang gelang logam berwarna hitam pekat dengan tangan kiri, Odo meletakkannya ke lantai.

"Itu ...?" tanya Reyah.

"Gelang yang terbuat dari logam adi campuran, lebih tepatnya perak hitam, Myaht," jawab Odo.

"Hmm, salah satu jenis logam dengan kekuatan medium, ya .... Itu memang sering digunakan untuk menyimpan struktur sihir .... Hebat juga engkau punya benda seperti itu, bukannya Myaht itu sangat langka dan hanya diproduksi di Miquator?"

"Memang, tapi sayangnya ini aku dapat dari gudang rumahku. Kau tahu, Penyihir Cahaya punya barang-barang mewah seperti ini .... Tapi tidak kusangka ya, kau juga tahu tentang kota sihir itu ...."

Odo memulai pembuatan alat sihir penyimpanan dengan bahan utama gelang tersebut. Berbeda dengan saat membuat Jubah Dimensi, Odo tidak menggunakan teknik menulis Rune secara langsung pada objek, tetapi dengan cara membuat media lingkaran sihir terlebih dahulu untuk menanamkan struktur secara kompres ke dalam gelang tersebut. Tahapannya sangat sederhana sesuai cara yang Mavis beritahukan padanya, dari pembuatan lingkaran sihir dengan struktur sederhana sebagai media untuk menanamkan Rune, lalu mengompres lingkaran sihir yang telah tertanam Rune dimensi ke dalam gelang, kemudian baru membuat kuncinya aksesnya dengan Rune lain. Melatakan gelang di atas lantai, anak itu memulai prosesnya.

"Hmm ..., Odo .... Kota itu sudah ada sejak masa Awal Kiamat, engkau tahu ...?" Perkataan Reyah yang sangat tiba-tiba itu membuat konsentrasi Odo hilang seketika dan lingkaran sihir pecah menghilang. Perlahan memalingkan wajah dan melihat ke arah Reyah yang duduk bersimpuh di sampingnya, anak itu bertanya, "Apa ... maksudnya? Kota itu ...?"

"Ya, kota itu merupakan satu-satunya tempat yang masih ada sejak ratusan ribu tahun yang lalu di zaman Perang Dewa dan Iblis .... Bahkan, Tuan kota tersebut merupakan Penyihir Agung yang umurnya itu lebih tua dari semua Roh Agung yang ada, loh."

Menelan ludah dengan berat dan kembali memulai pembuatan struktur sihir pada gelang dari awal, Odo kembali bertanya, "E-Eeh ..., seberjarah itu kah kota itu?" Wajahnya terlihat bingung dan panik. Dalam beberapa hal, ada yang mengganggu pikirannya saat Reyah mengatakan hal tersebut.

Melihat Odo seperti itu, Reyah bertanya, "Apa diriku mengganggu konsentrasimu?"

"Tenang saja ..., aku akan membagi konsentrasiku .... Kita lanjut saja pembicaranya." Odo memejamkan mata, lalu menyerahkan kontrol sihir pada Auto Senses, dan hanya dengan membuka kedua telapak tangan ke arah gelang, proses penanaman sihir dimensi berlangsung secara otomatis. Membuka mata dan melirik ke arah Reyah, Odo bertanya, "Jadi ..., maksudmu Miquator sudah ada sejak masa Awal Kiamat itu apa? Terlebih lagi, apa itu Awal Kiamat? Memangnya dunia ini sudah pernah berakhir apa?"

"Tentu saja sudah .... Dunia ini merupakan Dunia Ketiga setelah kiamat dua kali ...."

Perkataan itu membuat Odo sangat terkejut. Tetapi berkat pembuatan alat sihir yang diserahkan kepada Auto Senses, lingkaran sihir tidak pecah dan proses tetap berlangsung tanpa memedulikan kondisi mental Odo yang tertekan mendengar perkataan Reyah.

Odo menoleh ke arah Reyah dengan tatapan tidak percaya, matanya terbuka lebar dan mulutnya sedikit menganga. "Dua kali ...? Dunia ini kiamat dua kali?" tanyanya dengan suara gemetar. Pada saat mendengar perkataan Reyah, mimpi yang sebelumnya Odo lihat kembali terlintas dalam benaknya.

Melihat anak berambut hitam itu terbelalak dalam rasa takut yang tak jelas, Reyah mulai khawatir. Memang banyak rahasia yang tak bisa dirinya katakan pada Odo sekarang, tetapi setelah anak itu setuju membuat kontrak, Reyah merasa kalau ada beberapa hal yang boleh dikatakan pada anak itu. Mengubah posisi duduk dengan menghadap ke arah anak tersebut dari samping, Reyah berkata, "Odo ..., mungkin ini terdengar aneh .... Engkau tahu, diriku mungkin bisa menjawab semua keraguanmu selama ini. Tetapi, ada juga yang tak bisa diriku jawab ...."

"Hah, apa? Kok, tiba-tiba .... Apanya yang tak bisa? Bukan tak mau?" tanya Odo dalam rasa kacau.

"Iya ..., ada beberapa rahasia dunia yang tak boleh siapa pun tahu tentang itu. Asal engkau tidak menanyakan hal itu, diriku mungkin bisa menjawab semua keraguanmu ..., terutama tentang dunia ini ...."

Melihat Reyah lebih serius dari biasanya, Odo berhenti melanjutkan proses pembuatan alat sihir dan menghentikan perintah pada Auto Senses, lingkaran sihir yang terbentuk di atas gelang menghilang dan tanda-tanda pemrosesan struktur sihir benar-benar lenyap. Ia mengambil gelang yang diletakkan di atas lantai tersebut, lalu memasukannya kembali ke dalam dimensi penyimpanan miliknya yang ada pada Rune di atas punggung tangan kanan. Mengubah posisi duduk dengan bersila menghadap ke arah Reyah, anak berambut hitam itu menatap tajam ke arah sang Dryad seraya bertanya, "Kenapa kau tiba-tiba mau membertahu rahasiamu?"

Pertanyaan yang keluar dari Odo sangat wajar, sebelumnya Reyah mengelak karena dirinya belum mendapat posisi aman dengan membuat perjanjian dengan Odo. Meski sekarang janji itu belum ditepati, tetapi jaminan atas posisi yang diinginkan Roh Agung tersebut telah didapatnya dari anak di hadapannya tersebut.

"Itu karena engkau telah menerima diriku ini .... Engkau datang ke tempat ini lagi, meminta bantuan diriku dan saling bertukar kata seperti sekarang .... Itu sudah menjadi alasan yang cukup untuk diriku membertahu rahasia yang bisa diriku ungkap padamu ...."

Mencerna perkataan tersebut, Odo mendapat beberapa spekulasi akan rahasia yang kemungkinan besar bisa memecahkan keraguannya. Meski begitu, masih ada rasa tidak percaya yang nanti keluar dari Reyah saat dirinya bertanya pada Roh Agung tersebut.

"Memang benar Reyah banyak sekali membantuku .... Tapi, dia cenderung lebih memegang kendali dan sering mengarahkan. Rasanya dia memanipulasi, dan ....."

Setelah mempertimbangkan beberapa hal, Odo sejenak menarik napas dan diam sesaat. Suasana hening, seperti sebuah ketenangan sebelum badai akan datang. Menatap Reyah dengan tanpa memedulikan wajah Roh Agung tersebut yang terlihat semakin cemas akan sesuatu, Odo melontarkan pertanyaannya.

"Kenapa kau tidak bisa memberitahukan semuanya?"

"...." Reyah tak menjawab. Dari itu, Odo menyimpulkan tiga hal yang mungkin bisa ada. Pertama, Ia memang tidak bisa menjawab karena ada belenggu atau larangan mutlak seperti halnya para Roh Agung yang tak bisa datang ke dunia nyata tanpa syarat tertentu. Kedua, ada semacam kode larangan yang membatasi Roh Agung karena rahasia yang disimpannya menyangkut sekala dunia. Ketiga, dia tidak menjawab karena memang sedang menyembunyikan sesuatu dan tidak mau membertahukannya. Memikirkan kemungkinan tersebut dari jawaban diam Dryad itu, Odo menghela napas dan mulai memikirkan pertanyaan lain untuk menyempitkan kemungkinan.

"Apa rahasia yang tak bisa kau katakan itu menyangkut para Dewa-Dewi?" tanya Odo.

"Ya, rahasia itu menyangkut para Dewa-Dewi. Lebih tepatnya, tatanan dunia, peraturan, fakta, sistem, keberadaan, serta hal-hal lain yang membangun struktur singularitas alam semesta ini ...."

"Berhubungan dengan keberadaan yang lebih superior, ya? Berarti, kemungkinan besar itu semacam kode mutlak baginya .... Semacam ketetapan .... Tidak, mungkin lebih tepatnya sebuah titah?" Kembali memikirkan berbagai hal lain, Odo menyusun spekulasi dan pertanyaan dalam pikirannya.

"Apa yang terjadi kalau kau memberitahukan rahasia itu pada orang lain?" tanya Odo.

"Diriku akan lenyap .... Lalu, penerus dari penjaga Pohon Suci akan kembali tercipta tanpa adanya unsur kepribadian diriku ini yang tersisa ...."

Odo sesaat terdiam mendengar itu. Arti dari apa yang diucapkan Reyah juga mengatakan kalau Roh Agung tersebut tak ingin menghilang, oleh karena itu Ia bersikeras untuk tidak mengatakan rahasia tersebut secara langsung kepada Odo. Melihat wajah cemas Reyah, Odo tahu kalau sekarang Roh Agung tersebut sedang tidak berbohong sekarang. Dari hal tersebut, anak berambut hitam itu mendapat pertanyaan lain untuk mencari celah dari larangan yang ada pada Reyah.

"Kalau penyampaian rahasianya selain menggunakan perkataan, apa kau akan tidak melanggar larangannya?"

"Tetap ..., diriku akan lenyap. Itu bukan semacam larangan .... Tapi ..., fakta kalau orang di sekitar diriku tahu ..., terutama engkau, maka diriku akan lenyap pada saat itu juga dan diriku yang lain akan lahir sebagai bentuk dari perwujudan Pohon Suci."

"Tidak ada celah, ya ...."

Reyah melihat Odo dengan wajah yang perlahan kecemasannya luntur. Memasang senyum kering ke arah anak tersebut, Ia berkata, "Engkau tak perlu mengkhawatirkan diriku, tanya saja yang ingin engkau tahu .... Kalau diriku tak bisa menjawabnya, diriku 'kan diam ... seperti sebelumnya."

Seketika otak anak tersebut terngiang kembali perkataan gadis aneh dalam mimpi, terutama tentang orang-orang bernasib naas yang dibicarakan dalam mimpi tersebut. Kali ini Odo dapat dengan jelas mengingat kembali mimpi yang belum lama dirinya lihat itu, sebuah pemandangan dari peradaban yang hancur dan gadis aneh yang berkata sesuatu hal yang tak jelas. Merasa ada yang mirip dengan hal tersebut, Odo berusaha menyusun spekulasi untuk membuat pertanyaan yang menyempitkan kemungkinan yang membuat dirinya tidak tenang.

"Apa kita pernah bertemu? Lebih tepatnya sebelum diriku reinkarnasi ...."

"Belum .... Diriku belum pernah bertemu engkau .... Terlebih lagi, diriku tahu engkau merupakan jiwa yang direinkarnasikan karena itu sudah ditetapkan dan banyak sekali yang meramalkan hal tersebut."

"Ditetapkan? Diramalkan? Oleh siapa?" tanya Odo dengan cepat.

"Para Dewa .... Tetapi, bukan itu yang diriku percaya. Alasan diriku yakin kalau engkau adalah sosok yang diramalkan itu adalah karena hal itu ada dalam ingatan tertua dari susunan Pohon Sakral di seluruh dunia, di sana tertulis dengan jelas kalau engkau akan lahir dan membawa perubahan bagi dunia ini ...."

"A-Apa maksudnya? Maksudmu aku sudah diramalkan akan lahir di dunia ini?" tanya Odo cemas. Wajahnya yang tenang berubah panik, dihantui perkiraan-perkiraan lain yang mengalir di dalam kepala dengan sangat cepat. Dalam hitungan detik, Odo memperkirakan lebih dari belasan kemungkinan dari apa yang dikatakan Reyah.

"Benar .... Dalam ingatan tertua tersebut, dengan kata lain, ingatan itu berasal dari masa Awal Kiamat .... Sejak saat itu, Pohon Sakral berikrar bahwa akan mengambil kembali jati dirinya dengan seorang anak muda berambut hitam yang kelak akan menjadi Raja dari segala Raja. Pada masa dimana semuanya semakin damai, penghakiman akan kembali diturunkan, dan pada saat itukah jalur takdir akan kembali dan bergerak maju ...."

"A-Apaan itu? Raja? Aku bukan Raja, tahu ...."

Reyah menatap tajam ke arah Odo. "Memang, tapi kelak engkau pasti akan mendapatkan gelar tersebut ..., itu pasti," ucapnya dengan penuh rasa percaya.

"Kenapa kau yakin kalau aku anak yang disebutkan itu ...? Bukannya masih banyak anak berambut hitam di luar sana?" Odo berusaha mengelak, pikirannya mulai kacau dan tak ingin menerima kenyataan meskipun sedikit demi sedikit dirinya sadar akan maksud yang ada.

"Tidak ..., itu tidak perlu ditanyakan lagi, Odo. Anak yang disebut adalah engkau, dari ciri-ciri yang disebutkan dan kronologi yang ada, tidak salah lagi itu engkau. Saat engkau pertama kali datang, dirimu ragu untuk membunuh diriku ini padahal diriku serius untuk membunuhmu .... Itu sudah menjadi fakta kuat. Dalam ramalan para dewa dan yang lainnya, meski tak dikatakan waktu dan tempatnya, ada tiga persamaan mutlak .... Pertama, anak tersebut berambut hitam. Kedua, dia tak bisa membunuh orang yang tidak menentangnya .... Dan yang paling membuktikannya, engkau merupakan jiwa yang direinkarnasikan ...."

Odo tak bisa langsung mempercayai perkataan Reyah, tetapi setelah dipikir kembali, dirinya tak menemukan perkataan yang tepat untuk membantah hal tersebut. Mengingat saat dirinya merasa ragu melawan Reyah, mengingat perkataan-perkataan dari sosok yang mengaku sebagai Dewa Tertinggi saat dirinya pertama kali mati, Odo benar-benar tidak bisa membantah fakta tersebut karena dalam lubuk hatinya merasa kalau apa yang dikatakan Reyah ada benarnya.

"Re-Reyah ..., aku paham mengapa kau selalu membantuku dan alasannya juga. Ka-Karena itu ..., boleh aku tanya itu padamu? Tolong jawab dengan jujur dan jangan mengelak ..., kumohon?" Wajah Odo bertambah pucat. Ia sudah sadar jawaban dari pertanyaan yang dirinya akan ajukan, tetapi dalam benak Ia masih tidak bisa percaya kalau fakta tersebut adalah benar.

"Kalau memungkinkan, diriku akan menjawabnya ...."

"Apa itu Awal Kiamat? Jelaskan dengan rinci ..., kumohon ...."

Reyah terkejut mendengar pertanyaan tersebut karena hal itu tidak dikiranya akan keluar dari mulut Odo. Menarik napas dan menghembuskannya, Reyah menatap dengan tajam, dan menjawab, "Awal Kimat, terdiri dari dua kata dan memiliki dua makna .... Ini lebih sering digunakan oleh para Dewa dan makhluk berumur panjang, tak ada manusia atau makhluk berumur pendek yang tahu istilah ini, mereka lebih sering menyebutnya masa sebelum Peperangan Dewa dan Iblis .... Dua makna dalam kalimat ini adalah .... Awal, berarti awal dari zaman baru, menandakan sebuah awal dari tatanan semesta baru .... Kiamat ..., pada saat awal dimulai, ada sesuatu yang berakhir, dan itu adalah akhir dari Kiamat, akhir dari proses penghancuran dunia .... Dengan kata lain, zaman ketika dunia ini masih pertama kali tercipta kembali ...."

Jawaban itu memberitahukan hampir semua yang Odo ingin ketahui. Ingin membuat jelas semuanya, Odo menarik napas dan berusaha menerima kenyataan. Menatap Reyah dengan tatapan penuh ketakutan, Odo bertanya untuk membuat semua keraguannya jelas.

"Apa ..., dunia ini adalah Dunia Paralel seperti yang kukira?"

"Kurasa bukan ..., dunia ini bukanlah dunia paralel .... Dunia ini ... merupakan dunia ketiga. Engkau tahu maksudnya, 'kan? Terlebih lagi, di luar semesta ini hanya ada kehampaan dan ketiadaan ...."

Odo sangat tahu akan hal itu, tahu, paham, bahkan sangat mengerti artinya. Dunia⸻tepatnya semesta tempatnya berada sekarang adalah semesta yang sama dengan yang dulu dirinya pernah tinggali. Tempatnya sekarang berada bukanlah dunia paralel seperti dalam komik atau novel yang pernah dirinya baca dulu. Memahami fakta itu, hal tersebut juga berati kalau dunia tempat tinggal di kehidupan sebelumnya sudah berakhir, sudah kiamat. Fakta tersebut membuat Odo tertekan, bahkan lebih dari saat dirinya diberitahu bahwa dirinya telah mati. Wajahnya memucat dan keringat dingin mulai bercucuran dan jatuh ke atas lantai kayu.

Ia memang ingin menolak fakta itu mentah-mentah, tetapi apa yang ada dalam pikirannya mencegahnya melakukan itu. Budaya, sistem pemerintahan, gelar kebangsawanan, arsitektur bangunan, dan bahkan sampai bahasa, semua apa yang dilihatnya di dunianya sekarang sangat mirip dengan dunianya dulu⸻ bahkan itu bisa dikatakan sama. Odo memang sering merasa, "Kalau memang dunia ini benar dunia yang berbeda, mengapa semuanya begitu persis?" Meskipun itu sesekali terlintas dalam benak, Ia cenderung mengacuhkannya dan hanya menganggap kalau semua itu hanyalah hal-hal yang sering ditemuinya dalam cerita pada novel atau film kartun yang sering ditonton. Faktanya hal itu bukanlah kemiripan, tetapi memang semua yang dianggapnya mirip adalah sama persis dengan apa yang ada di dunianya dulu sebelum reinkarnasi, di dunia sebelum kiamat.

"Berakhirnya semesta dan aku tinggal di semesta baru setelah kiamat .... Hah, apa-apaan ini? Bahkan cerita sci-fi yang pernah kubaca tidak separah ini ...."

Wajah Odo benar-benar terlihat pucat dan lemas, keringat dingin bercucuran, dan matanya menguning seperti orang yang kurang sehat. Stres seketika membuat anak itu kehilangan kondisi prima sampai-sampai tubuhnya yang kuat menjadi sangat terbebani. Meletakkan kedua tangan ke atas lantai dan membungkuk, menundukkan kepala, anak itu sesekali menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.

"O-Odo ..., engkau tak apa? Apa lebih baik is⸻"

"Tak usah, Reyah .... Kita lanjutkan pembicaraan ini .... Kita harus melanjutkannya ..., harus ...."

Odo mengangkat kepala dan menegakkan posisi duduknya. Menatap Reyah dengan wajah pucat, anak itu kembali berkata, "Kurang lebih aku paham kalau dunia ini merupakan dunia yang sama ... dengan dunia tempatku hidup dulu ..., dan kurang lebih ini jauh ke masa depan dari apa yang kutahu .... Tapi ..., Reyah ..., duniaku itu tidak ada sihir .... Meski ada hal gaib, itu pun belum terbukti nyata, tetapi mengapa dunia ini bisa ada sihir ...? Itu sangat tidak masuk akal .... Ya ..., kalau kau menjawab itu karena mukjizat, aku tak bisa protes ...."

"Odo ..., sebaiknya engkau istirahat dulu ...." Reyah cemas, melihat darah mulai mengalir dari kedua lubang hidung anak berambut hitam di depannya. Mengusap mimisan tersebut, Odo berkata, "Jangan cemas ..., kita lanjut saja. Kumohon, Reyah .... Ini sangat penting bagiku ...."

Tatapan tajam anak itu membuat Reyah gentar, itu begitu menusuk dan membuat perasannya bergetar. Memantapkan keyakinannya kembali, Roh Agung tersebut berkata, "Baiklah ..., kita lanjutkan ...."

"Kalau begitu ..., tolong beritahu aku mengapa dunia ini ada sihir? Dan mengapa hal-hal diluar akal sehat yang kutahu ada? Monster, Roh, Iblis, dan makhluk-makhluk lainnya dalam duniaku dulu hanya fiksi dan tidak nyata .... Kenapa sekarang ...."

"Itu bisa saja karena Rekonstruksi Dunia ..... Mungkin engkau pernah mendengar teks kuno ini di kehidupanmu yang sebelumnya, 'Jika sudah terlalu canggih, suatu teknologi tak bisa dibedakan dengan sihir atau bahkan keajaiban ....' Dari teks kuno yang tersimpan dalam susunan Pohon Sakral tersebut, diriku berspekulasi kalau peradaban dan sihir yang ada sekarang ini merupakan perkembangan dari semesta sebelumnya yang telah hancur .... Mungkin engkau yang pernah hidup di zaman sebelum kiamat itu tahu maksud sebenarnya dari perkataan itu ...."

Apa yang dikatakan Reyah benar-benar membuat Odo membatu. Teknologi yang terlalu canggih sehingga sampai dianggap sihir, itu bukanlah gurauan atau lelucon semata. Sihir yang dirinya pelajari, pahami, dan digunakannya, Odo sadar kalau itu sedikit mirip dengan bahasa pemrograman yang pernah dipelajarinya di bangku sekolah pada kehidupannya dulu. Dari awal pembentukan lingkaran sihir yang mirip dengan skrip program, serta sampai pengaktifan sihir yang sangat mirip dengan perintah eksekusi dalam bahasa program. Mantra seperti aktivikasi suara, penerapan Rune yang mirip dengan membuat jalur elektron dalam motherboard atau papan digital, caranya membuat sihir dan berfungsinya program otomatis yang diterapkannya menggunakan pengetahuannya diri kehidupan sebelumnya sehingga terciptanya Auto Senses, kalau dilihat dari sisi lain, sesuatu yang bernama sihir memang tidak nol kemungkinannya kalau itu merupakan perkembangan sangat pesat dari teknologi yang dirinya tahu dari kehidupan sebelumnya.

Dari semua itu, pemikiran Odo mulai terpusat pada satu hal yaitu, Inti Sihir. Faktor tersebut tidak ada di kehidupannya dulu, itu menjadi hal yang membangun mengapa dunianya sekarang bisa ada hal-hal yang dulunya dianggap fiksi bisa menjadi nyata. Hampir setiap makhluk memiliki Inti Sihir, meskipun tingkatannya berbeda-beda, tetapi semuanya memiliki karakteristik sama untuk menampung dan pusat operasional Mana, yang juga faktor yang juga dulunya dianggap hal fiksi bagi Odo.

"Re-Rekontruksi Dunia ..., kau mengatakan itu tadi, 'kan? Sebenarnya ..., apa yang ditata ulang dari dunia? Dan juga, ini dunia ketiga, 'kan? Kalau begitu, tempatku berasal itu dunia pertama atau dunia kedua?" tanya Odo dengan tatapan yang mulai kosong. Pikirannya mulai gila karena semua fakta yang didapatnya sangat membuatnya terkejut. Hal itu bukan berarti Odo benar-benar terpukul atau apa atas fakta yang didapat, tetapi dirinya merasa terbebani atas fakta bahwa Ia adalah jiwa yang berasal dari dunia sebelum kiamat.

"...." Reyah terdiam tak menjawab pertanyaan, ada beberapa dari pertanyaan yang Odo lontarkan tidak boleh setiap orang di dunia tahu hal tersebut. "Odo ..., sebaiknya kita sudahi dulu pembicaraan ini .... Engkau ...," ucap Reyah dengan cemas melihat wajah anak itu yang semakin pucat.

"Kenapa ...? Aku baik-baik saja. Kita lanjutkan pembicaraannya .... Kumohon, Reyah." Odo menegakkan posisi duduknya kembali, melihat lurus Dryad itu dengan tatapan pudar.

Reyah terdiam dengan sorot mata cemas, wajah dengan ekspresi wajah datarnya yang mulai menunjukkan rasa takut dalam dirinya. Menarik napas dalam-dalam, Roh Agung tersebut balik menatap Odo dengan penuh rasa enggan.

"Odo ..., diriku paham engkau punya tubuh yang kuat, karena diriku sendiri yang sudah memberi beberapa peningkatan untuk tubuhmu itu menggunakan Bijih dan Buah Pohon Suci. Tapi, asal engkau tahu ..., ketahanan yang ada padamu hanya secara fisik yang meningkat, kondisi mental dan ketahanannya tak termasuk dalam peningkatan .... Diriku sangat paham engkau tipe orang yang sangat cerdas dan selalu berpikir cepat ..., karena itu ... pasti sekarang engkau sedang memikirkan berbagai hal sampai membuatmu stres ...."

"Sudahlah!! Aku bilang lanjutkan!" Amarah Odo yang sedang labil meledak, tatapan anak itu berubah tajam dan tekanan sihir meningkat dengan seketika. Ia merapatkan giginya, membuka sedikit mulut dan bibirnya melebar, terlihat seperti tersenyum dengan mengerikan, dan napasnya terengah-engah.

Reyah merasa ngeri melihat ekspresi itu. Ia menelan ludah dengan berat dan mengangguk setuju atas permintaan Odo. "A-Apa lagi yang ingin engkau tanyakan ..., Odo?" tanya Reyah dalam ketakutan.

"Jawab pertanyaanku tadi. Apa yang ditata ulang dari dunia ini? Apa saja yang berubah?" tanya Odo dengan suara kelam dan berat. Itu terasa bukan seperti orang bertanya, tetapi lebih mirip seperti sedang menginterogasi.

"Di-Diriku tak tahu .... Dunia sebelum kiamat sangatlah terbatas informasinya ..., mungkin engkau lebih tahu apa saja yang be-berubah di dunia ketiga ini ...."

"Dunia ketiga, ya? Jadi ..., duniaku yang dulu itu dunia ke berapa? Kedua? Pertama?"

"Ma-Maaf .... Diriku sendiri tak tahu itu .... Ya-Yang ada dalam teks kuno, engkau disebutkan hanya sebagai jiwa yang direinkarnasikan ...."

"Teks kuno .... Memangnya tugas apa yang diberikan pada anak berambut hitam yang diramalkan itu? Apa dia datang untuk menyelamatkan dunia atau semacamnya?"

"Bukan ..., dia datang tidak untuk menyelamatkan dunia. Anak berambut hitam itu hanya dikatakan sebagai Pembawa .... Tidak jelas lagi tentang dirinya ...."

Melihat Reyah selalu menjawab dalam ketakutan, Odo mengatur pernapasannya dan menenangkan diri. Tekanan sihir anak itu menurun drastis pada saat Ia mengatur napas yang terengah-engah, lalu anak berambut hitam tersebut menurunkan amarahnya dan memasang wajah tenang kembali.

"Maaf ..., Reyah. Aku menakutimu, ya ...?"

"Ta-Tak apa, Odo .... Engkau meski kesakitan ..., tapi tetap ingin tahu .... Sifat itu ..., diriku sangat suka ...."

"Kesakitan ...?"

Odo sama sekali tidak sadar kalau wajahnya menunjukkan ekspresi yang dikatakan Roh Agung tersebut. Memang anak itu sekarang sedang merasakan rasa sakit pada kepalnya sampai terasa ingin meledak, tetapi dirinya seharusnya menahan itu supaya tak terlihat pada wajah. "Apa ... itu terlihat dari wajahku?" tanya Odo.

"Ya .... Engkau sangat kesakitan .... Ekspresi yang engkau miliki mengatakan hal itu, Odo .... Sangat terpukul, tak ingin percaya, dan ketakutan ...."

Odo lekas menutup wajahnya dengan tangan, lalu menunduk dan berusaha lebih menenangkan diri. Tanpa dirinya sadari, ternyata wajahnya sudah sangat basah karena air mata dan darah mimisan, serta keringat dingin yang mengalir tanpa disadarinya.

"Kita lanjutkan, Reyah ...." Odo mengusap semua itu dari wajahnya, menyekanya dengan lengan pakaian dan kembali menatap ke arah Reyah. "Kau tadi bilang tak tahu apa yang berbeda dari dunia sebelum kiamat dan dunia ini, bukan?" tanya Odo.

"Y-Ya .... Diriku tak tahu, informasi tentang itu sangatlah terbatas. Yang diriku tahu ..., memang dulu pernah terjadi dua kali kiamat di semesta ini."

"Apa kau yakin tidak ada dunia paralel atau semacamnya?"

"Kalau yang engkau maksud dunia paralel itu semesta yang benar-benar berbeda, jawabannya memang tidak ada. Di alam semesta ini ..., memang ada satu tatanan dunia yang terdiri dari berlapis-lapis dimensi yang juga bisa disebut dunia. Tetapi, pada saat kiamat, segalanya telah hancur ...."

"Berlapis-lapis? Apa maksudmu ada yang namanya dunia lain?"

"Tentu saja ada, memangnya sekarang engkau berada di mana?"

Odo terbelalak, kata dunia lain yang dimaksud Reyah adalah dimensi yang berbeda dan bukanlah dunia paralel yang benar-benar berbeda. Memahami hal tersebut, Odo menarik napas dan kembali memikirkan pertanyaan lain.

"Kalau begitu ..., bisa kau jelaskan susunan semesta ini? Terutama bagian dimensi."

"Maaf ..., diriku tak bisa menjelaskan semua susunan semesta ini karena ada banyak hal juga yang masih diriku belum tahu .... Kalau Hierarki Dimensi, diriku mungkin bisa memberitahukannya padamu ...."

"Hierarki ... Dimensi? Tunggu, berarti dimensi ini bukan seperti cermin yang tertata secara horizontal dan tatanan informasinya seimbang? Tapi sebuah dimensi bertingkat dengan tatanan informasi yang berbeda?"

Dalam segi normal, dimensi atau matra itu memiliki pembangun informasi tertentu, terdiri dari panjang, lebar, tinggi, luas, dan informasi lain sebagai pembentuk sebuah dimensi. Semakin kompleks informasi yang ada, maka semakin sempurna dimensi tersebut, dimensi yang berada di luar tiga dimensi disebut juga alam metafisis atau dunia hakikat yang memiliki fundamental mengenai konsep keberadaan dan realitas. Dalam hal tersebut, masuknya konsep hierarki yang dikatakan Reyah berarti bahwa tiap dimensi memiliki kepadatan informasi yang berbeda-beda secara bertingkat.

"Hmm, benar .... Informasi yang membangun tiap dimensi di dunia ini berbeda. Bukannya engkau pernah mengalami efek dari perbedaan tersebut?"

"Efek ...?"

"Ya ..., efek hasil saat makhluk dari dimensi yang susunannya berbeda masuk ke dimensi lainnya. Engkau berasal dari dunia nyata yang pada dasarnya terdapat perbedaan kompleks dalam susunan informasi pembentuknya, karena hal tersebut ..., saat engkau masuk ke Dunia Astral, engkau langsung mengalami kontradiksi dalam beberapa informasi pembentuk keberadaan yang ada dan mengakibatkan ruang di sekitarmu mengalami distorsi yang tak wajar yang memang sudah menjadi sifat dari Dunia Astral .... Hal tersebut juga berlaku sebaliknya .... Dunia nyata adalah tempat yang bisa dikatakan lebih stabil karena secara Hierarki Dimensi berada lebih atas dari Dunia Astral. Karena hal tersebut ..., Roh yang memiliki informasi lebih kompleks tetapi susunannya lebih rendah tidak bisa mempertahankan keberadaannya lama-lama di dunia nyata ..., karena pada dasarnya strukturnya berbeda. Meski ada pengecualian seperti ada beberapa Roh tingkat rendah yang bisa hidup di dunia nyata, tetapi itu terjadi karena konsep kesadaran mereka yang lemah dan membuat Roh tingkat rendah bersatu dengan alam di dunia nyata. Alasan engkau sudah tidak mengalami distorsi saat berada di sini juga karena hal tersebut, diriku merombak tubuh dan informasi pembangun padamu untuk bisa beradaptasi di Dunia Astral ini tanpa mengubah sifat matefisis yang sudah ada pada diri engkau ...."

Penjelasan Reyah tersebut dapat dipahami dengan sangat jelas oleh Odo karena pada dasarnya dirinya juga memiliki beberapa pengetahuan tentang konsep dimensi. Menarik napas dalam-dalam dan kembali berpikir sampai keringat dingin mengucur, anak berambut hitam itu menyusun teori dalam kepalanya dan memikirkan beberapa pertanyaan lainnya.

"Reyah ..., mungkin ini menjadi pertanyaan terakhirku kali ini ..., jadi tolong jawab dengan jelas ...."

"Ya ...."

"Berapa jumlah dunia⸻ lebih tepatnya dimensi di semesta ini?"

"Eng ..., diriku sendiri tak tahu jumlah pastinya. Tetapi, sejauh ini Pohon Sakral telah tumbuh pada lebih dari 7.439 dimensi dalam Lima Besar Lapisan Dunia."

"Haahk." Odo sampai sesak napas mendengar itu. "A-Apa lagi itu Lima Besar Lapisan Dunia ...?" tanyanya.

"Itu adalah susunan lapisan dimensi yang memiliki informasi kompleks dan memiliki sifat mengikat dimensi lain. Lebih sederhananya, itu semacam Cluster Dimensi yang mengelompokkan dimensi menjadi kesatuan besar ....."

"E-Eeh ..., apa-apaan itu? Ada juga yang seperti itu juga?"

"Kurasa di dunia nyata juga sudah banyak yang tahu, masa engkau tidak bisa menebaknya?"

"Ya ..., kurang lebih aku tahu, tapi hanya saja .... Masih tidak masuk akal."

"Begitu, ya .... Kalau cara pandang dari dunia nyata mungkin itu lebih sering disebut dengan Lima Dunia Utama. Terdiri dari Alam Kematian, Dunia Astral, Dunia Nyata, Kayangan, Surga, dan Arsh. Pada setiap dunia itu juga memiliki lapisan dimensi yang berbeda-beda yang jumlahnya tak sedikit .... Sebenarnya di setiap dunia juga memanggil dunia lainnya dengan cara yang berbeda-beda ..., tapi kurang lebih memang seperti itu adanya ...."

Odo langsung membaringkan tubuhnya ke belakang dan menutup wajahnya dengan lengan. Terkapar di atas lantai dengan napas terengah-engah, Ia berkata, "Sudah cukup ..., Reyah .... Hanya itu yang ingin aku tahu .... Selebihnya, aku cari sendiri nanti ...."

"Cukup ...? Cari sendiri ...? Kenapa tiba-tiba malah ...."

"Apa!? Apa kau ingin aku bertanya lagi?"

"Ti-Tidak juga .... Hanya saja ..., sepertinya rasa ragu dalam dirimu masih ...."

"Kalau begitu, memangnya kau bisa membertahu ini? Mengapa aku bisa ada di sini meski duniaku telah berakhir? Kenapa harus aku? Untuk apa aku bereinkarnasi? Apa tujuannya? Apa ini hukuman? Berkah? Atau hanya karena rasa iseng para dewa yang bosan? Kenapa aku masih bisa masih hidup!!?"

Reyah terdiam dan menundukkan kepalanya. Ia melatakan kedua tangan ke atas pangkuan, lalu memasang wajah sedikit sedih. Itu untuk kedua kalinya Odo membentaknya seperti itu.

"Kau tahu , Reyah?" Dryad tersebut mengangkat kepalanya dan mulai mendengarkan kembali. "Apa kau tahu apa yang kurasakan saat mati?" tanya Odo.

"Diriku ... tak tahu .... Bahkan diriku tidak terlalu paham konsep kematian ...."

"Saat Aku mati, aku merasa sedikit lega, sekilas aku merasa, 'ah , ternyata mati itu tak semengerikan yang kukira, ternyata itu hanya berlangsung sekilas ....' Tapi ... setelah itu, sialan itu malah berkata kalau aku tidak bisa masuk Surga atau Neraka. Dan yang lebih konyolnya lagi, dia malah mereinkarnasi diriku ini ke dunia yang jauh di masa depan ini seperti ini ..., dunia tanpa keluargaku dulu, tanpa teman, tanpa hal-hal ya⸻"

Odo berhenti berbicara, dirinya sendiri sadar kalau Ia tidak terlalu bersedih setelah tahu kalau dunianya dulu telah berakhir. Yang membuat Odo tertekan adalah fakta bahwa dirinya masih ada sekarang ini setelah dunia berakhir dan harus hidup di dunia barunya sekarang dengan fakta bawah dirinya merupakan orang dari dunia lama. Memang tak ada yang berubah secara drastis setelah mengetahui fakta-fakta dari Reyah, tetapi tetap saja ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa bertindak seperti sebelumnya. Masih ada rasa penasaran dan keraguan yang menyesakkan napas, memusingkan kepala, dan membuat jantung terasa sakit.

"Apa ... engkau bersedih setelah tahu keluargamu di kehidupan sebelumnya telah tiada?" tanya Reyah. Meski Roh Agung tersebut tidak paham arti dari kata keluarga, dia melontarkan perkataan itu tanpa sadar bahwa dirinya merasa tertarik dengan hal tersebut.

Odo sesaat terdiam, memikirkan matang-matang jawaban dari pertanyaan Reyah. Semakin dirinya berusaha mengingat kenangan indah di kehidupan sebelumnya, kenangan-kenangan dalam ingatannya terasa semakin pudar dan tak jelas. Menghela napas sekali, Odo menjawab, "Tidak juga ...."

Mengangkat lengan dari wajah dan mulai bangun dengan tubuh gentayangan, Odo berdiri dan menatap lemas ke arah Reyah yang masih duduk bersimpuh menghadapnya. Tatapan pada anak itu tidaklah kosong, tetapi terisi oleh sesuatu hal negatif dan terasa sangat berbeda dengan sebelumnya. Biru matanya memang terang, tetapi tatapan tajamnya seperti kegelapan yang amat tajam dan kejam.

"Reyah ..., bisa kau keluarkan aku dari sini dulu? Aku ingin pergi cari angin sebentar .... Untuk kristal sihirnya ..., kurasa itu kita bahas nanti saja ...."

Reyah tidak bisa menolak permintaan itu. Tanpa bertanya lebih lanjut apa yang ingin Odo lakukan di luar Pohon Suci, Dryad tersebut memindahkannya keluar dengan lingkaran sihir yang terbentuk tepat pada lantai yang anak itu pijak.

Next chapter