webnovel

BAB 4

-Yang aku takutkan dari jatuh cinta adalah aku tidak bisa berhenti untuk mencintaimu-

***

"Siapa yang masih bertahan di sini dalam hitungan detik namanya akan langsung dipanggil kepsek!"

"Lo ketos, kan? Abangnya Ridho, kan? Ah, gue masih inget lo!" ujar Yuda setelah memerhatikan seksama penampilan Atha yang tidak berubah sejak dulu dengan berkacamata dan baju dimasukkan ke dalam tapi karismatiknya masih terpancar dengan wajah tampan yang dimiliki sama halnya dengan Ridho.

"Senang punya ketos seperti lo," Yuda mengulurkan tangannya yang diterima Atha enggan. "Mulai sekarang gue siswa Antariosa," lanjutnya menepuk pundak Atha sebelum berpindah pada Ridho. Atha pun segera berlalu dari sana.

"Abang lo kaku nggak kayak lo," bisiknya pelan merangkul bahu Ridho, "gue terima taruhan lo!"

Ridho tersenyum puas dan berujar, "lo harus tau Raisa bukan termasuk cewek yang mudah lo taklukkin."

Yuda hanya mengedikkan bahu, mengajak temannya untuk pulang. Jangan panggil namanya Yuda kalau tidak bisa membuat cewek menunduk padanya. Selama ini sudah banyak cewek yang dikencaninya meski bukan dalam artian yang sebenarnya tapi semua dari mereka tidak ada yang akan menolak Yuda jika diajak berpergian, jalan-jalan apalagi untuk dijadikan pacaran. Ajakan yang tidak pernah terlontar dari bibirnya selama ini.

"Yakin lo mau pindah cuma mau ikut taruhan ini?" tanya Rio yang menghentikan Yuda memakai helmnya.

"Cuma dua bulan kan, gampang," jawab Yuda enteng dengan secetak senyum.

"Sampai kapan sih kalian main taruhan konyol seperti ini?"

"Iya, Yu, bukan cuma Alif yang pengen tau tapi gue juga," timpal Rijal, "lo sama Ridho kenapa sih selalu main taruhan. Enggak balapan, basket, tawuran nah sekarang taruhan cewek. Emangnya itu permainan persahabatan kalian ya?" lanjutnya sarkastik. Meskipun selama ini dia cukup membantu dan mendukung Yuda tapi ada di mana sisi baiknya untuk melarang dan tidak membiarkan Yuda berbuat hal di luar batas.

"Kalian nggak usah ikut kali ini. Gue aja yang pindah, kalian enggak. Lo Rio ngga mau ikutan bertanya?" Yuda memakaikan helm siap menstart motornya.

"Elo memang pengen ditonjok ya Yu," Rio ikut menaiki di belakangnya Yuda. "Udah ah ayo kita cabut aja! Lo juga bakal ngelanjutin permainan ini. Lo kan emang keras kepala orangnya sama dengan Ridho sahabat lo itu!"

Yuda melanjukan motor dengan kecepatan tinggi. 'Dengan permainan ini gue bisa bahagia.'

Terlambat lagi padahal sudah menyetel alarm. Raisa menuruni tangganya menuju meja makan menarik tangan abang Fairuz yang tengah meminum kopi. Tersisa sepuluh menit lagi karena itu dia menyuruh abangnya untuk mengantarnya ke sekolah, jika dia membawa motor sendiri sudah tentu telat, lain halnya bepergian dengan abangnya hanya memangkas waktu lima menit. Jangan tanyakan seberapa tinggi kecepatan, karena Raisa tidak pernah sempat melihat jarum kilometer.

"Sudah antarkan saja daripada dia merengek terus," sela Ayah ketika Fairuz tidak mengindahkan.

"Salah dia sendiri, Yah, udah pukul dua masih saja berkutat dengan laptop."

"Iih, itu salah abang siapa suruh sembunyiin channel, kan Raisa harus streaming nonton Total Recall, ayok!" Raisa menyalami kedua orangtuanya berpamitan lantas menarik tangan Fairuz menuju bagasi.

Mata Raisa terbuka ketika abangnya mengatakan sudah sampai. Kemudian dia langsung turun menyalami abangnya sambil merapikan rambut.

"Makasih abang Pedrosaku, nanti pulang sekolah jangan lupa jemput tepat waktu, okey?! Tepat waktu!" kata Raisa sambil mengedipkan matanya manja lantas segera masuk ke halaman sekolah karena satpam hendak menutup pagar.

Fairuz memakaikan kembali helmnya, berbalik arah ke rumah untuk beristirahat karena larut malam dia sampai dari meeting di luar kota dan hari ini free makanya dia bisa menghabiskan waktu seharian. Tanpa lupa menyetel alarm di jam siang-waktu pulang sekolah Raisa agar tidak lupa menjemput adik kesayangannya yang bakalan ngambek sebulan jika tidak dituruti permintaannya.

Begitu juga dengan Raisa yang berjalan cepat menuju kelasnya. Selain takut terlambat masuk pelajaran Matematika dia juga harus menemui Bela dan mengajak bicara serius mengenai hari kemarin, di mana sampai sekarang Bela acuh tak acuh terhadapnya. Jangankan dibalas pesannya yang sudah berulang kali dikirim, pun panggilan tiap lima menit sekali diriject, berada di dekat Bela saja dia harus bersabar atas sikap sahabatnya yang memilih diam, seolah tidak menganggap kehadirannya.

"Kenapa buru-buru?"

Seiring langkahnya terhenti karena tangannya dicegat, Raisa menengadah melihat pemilik suara bazz yang tak asing.

Tatapan datar dan dingin yang didapatinya sempat membuatnya terkejut. Lelaki itu menampilkan ekspresi sangat berbeda dari kemarin, seolah yang ditemuinya hari ini adalah orang lain. Belum sempat Raisa menebak kehadiran lelaki itu ke sekolah yang sempat didengarnya bahwa lelaki yang masih memegang tangannya akan bersekolah di sini, dia dibuat terkejut saat dirinya ditarik semakin mendekat ke tubuh dengan wangi yang menyebak hidung.

"Jalan pelan-pelan saja, gue nggak mau lo jatuh," ucap Yuda menarik senyum di ujung bibir sambil mengacak rambut Raisa pelan yang terganga mendapat perlakuan seperti itu dari lelaki yang semenit lalu seakan memangsanya dengan tatapan membunuh.

"Lo enggak usah takut sama gue, gue pacar lo bukan perampok."

Raisa segera tersadar mendorong tubuh Yuda untuk menjauh darinya, bersedekap tangan di dada.

"Lo jangan berani menyentuh gue!" Raisa mundur beberapa langkah, koridor sepi kini telah ramai oleh siswa yang memerhatikan mereka.

"Kalian kenapa masih di sini bukannya bel sudah berbunyi."

Pernyataan Raisa diacuhkan karena memang hari ini pelajaran pertama tidak masuk guru untuk semua kelas sebab ada rapat mendadak, Raisa saja yang belum tahu soal pengumuman lima menit lalu.

Yuda mendekat ke arah Raisa yang terhimpit dinding. Satu tangannya ditempelkan pada dinding dekat telinga Raisa sedangkan satu tangannya lagi masih di dalam saku celana abu-abu.

"Kalau lo semakin bruntal, penonton bakalan semakin banyak," bisik Yuda pada telinga kiri Raisa yang seketika melotot, "jadi lebih baik lo ikut gue, pacar lo!" lanjutnya sambil memegang tangan Raisa menuju kelas mereka di ujung sana.

Yuda tidak main-main dengan keputusannya, hari ini dia telah resmi menjadi siswa Antariosa setelah Papanya mengurus segala surat pemindahan tadi pagi.

Raisa pasrah saat Yuda berjalan di sisinya dengan sesekali melirik ke arahnya. Dia tahu tidak akan bisa lolos makanya mengikuti dengan diam, berharap benar-benar cepat sampai ke kelas dengan tujuan utama menemui Bela. Namun, semuanya tidak seperti yang diharapkan saat Yuda membelokkan arah tujuan mereka menuju taman belakang sekolah. Raisa sudah memberontak untuk kembali ke kelas mereka tapi Yuda menghiraukannya, tanpa melepaskan genggaman di lengan Raisa.

"Please gue mau ke kelas," rajuk Raisa berharap Yuda bakalan menurutinya.

"Ngapain sih di kelas, guru lagi rapat juga, mending di sini." Yuda menariknya untuk duduk di sisi kanannya setelah mendudukkan bokong di atas bangku cokelat di bawah pohon mangga yang rindang.

"Lo nggak usah takut deh, gue kan udah bilang bukan mau merampok lo. Gue kan pacar lo."

Raisa mengembuskan napasnya pelan, membalas tatapan Yuda yang menoleh padanya.

"Gue enggak takut sama lo," balas Raisa melepaskan tanganya dari genggaman Yuda, "lo juga bukan pacar gue!" lanjutnya bangkit sambil merapikan rok yang kusut.

Yuda menyungingkan senyum membiarkan Raisa berlalu dengan wajah jutek.

"Kenapa lo senyum-senyum sendiri? Udah gue bilang dia susah ditaklukkin." Yuda menoleh ke belakang yang menampilkan wajah seringaian Ridho yang datang dengan Rio di sampingnya.

"Lho, lo-''

"Ya, gue nggak bisa jauh dari lo," potong Rio mendapat jitakan pelan dari Ridho.

"Jangan jadi homo deh, geli gue dengarnya." Ridho memutari bangku untuk duduk di dekat Yuda.

"Eh lo mau ke mana?" Rio bangkit ketika Yuda melangkah kakinya menjauh dari taman belakang sekolah.

"Good luck, Man!" teriak Ridho dari tempat duduknya, memerhatikan punggung kedua lelaki yang semakin menghilang dari pandangan. "Gue harap dengan ini lo bisa berubah, Yu," gumam Ridho tersenyum miris lantas bangkit berjalan menuju kelasnya.

Next chapter