3 Apostle?

Memiliki sistem RPG di dunia nyata adalah suatu berkah dari surga. Sebagai seorang pemuda berumur dua puluh lima tahun, bermain gim adalah salah satu obat pereda stres setelah berurusan dengan kehidupan sehari-harinya. Di dunia sebelumnya, game berjenis RPG dengan subgenre; MMORPG, sangat digemari oleh berbagai kalangan. Sebagai salah satu dari orang-orang tersebut, Krieger memiliki sejarah bahwa Ia pernah menjadi pemain top satu diseluruh server dalam gim 'The Night World'.

Terbangun dari 'matinya', sebenarnya ia juga masih belum yakin, apakah ia sudah mati atau belum. Jikapun ia tidak mati, berarti satu-satunya yang terjadi adalah; ia telah bertransmigrasi ke dunia lain.

Duduk diatas tempat tidur yang lembut sambil memegang gelas, Krieger tersenyum lebar, dan bahkan hampir tertawa terbahak-bahak jika bukan karena ia tiba-tiba mendengar banyak langkah kaki orang di luar kamarnya.

"Sebagai transmigrator..." sekonyong-konyongnya Krieger berbicara lirih—menyebut dirinya sebagai seorang yang telah berpindah ke dunia lain.

"... ini adalah berkah." ia tersenyum sinis sembari menunggu orang-orang tersebut masuk.

Setelah beberapa ketukan di pintu, beberapa orang masuk kedalam ruangan. Mereka dipimpin oleh Senyrin, si kepala maid.

Diam-diam Krieger menghitung mereka dalam pikirannya. "tiga, enam, sepuluh, sebelas tambah Senyrin!"

Krieger melihat mereka sambil tersenyum ramah, tidak perlu berkata apa-apa semua orang akan tahu bahwa dia sudah baikan. Sebelumnya, ia berpikir bahwa anggota Kerajaan adalah keluarga-keluarga Raja, tetapi sepertinya ia keliru. enam dari mereka adalah Para lelaki yang setidaknya berumur 40 - 70an, sedangkan sisanya adalah para wanita tua dan Senyrin— yang lebih muda dari mereka semua.

Senyrin membalas senyuman Krieger dan mengatakan, "Tuan Pahlawan, Anggota kerajaan ingin melihat kondisi anda. Silahkan Tuanku." Senyrin membungkuk dan menjulurkan tangannya, lalu bergeser agar seseorang di belakangnya bisa melihat Krieger.

"Terimakasih." Orang itu tersenyum lalu, mendekati Krieger.

Krieger melihatnya dengan saksama, pria itu berbadan tegap dan atletis. Pakaian suteranya yang berwarna putih ditenun dengan rapi dan terlihat begitu indah, sebuah lambang mawar berwarna merah tergambar pada dada pakaiannya. Jika dilihat secara keseluruhan, pria ini seperti seorang malaikat maut yang datang untuk mencabut nyawa orang saleh. Rambut panjang berubannya menjuntai hingga ke dada sama seperti milik Krieger. Wajahnya sedikit pucat dengan telinga yang runcing berbeda dari manusia normal. Matanya tajam seperti elang. Ia tersenyum ramah ke arah Krieger.

Krieger membalas dengan senyuman canggung miliknya. Pak tua itu mungkin tidak bisa melihatnya karena hampir sebagian wajah Krieger tertutup perban.

"Ha...halo." Suara Krieger teredam oleh perban itu, padahal sebelumnya ia merasa biasa-biasa saja.

Dengan gerakan perlahan, Ia menarik seluruh ikatan perban dari wajahnya. Rambut putih panjangnya terurai berantakan mengikuti perban tadi. Setelah selesai, sekonyong-konyong ia berkata, "Saya baik-baik saja. Terimakasih telah merawat saya."

"Bukan saya yang merawat anda, ini merupakan pekerjaan para maid. Seharusnya anda berterima kasih kepada mereka." Pak tua beruban itu menoleh ke Senyrin. "Anda bisa berterimakasih ke Senyrin sebagai perwakilan."

"Terimakasih, Senyrin." Krieger mencoba se-sopan mungkin, ia tidak tahu budaya orang-orang sini. Jadi, selama ia bisa beradaptasi mungkin ia bisa mendapatkan beberapa jawaban atas apa yang menimpanya.

Pak tua beruban itu tersenyum lagi, ia menoleh ke Krieger. "Perkenalkan namaku adalah Morhad, pemimpin kelompok Mawar Wernes. Sedangkan sembilan lainnya merupakan tetua biasa yang sama sepertiku."

Krieger mengangguk dengan hormat untuk merespon perkenalan itu, ia juga melihat ke para tetua lainnya untuk memeriksa mereka sekali lagi.

"Salam kenal, para tetua." Krieger menunduk untuk menghormati mereka. "Nama saya adalah Sebastian Krieger."

*****

Morhad dan para tetua lainnya berbincang-bincang bersama Krieger, mereka berada di ruang makan dengan meja panjang dan terdapat sebelas kursi disana. Morhad berada di ujung meja, sedangkan Krieger di ujung satunya. Para tetua lainnya berada pada sisi kiri dan kanan meja dan saling berhadapan.

Para maid mulai menyiapkan hidangan, ada daging babi panggang, ayam panggang, kalkun rebus, sayur-sayuran, dan berbagai macam hidangan lezat lainnya.

"Seperti yang kami bilang tadi, kami bersepuluh adalah seorang tetua dan pekerjaan kami hanya melayani rakyat semata. Tidak ada yang lebih dari itu." Morhad bercakap dengan tenang.

"Aku sudah mengerti. Tapi, aku akan langsung ke intinya, mengapa aku bisa terpanggil ke sini?" Krieger tidak ingin berbasa-basi.

Para tetua melihat ke arah masing-masing dari mereka, terkecuali Morhad. Morhad hanya tersenyum dan berkata, "Lingkaran suci adalah salah satu dari keajaiban dunia yang memiliki kekuatannya sendiri, barangsiapa yang terpilih oleh lingkaran suci itu adalah orang-orang yang kami sebut sebagai Apostle, sedangkan fenomena itu kami sebut 'circle of summon'."

"Apostle?"

"Ya. Apostle adalah sebutan untuk orang-orang yang terpilih. Apostle juga memiliki sebuah berkah atau kekuatan mutlak atas dirinya." Raut wajah Morhad mulai serius.

"Bisa anda perjelas, apa itu kekuatan mutlak?" Krieger semakin penasaran.

"Kekuatan mutlak ya. Intinya itu adalah kekuatan utama dari seorang Apostle, misalnya kamu dapat mengeluarkan api dalam skala besar."

"apa! Sehebat itu?"

Tiba-tiba dari sisi kanan meja, seorang tetua pria memotong pembicaraan, "bisakah kau beritahu kami, apa kekuatannya mutlak mu?"

"Hei Em Moria, dia baru sadar, jangan memaksanya." Kemudian seseorang dengan wajah yang sama membalas dari sisi berlawanannya.

"Apa yang kau ketahui, Me Airom?" Sontak hal itu membuat Em Moria tidak senang.

Namun, dengan cepat Morhad merelai agar tidak terjadi perkelahian, "Kalian ini sudah tua, saudara kembar lagi, apa tidak malu dilihat Junior ini." Morhad menatap mereka berdua. "Aku harap kau memaklumi mereka."

"tidak apa-apa." Sejujurnya, Krieger sangat tidak nyaman dengan itu, tapi Ia mencoba tetap santai agar dapat mengumpulkan informasi yang mungkin berguna baginya.

"Tidak perlu dipikirkan tentang kekuatan mutlakmu, yang terpenting adalah kesehatan tubuhmu. Silahkan, silahkan dimakan semua hidangan disini. Tidak perlu sungkan."

Sebagai manusia normal yang tidak makan selama berhari-hari, ini memang merupakan surga baginya. Krieger langsung menyantap sayur-sayuran dan lauk pauk yang tersedia di sana.

*****

Perjamuan makan bersama para para tetua akhirnya selesai. Krieger kembali ke kamarnya, ia duduk di ranjang sambil mengelus-elus perut buncitnya karena kekenyangan.

"tidak ada yang lebih menyenangkan daripada makanan gratis!" Krieger mencoba memejamkan matanya.

Sebelum sempat untuk sepenuhnya pejam, Perryrin datang membawa seekor ayam panggang raksasa, "Tuan, aku bawakan pesananmu." Ia tersenyum ramah.

"Sejak kapan aku meminta ayam panggang?" pikir Krieger heran.

"Tadi kamu memintaku untuk membuatnya." jawab perryrin

"Aku tidak pernah memintamu..."

Krieger melihat bahwa Perryrin sedikit keberatan membawanya, terlihat dari kakinya yang gemetaran karena menahan beban ayam raksasa itu. Krieger berdiri dan mencoba membantu Perryrin, "Biar aku saja." Krieger terkejut bukan main, ini ayam atau babi, berat sekali! pikirnya. Di saat Krieger mencoba mengambil ayam tadi, ia tidak sengaja menyentuh tangan Perryrin, dan membuat sistem RPG merespon, kemudian mengeluarkan suara lonceng serta muncul jendela mengambang di hadapannya.

*ding*

•Info

Name: Sebastian Perryrin

Race: Craftian

Title: ?

Class: ?

Level: 10

Exp: [100/100]

Hp: [100/100]

MP: [100/100]

Status: 100%

Tendency: Light[0:0]Dark

[SELAMAT] [Anda telah mengaktifkan Sub skill Appraisal, "Appraisal: identity". Skill khusus ini hanya dapat digunakan untuk mahkluk hidup, namun dengan batasan tertentu. Untuk level terendahnya, anda hanya bisa melihat orang berlevel 1-10, untuk level 10+ berikutnya anda harus meningkatkan skill "Appraisal: Identity" ke yang lebih kuat.]

Karena membaca notifikasi itu, tanpa sadar Krieger cukup lama menyentuh tangan Perryrin.

"Tu... tuan?" Pipi Perryrin memerah malu.

"Eh, ah, Maaf!" Pada saat itu juga Krieger tiba-tiba merasa kepalanya berdenyut dan dengan cepat menaruh ayam raksasa itu ke meja. Kemudian Ia duduk di atas ranjang nya, sembari mengelus-elus dahinya.

"Anda tidak apa-apa?" tanya Perryrin dengan khawatir.

"Tidak apa-apa."

"maafkan saya, karena menyusahkan anda." Perryrin masih khawatir.

"Sudah tidak apa-apa, kamu bisa pergi sekarang." ucap Krieger tanpa memerhatikan Perryrin.

"Uhm, baiklah tuan, selamat malam." Perryrin menunduk dan pergi.

Krieger mengunci pintu kamar dan kembali berbaring di ranjangnya.

"Huh, kepala ku masih sakit." Ia menyentuh pelipisnya.

avataravatar
Next chapter