webnovel

Sedikit Disini Sedikit Disana

Raissa baru saja selesai mandi ketika mendapat pesan dari Liza. "Raissa, maafkan aku, aku cemburu dan iri padamu. Tapi kudoakan yang terbaik untukmu. Besok aku boleh pulang, kamu besok jadwal kerja apa? aku mungkin boleh pulang sore atau malam hari, karena ada antibiotik yang harus diselesaikan. Kemari ya Sa? ada berita gembira yang ingin kuceritakan padamu." tulis Liza dalam pesannya. Raissa senang sekali, buru-buru ia menulis, " Terimakasih Liza, kamu memang sahabat terbaik! pasti besok aku kesana, entah apakah Peni dan Asya bisa ikut. Harusnya kami bertiga jadwal pagi semua." tulis Raissa. "Baiklah, tak sabar bertemu kalian! kalian pasti terkejut dengan beritaku!" tulis Liza. Raissa mulai berpura-pura tidak tahu. "Ada apa sih Liz, kamu kan tahu aku super kepo! ayolah . sekarang saja beritahu ya.. nanti aku tidak bisa tidur.." tulus Raissa. "Hahaha.. rahasia, tunggu besok yaa!! sampai jumpa besok!" tulis Liza. "Baiklah, aku coba tanya Asya dan Peni, siapa tahu mereka sudah tahu." tulis Raissa. "Belum ada yang tahu hihihihi.. tanya saja!" tulis Liza. "Lizaaaaaa..."tulis Raissa sambil tersenyum, ia senang Liza sudah seperti biasa bercanda lagi dengannya. "Hahahahah, sabar dong, tunggu besok ya! Aku tidur dulu, selamat malam!" tulis Liza. "Heh..kok tidur sih.. ya sudah kalau begitu, sampai besok.. selamat malam!" tulis Raissa lalu ia keluar kamar menemui Asya dan Peni. Asya baru pulang dari pemakaman mertua dr. Faisal. Sedangkan Peni sedang makan, ia pulang bersama Raissa tadi. "Liza sudah mau bicara lagi denganku, bahkan besok memintaku datang ke RS sebelum ia diperbolehkan pulang ke rumah!" kata Raissa sambil tersenyum senang. "Oh syukurlah!!" kata Asya. "Sudah waktunya kalian baikan! Akhirnya hidup kita damai lagi Sya.. tidak enak harus jaga perasaan Liza dan Raissa, pusing aku!!" kata Peni mengomel. "Peniiii!! tapi memang betul sih Sa, bingung juga menghadapai kalian berdua, soalnya kami sayang kalian berdua!" kata Asya. "Heheheh, maaf ya, gara-gara aku dan Liza, kalian berdua yang kena getahnya. Oya Liza bilang akan mengabari sesuatu yang menggembirakan besok, apa ya?" tanya Raissa memancing kedua sahabatnya. "Kabar gembira apa? Liza boleh pulang?" tanya Peni. "Itukan Raissa sudah tahu tadi. Tapi selain itu aku tidak tahu ada kabar gembira apa?" kata Asya. Raissa hanya manggut-manggut. Rupanya Bram tidak memberitahu mereka. "Mungkin Liza dapat bonus kenaikan gaji? tapi tidak mungkin ya? atau tahu kapan kita semua dapat bonus?" kata Peni penuh harap. "Ah, duit melulu yang kamu pikiran Pen!" kata Raissa. "Heheheh, cuma itu yang buat aku gembira soalnya!" kata Peni. "Ya mikirnya apa yang membuat Liza bahagia dong Pen!" kata Asya. "Hahaha, ya sudah, berarti ya besok baru kita tahu apa yang diberitakan Liza." kata Peni. "Iya kita tunggu saja, aku mau mandi dulu, udah lengket badanku seharian membantu dr. Faisal dan keluarganya." kata Asya. "iya Sya, mandilah, aku mau makan dulu ah.." kata Raissa. Dan merekapun melanjutkan kegiatan mereka.

Sementara ketiga gadis itu melanjutkan kegiatan malam mereka, Aditya baru saja menyelesaikan sebuah transaksi di ruang rapat Menara Bhagaskara. "Selamat Pak Aditya, sekarang anda adalah pemilik penuh Bhagaskara Medika." kata Seorang Notaris diikuti tepuk tangan Paman dan Bibinya. Tadinya Bhagaskara Medika miliknya bersama dengan Paman dan bibinya tetapi hari ini Aditya membelinya dari mereka semua. Setelah notaris itu pergi, paman Arganta bertanya pada Aditya, "Jadi apa rencanamu Dit? terus terang kami merasa dari dulu Bhagaskara Medika tidak terlalu menguntungkan buat kami. Setidaknya kalau kami jual padamu, masih tetap milik keluarga."

Aditya hanya tersenyum. "Ya Paman benar, Bhagaskara Medika ibarat kue yang kecil tapi harus dibagi untuk kita semua, dibandingkan kue milik paman dan bibi semuanya tentunya Bhagaskara Medika tidak terlalu mengenyangkan. Tetapi Bhagaskara Medika adalah warisan ayah saya, kerja kerasnya yang membuat nama Bhagaskara Medika dikenal. Saya hanya ingin melestarikannya. Mungkin kedepannya akan memperbesarnya menjadi rumah sakit. " kata Aditya membagikan sedikit rencananya pada Paman dan bibi ya. Tentu saja mereka mengira ini adalah rencana besar Aditya. Padahal kenyataannya ini baru langkah awal saja buat Aditya. "Oh bagus rencana itu, kupikir kamu hanya membelinya untuk anak kurang ajar si Alex keparat! Tapi kudengar anak itu sudah hampir tidak pernah ada di klinik kecuali kalau praktek saja?" tanya Paman Arganta. "Ya Benar, pasien Alex lumayan banyak di klinik, jadi sayang kalau Alex dikeluarkan, lumayan buat pemasukan perusahaan." kata Aditya basa-basi, padahal ia sudah memiliki rencana dengan Alex untuk kedepannya. Paman Daryanta mendekati Alex, "Jadi untuk ini kau membeli seperempat saham perusahaanmu dua tahun lalu?" bisiknya. "Ya Paman, aku butuh income tambahan untuk membeli Bhagaskara Medika, Pabrik paman sangat menguntungkan, jadi aku cepat balik modal." kata Aditya. "Kamu pandai sekali, bukan pandai jenius seperti ayahmu, dia itu benar benar ilmuwan sejati, kalau kamu lebih seperti paman Arganta, pandai berbisnis. Dalam dua tahun keuntunganmu sudah bisa membeli perusahaanmu sendiri. Setelah ini apa lagi Dit?" tanya Paman Daryanta. "Ah Paman bisa saja, setelah ini istirahat dulu, tarik nafas, kumpulin modal buat bikin rumah sakit." kata Aditya yang walaupun lumayan dekat dengan Daryanta tetap saja ia tidak memberitahukan rencananya pada Daryanta. "Oh ya..ya.. semoga sukses ya Dit, bangga paman sama kamu!" katanya. Adit hanya tersenyum dan menganggukkan kepala. Tak lama kemudian rapat bubar. Aditya hendak beranjak pergi ketika bibi Maya mencegatnya. "Aditya, bisa bicara sebentar?" tanyanya dengan muka agak cemas. "Ya Bibi? saya punya waktu sekitar sepuluh menit saja Bi, bagaimana? ada yang bisa saya bantu?" tanya Aditya. "A..ehm.. sepertinya kamu sudah lumayan berhasil ya Dit? Aku senang dengan kemajuan mu, bagus itu, teruskan!" kata Bibi Maya. "Ada apa Bibi? ada yang ingin bibi utarakan? apa ada yang bisa saya bantu Bi? kalau saya bisa pasti akan saya bantu." kata Aditya yang sebenarnya sudah menebak maksud bibi Maya. "Ah.. err.. yah begitulah Dit, sebenarnya Bibi sungkan mau meminta bantuan mu, tapi kamu tahu kan Rama anak Bibi, ia agak kurang pandai mengelola bisnis, jadi kami mengalami kerugian, kami butuh bantuan suntikan dana yang lumayan besar. Kami berencana menjual setengah dari saham perusahaan kami. Bagaimana Dit? tertarik?" tanya Bibi Maya. Aditya yang sudah mengetahui permasalahan perusahaan yang dipimpin oleh Rama, anak pertama dari Bibi Maya hanya mengangguk. "Saya tertarik Bi, tetapi tentu saja kita tidak bisa membicarakan detail disini, mungkin kita bisa atur rapat dengan Rama? Tapi sebelumnya saya penasaran Bu, kenapa bibi tidak datang ke paman Arganta?" tanya Aditya. "Aduuh Dit, kamu kan tahu pamanmu, dia akan berusaha menguasai semuanya, nanti apa yang akan kuwariskan pada anak cucuku?" kata Bibi Maya. Aditya kembali mengangguk. "Baiklah Bibi, nanti kita atur pertemuan kita, Bibi sudah tahu nomor Bu Ade kan?Nanti beliau bisa atur pertemuan kita. Sekarang saya harus pergi, sudah terlalu malam." kata Aditya. "Baiklah, terimakasih ya Dit!" kata Bibi Maya, kali ini dengan muka lebih berseri, ia mendahului Aditya ke lift dan meninggalkan Aditya sendirian di ruang rapat yang besar. Aditya hanya tersenyum sendiri. "Satu-satu.. satu-satu..sedikit disini, sedikit disana.." gumam Aditya lalu melihat arlojinya. Sudah pukul 10 malam, kalau menunggu sampai di rumah pasti Raissa sudah terlelap. Aditya memutuskan untuk menelepon Raissa saat di mobil nanti. Hari ini untungnya dia membawa supir sehingga tidak harus menyetir sendiri. Jadi ia bisa bebas bicara dengan Raissa. Setibanya di dalam mobil ia langsung menghubungi Raissa.

"Halo Mas, sudah pulang?" sapa Raissa begitu tersambung. "Halo sayang, belum nih, masih di mobil mau pulang. Sudah mau tidur?" tanya Aditya. "Belum, nunggu mas telepon." kata Raissa. "Tapi suaranya udah ngantuk tuh!" kata Aditya. "Heheheh, ya emang udah malam mas.. eh mas, Liza tadi kirim pesan ke ponselku, dia mau baikan lagi denganku, bayangkan..." dan mengalirlah cerita Raissa tentang harinya bagaimana Bram memanggilnya lalu menyuruhnya pura-pura kaget dengan hubungannya dan Liza. "Wah, Harus pandai bersandiwara dong! Tapi aku turut senang kalau sudah bisa baikan, Bram baik juga ya, kupikir selama ini anak-anak site tengil-tengil semua, bisanya bercanda dan bikin berisik kantor saja." kata Aditya. "Hahahaha, justru kalau tidak ada mereka ya tidak rame mas! lucu-lucu semua." kata Raissa. "Ya coba kamu bayangkan, terjebak rapat bersama mereka, yang kadar keseriusannya dibawah 5 persen, selebihnya hanya bercanda, lama banget rapat dengan mereka, mendingan aku rapat denganmu saja!" kata Aditya. "Hahahahah, mulai lagi mas.." sindir Raissa begitu mendengar rayuan gombal Aditya. "Eh Sebentar, itu bukannya Bram lagi di jalan, pak.. pelan-pelan.. sebentar ya sayang.." kata Aditya tanpa menutup ponselnya membuka kaca jendelanya. "Bram!! sedang apa kau malam -malam begini. Motormu mogok?" tanya Aditya melihat Bram menuntun motornya. "Eh Pak Aditya, baru pulang pak? Ini pak, sepertinya ada yang menaruh paku di jalanan. Mobil bapak tidak apa-apa?" tanya Bram. "Pak Rasyid, coba periksa mobil kita." kata Aditya yang langsung dituruti oleh pak Rasyid. "Aman pak!" sahut Pak Rasyid. "Wah syukurlah, saya tidak tahu dimana kena pakunya tapi ban saya dua duanya robek pak. Tidak masuk akal, biasanya paku diletakkan oleh bengkel-bengkel nakal untuk mencari pelanggan, tapi ini kan jalan perumahan, jauh sekali ke bengkel terdekat, sepi pula. Saya sempat ketar-ketir tadi takut ada begal." kata Bram. "Memang sepi jalan ini, biasanya hanya digunakan untuk jalan pintas." kata Aditya. "Iya pak, saya selalu lewat sini, lumayan motong jalan. Lagi sial saja mungkin, tadi juga sebelum pulang, helm dan jaket saya ada yang merusak. Sekarang ban motor robek! haduuhh!!" kata Bram bingung dan kesal. "Oya? sudah lapor pengelola parkir gedung?" tanya Aditya. "Saya tidak menggunakan parkiran gedung pak, bayarannya mahal, saya menggunakan parkiran luar yang bayar perharinya hanya 5000 perak pak. 24 jam. Tapi ya itu, keamanan tidak terlalu terjamin. karena yang nunggu hanya 2-3 orang, menjaga ratusan motor."kata Bram. Aditya mengerutkan kening. " Ayo masuk, buka jendelanya..kau tuntun sepeda motormu dari jendela, kuantar sampai bengkel terdekat." kata Aditya. "Wah, terimakasih pak!" seru Bram lega. "Sayang aku tutup dulu ya, besok aku kabari, kamu tidur saja duluan. Aku menyayangimu!" kata Aditya mengabari Raissa sekaligus menutup pembicaraan dan menyimpan ponselnya ke dalam kantong jasnya. Sedangkan Raissa di kamarnya bengong, baru pertama kali Aditya bilang menyayanginya. Ia harus teriak atau bagaimana? kenapa langsung ditutup? akhir ya Raissa hanya menutup mukanya yang memerah dengan bantal dan berusaha tidur. Untung Asya sudah tidur duluan, kalau tidak pasti Raissa habis digodain Asya.

Sementara itu di mobilnya, Aditya memusatkan perhatian pada Bram yang berusaha mengatur keseimbangan motornya. "Maaf mengganggu percakapan bapak dengan Raissa pak, saya kan merahasiakannya pak, jangan khawatir." kata Bram. "Terimakasih Bram, belum saatnya orang lain tahu hubunganku dengannya. Ada banyak yang dipertaruhkan."Kata Aditya. "Tapi bapak benar-benar tulus pada Raissa kan pak? maaf kalau saya lancang dan bukannya saya tidak tahu terimakasih, hanya saja Raissa itu teman saya pak, anaknya baik, ceria, dan pekerja keras. Jangan dikecewakan ya pak ya?" kata Bram. "Jangan khawatir Bram, aku tidak mempunyai maksud buruk pada Raissa, dan niatku padanya tulus sejak awal. Tapi kasus kami memang agak tidak biasa." kata Aditya. "Baiklah pak, syukurlah kalau begitu." kata Bram lalu terdiam. Merekapun terdiam sampai menemukan bengkel. "Sampai disini sudah bisa Bram? apa mau ditungguin juga?" tanya Aditya. "Tidak usah pak, sudah bisa, rumah saya juga sudah dekat. Sekali lagi Terimakasih banyak pak!" kata Bram. Lalu Aditya pamit dan pulang.

Sementara itu, beberapa meter di belakang jalanan tempat Aditya menemukan Bram menuntun motornya, duduklah seorang lelaki dengan Hoodie hitam yang menutupi mukanya. Kulitnya yang gelap juga membuatnya makin susah terlihat di kegelapan malam. Jarinya memainkan paku paku yang barusan disebar dan begitu Bram lewat paku-paku itu dikumpulkan kembali. Paku- paku yang sudah merobek jaket kulit Bram, menggores helm Bram dan terakhir merobek ban motornya. "Paku-paku kecil yang baik, sayang, ternyata laki-laki itu punya malaikat pelindung. Padahal kesempatan besar kalau malaikat pelindungnya tidak datang, kita bisa menyelesaikan pekerjaan kita, menghabisinya!!! Paku-paku kecil, terimakasih sudah menjalankan tugas, sekarang kalian dibebaskan, silahkan pergi dari sini. Aku akan mengamatinya besok hari. Selalu ada hari esok. hmmm.. siapa yang akan kupilih membantu tugasku kali ini?" gumam si topi biru sambil berjalan menembus kegelapan malam, sekali-kali terdengar suara si topi biru terkikik geli merencanakan sesuatu yang jahat untuk Bram, atau melamun dengan mata nanar memikirkan Raissa di jalan yang semakin bertambah sepi seiring malam yang kian larut.