4 Empat

Seminggu kemudian setelah pertemuan mereka, Queen berencana untuk langsung ke rumah sakit obgyn, memeriksakan dirinya. Baru saja ia tiba di rumah sakit itu, ia lalu mengurungkan niatnya. Ia khawatir kalau saja memang benar dia akan hamil. Namun ia menegaskan langkahnya untuk masuk ke rumah sakit.

Setelah menyelesaikan administrasi, ia lalu ke ruangan yang ditunjuk. Tak menunggu lama, namanya dipanggil untuk masuk ke ruangan itu.

"Permisi dok"

"Nona Queen, silakan duduk. Saya dokter Annie. Apa yang ingin dikonsultasikan?"

Seorang dokter wanita muda yang terlihat lebih dewasa dari Queen menyapanya. Queen lalu menceritakan semuanya pada dokter Annie.

"Jika kejadiannya seminggu yang lalu, mungkin kita sudah bisa memeriksanya, tapi lebih baik kita menunggu beberapa waktu lagi, biar kita lebih tau pasti"

"Kalau gitu, minggu depan aku konsultasi lagi"

Dokter Annie tersenyum pada Queen. Tak lama pintunya diketuk, dan masuklah seorang pria.

"Kak Annie, kakak harus tolong aku sekarang"

Suara pria itu tidak asing bagi Queen. Ia bangkit dari duduknya dan berbalik ke arah pria itu. Dan yang benar saja, dia adalah Ricky.

"Pak Ricky?"

"Queen?"

"Kalian saling kenal?"

"Eh, sebenarnya kami kenal beberapa waktu yang lalu kak"

"Oh iya, kamu tadi minta tolong apa?"

"Ah, kayaknya gak perlu lagi kak, kakak udah bantu"

"Hah? Maksudnya?"

Mereka bertiga saling bertatapan bergantian. Annie merasa ada yang tidak beres dengan ekspresi Queen dan Ricky.

"Apa? Kalian udah lakukan apa tadi kata kalian?"

"Kak Annie gak usah heboh dong. Yah kan waktu itu situasinya mendesak"

"Gimana kalau Queen hamil?"

"Kita belum putuskan itu kak"

Queen keluar dari rumah sakit dan mengenakan masker. Tak lama Ricky menyusulnya.

"Aku antar pulang yah?"

"Gak usah, rumahku dekat. Aku jalan aja"

Baru saja Queen beranjak pergi, Ricky menahan tangannya.

"Gak boleh, aku antar kamu pulang"

Mereka berdua akhirnya sampai di basement apartemen Queen.

"Terima kasih pak"

Queen lalu turun dari mobil Ricky dan menaiki lift. Ricky mengikutinya, namun Queen tidak bertanya atau memberi komentar. Namun saat Queen tiba di depan pintu rumahnya dan Ricky masih mengikutinya.

"Maaf yah, kok kamu ikutin aku?"

"Aku mau bertamu ke rumahmu"

"Aku gak izinkan"

"Aku maksa"

Queen akhirnya menyerah dan membolehkan Ricky masuk.

"Pak Ricky, silakan duduk"

"Jangan panggil 'Pak'. Aku belum tua. Panggil Ricky aja"

"Ya udah, Ricky kamu duduk dulu, aku buatin kopi"

"Queen, tempatmu lumayan juga"

"Ini satu-satunya peninggalan mamaku"

"Peninggalan?"

"Papa meninggal waktu mama hamilkan aku. Mama meninggal waktu tahun pertamaku kuliah"

"Disini ada berapa kamar?"

"Cuma ada dua kamar. Tapi yang satunya aku jadikan galeri"

"Galeri?"

"Aku melukis"

Ricky lalu meneguk kopi buatan Queen. Tiba-tiba ada panggilan masuk di ponselnya, dari Heru. Ricky bingung, ini bukan panggilan internasional, setau dia Heru ada di Amerika.

"Ada apa?"

"Ricky kamu dimana?"

"Aku sedang di luar"

"Aku di rumahmu sekarang. Segera pulang, ada yang mau aku bicarakan"

"Di rumahku? Mau bicarakan tentang apa?"

"Tentang apa? Artikel gosip tentang dirimu sedang ramai terbit di berbagai media online"

"Gosip?"

avataravatar
Next chapter