webnovel

Asya Wedding Day 2

untuk kedua kalinya Raissa terbangun dengan terkejut. Kali ini memang disengaja karena ia terbangun mendengar suara alarm di ponselnya. Bukan hanya Raissa, Peni pun ikut terbangun. Waktu menunjukkan pukul 3 dinihari. Peni merentangkan tangan keatas, "Hoooaaahmmm.. kenapa Asya pilih nikah pagi-pagi sih..!" gerutu Peni. "Kita aja bangun jam 3 udah ngomel gimana Asya ya? kayaknya dia gak tidur deh. Katanya dia harus udah stand by di kamar hotelnya jam 1.30.. MUA nya kalong kali ya? " kata Raissa. "Mmhh hoaamm ... sudahlah ayo kita siap-siap juga, sebentar lagi Liza dan penata rias kita juga pasti datang." kata Peni. Dan benar saja tak lama kemudian Liza datang bersama rombongan penata rias. Karina ikut dirias bersama mereka, Aleisha ikut bersama ibunya dirias bersama calon besan dan pengantin wanita.

"Sa, maafkan aku, aku meninggalkan buket bunga tangan untuk kita di ruang ganti klinik. Aku lupa sama sekali!" kata Liza yang masih menunggu giliran dirias. "Baiklah, aku akan mengambilkannya sekarang, jangan khawatir.* kata Raissa yang sudah tampil cantik dengan riasan dan gaun pestanya. "Aditya pasti mau mengantarmu kesana Sa, coba cari dia di ruang kerjanya." kata Karina. "Hehehe, memang itu yang kuharap kan. Tapi kalau dia sibuk, ya aku mau pinjam salah satu sopir untuk mengantarkan ku. Aku cari Mas Aditya dulu ya.." kata Raissa sambil keluar ruangan dan menuju ruang kerja Aditya. Ternyata Aditya memang sedang ada di dalam. "Mas sedang rapat?" tanya Raissa takjub. "Wooowww.. Halo cantik!!!... aku baru selesai rapat dengan salah satu investor dari USA, hanya satu saja agenda hari ini, setelah itu aku bebas menikmati hari pernikahan Alex dan Asya. Ada apa cantik? Ya ampun Sa, kamu cantik banget hari ini! Sumpah!!" kata Aditya. Raissa tersipu, "Sudah ah, jangan gombal melulu. Liza ketinggalan buket bunga tangan kami di klinik, temani aku ambil ya mas? cuma aku yang sudah selesai di rias. Boleh ya mas?" tanya Raissa. "Tentu saja, apa yang tidak boleh untukmu sayangku? Aku siap mengantarmu kemana saja hari ini. Kmu sudah sarapan belum?" tanya Aditya. "Sudah, tadi makan nasi goreng sebelum bibirku diberi lipstik hehehe.. sekarang aku sudah tidak mau makan apa-apa lagi, nanti make up-nya rusak. Walaupun sebenarnya lipstiknya tidak akan terhapus kata si penata rias."kata Raissa sedikit skeptis, "Mas sendiri sudah sarapan belum? pagi-pagi begini sudah langsung sibuk? Mau kutemani sarapan dulu?" tanya Raissa. "Wah sayang sekali aku sudah sarapan, padahal aku mau ditemani olehmu, tapi tak apa, sekarang kan kita akan bersama-sama mengambil buket bunga tangan kalian ke klinik. ayo aku antar!" kata Aditya sambil menggandeng lengan Raissa. "Bucin banget gak sih kita mas? maunya bareng terus!" kata Raissa sambil cekikikan. "Biarin aja, kalau ada yang sirik suruh ikutin aja cari pasangan hidup juga!" kata Aditya sambil membukakan pintu mobil untuk Raissa dan merekapun berangkat ke klinik. Karena mereka tidak berencana lama didalam klinik, Aditya meminta izin satpam untuk memarkirkan mobilnya di depan lobby, tentunya agak kepinggir agar mobil lain dapat lewat. Mereka pun keluar mobil dan memasuki gedung.

Hari ini klinik lebih sepi dari biasanya, karena setengah karyawan akan menghadiri upacara pernikahan Alex dan Asya, banyak dokter konsulen juga yang memilih libur untuk menghadiri pernikahan kolega mereka. Raissa memasuki klinik bergandengan tangan dengan Aditya. Raissa masuk dengan cepat dan mengambil barang yang diperlukan. Hampir semua karyawan yang ditemuinya menggoda Raissa dan Aditya. Mereka berdua tampak menawan dan serasi. Sepanjang waktu mereka bercanda dan tertawa tanpa melepaskan pegangan tangan mereka. Merekapun menuju mobil yang terparkir di depan lobby. Sikap mereka sangat mesra dan senyuman hangat tak pernah lepas dari bibir Raissa. Merekapun melajukan mobil keluar dari halaman gedung kembali ke rumah tanpa sadar sepasang mata memerah karena amarah mengikuti mereka semenjak mereka datang. Siapa lagi kalau bukan si topi biru. Awalnya ia kemari hanya untung-untungan saja ingin melihat Raissa, tanpa disangka ia benar-benar melihat Raissa dengan balutan gaun yang anggun dan riasan wajah yang sangat mempesona. Awalnya ia mengira Raissa berdandan seperti itu untuk dirinya, tetapi ketika Aditya datang ke sampingnya dan mengandeng tangan Raissa berjalan berdekatan bahkan hampir seperti memeluk Raissa , ia mulai naik darah. Ditambah Raissa tak sekalipun melihat ke arahnya. Pandangannya selalu tertuju pada Aditya. Senyumnya tak pernah berhenti merekah. Hati si topi biru sangat panas, ia terbakar cemburu. Raissa adalah miliknya, tak boleh ada yang bisa memilikinya. Tapi bagaimana cara merebutnya? Aditya adalah orang penting, berpengaruh, kuat, hebat, tampan dan kaya luar biasa. Bagaimana dengan dirinya? Apakah ia tak pantas untuk Raissa? Bayangan Raissa bersama Aditya terbayang kembali. Raissa tampak sangat berbahagia bersama Aditya. Tidak!!! Tidak, Tidak, tidak,Tidaakk!!!! kebahagiaan itu palsu. Raissa hanya bisa berbahagia kalau bersama dirinya. "Tunggu Raissa, aku akan mempersiapkan istanaku dulu, kita akan hidup bersama, bahagia selamanya!" janji si topi biru sambil beranjak dari tempatnya mengintip Raissa dan Aditya. Benaknya asik merencanakan bagaimana ia akan merebut Raissa dari Aditya.

Tak sadar dengan rencana jahat si topi biru, Raissa dan Aditya sampai di rumah dan segera kembali disibukkan dengan persiapan pernikahan Alex dan Asya. Riasan sudah selesai, gaun sudah tak bercela, semua sudah diatur, dan merekapun berangkat ke lokasi pernikahan.

Pernikahan Asya dan Alex berlangsung dengan khidmat. Kedua mempelai menitikkan air mata haru. Begitu pula dengan orang tua mereka, minus Arganta tentunya. Ia saat ini masih mendekam di penjara, seandainya diminta datangpun Arganta pasti menolak, Alex sendiri juga tidak ingin hadir merusak hari bahagianya. Hubungan ayah dan anak sudah rusak untuk selamanya. Hanya Lydia yang menghadiri pernikahannya didampingi Daryanta, Paman favorit Alex sebagai pengganti ayahnya. Asya terlihat sangat cantik bak seorang ratu. Ia memancarkan aura wanita anggun yang keibuan. Raissa sangat mengagumi Asya. Bersanding dengan Alex keduanya sangat serasi, dibelakang Asya, ada Aleisha, Raissa, Peni dan Liza mengiringinya. Karina juga memakai seragam yang sama tetapi tidak ikut menjadi pendamping pengantin karena ia sudah menikah. Karina sendiri sibuk mengatur jalannya upacara agar berjalan lancar. Seluruh rangkaian acara upacara pernikahan Asya dan Alex berjalan lancar tanpa kesulitan berarti. Ketik acara berakhir merekapun berfoto ria bersama-sama dengan gembira, seakan-akan beban berat sudah terlepas dari pundak mereka. Setelah sesi foto mereka kembali ke hotel tempat Asya menginap bersama orangtuanya untuk touch up make up sekaligus makan siang bersama seluruh keluarga besar. Ini juga waktunya keluarga besar Asya berkenalan dengan keluarga besar Alex. Mereka berbaur bersama menceritakan pengalaman masing-masing tanpa menyombongkan diri. Tanpa terasa waktu untuk berangkat ke tempat resepsi sudah tiba. Merekapun kembali menuju mobil masing-masing dan menuju gedung resepsi. Asya dan Alex harus berganti pakaian untuk resepsi. Baju pengantin untuk upacara berbeda dengan yang dikenakan saat resepsi, tetapi tidak kalah mewah dan cantik. Sangat cocok dikenakan keduanya. Tentu saja para pendamping memasuki ruangan terlebih dahulu bersama pasangan masing-masing dan membentuk sebuah barusan di sisi kanan kiri jalan masuk untuk menyambut kedua mempelai. Kedua mempelai disambut meriah saat memasuki ruangan dan merekapun berdansa untuk pertama kalinya sebagai pasangan suami istri begitu tiba di depan panggung pelaminan. "Aaaw manis banget.. romantis..tiss..tiss.." bisik Peni pada Briptu Agus. "Kenapa? Adek juga mau?" tanyanya. Peni langsung merengut, "Belum ada yang melamar Bang! memangnya Abang mau melamar?" tanya Peni sekenanya. "Mau!!" kata Briptu Agus mantap. Seketika wajah Peni seperti ikan terdampar di darat. Mulutnya bergerak membuka menutup tanpa suara. "Nanti kalau sudah acara makan-makan mulai, kita bicara ya.." bisik Briptu Agus sambil menggandeng Peni menutup barisan dan berjalan di belakang mempelai bersama barisan pendamping mempelai yang lain. Peni yang masih tak bisa bicara hanya mengangguk dan pasrah digandeng Briptu Agus mengikuti rangkaian acara resepsi seperti yang sudah mereka persiapkan sebelumnya. Setelah acara makan dimulai Peni menarik Briptu Agus ke tempat yang agak sepi. "Bang,.. mmm.." tiba-tiba Peni merasa malu. "Ada apa dek? kamu gak mau makan?" tanya Briptu Agus polos. "Ihhh.. Abaangg.. kan tadi Abang yang minta kita bicara!" kata Peni kesal. "Hehehe.. iyaaa Abang tahu, Abang ingat kok! jadi gimana dek? Mau gak adek kulamar?" tanya Briptu Agus. "Lamar jadi apa nih?" tanya Peni curiga. "Lamar jadi istri lah dek!! masak lamar jadi sekretaris? Abang gak buka lowongan sekretaris?" kata Briptu Agus. "Memangnya Abang buka lowongan jadi istri?" kata Peni sewot. "Iya baru aja dibuka lowongannya, hehehe.. gimana?" tanya Briptu Agus sambitidurl memainkan alisnya naik turun. Peni tersenyum, "Ya gimana ya Bang.. Adek sih mau, tapiii..." ucapan Peni menggantung.

"Kenapa Dek, kamu meragukan Abang? Abang betul-betul jatuh cinta sama kamu dek, Abang sudah melupakan dan merelakan dek Raissa. Buat Abang dia hanya Adik." kata Briptu Agus sungguh-sungguh. "Saya mengerti Bang, tapi mengapa tiba-tiba Bang, selama ini adek tidak melihat tanda-tandanya Bang." kata Peni dengan penasaran. "Awalnya Abang juga tidak dek, tapi semakin kesini, Abang gak bisa tidur kalau belum dengar suaramu, gelisah kalau belum mendengar sapaan selamat pagimu. Bertanya-tanya adek sedang apa kalau adek tidak mengirim pesan seharian itu. Abang kangen terus." kata Briptu Agus dan langsung membuat Peni tercengang. "Abang gak keberatan dengan Adek yang cerewet ini? Gak bisa masak lagi!" tanya Peni menyebutkan satu kelemahannya yang paling parah. "Gak apa-apa dek, kan kamu bis belajar, kalau adek masih gak bisa juga nanti kita minta makan saja sama kak Agustine hehehehe.." kata Briptu Agus. "Oya ngomong-ngomong soal kak Agustine, apa kak Agustine yang kasih tahu kalau kita..."tanya Peni sambil menunjuk dirinya dan Briptu Agus bolak balik. "Jodoh? belum aku belum bertanya padanya. Kalo ini aku tak mau bertanya padanya, sudah banyak wanita yang ditolaknya dengan alasan bahwa kami tak berjodoh, sudah sering aku patah hati dek. Kali ini cukup! Kaulah pilihan hati Abang, dek! mau jodoh atau bukan, Abang pilih kamu dek! Mau ya dek nikah sama Abang?" pinta Briptu Agus. Mata Peni berkaca-kaca, "Mau Bang!" kata Peni tegas. Briptu Agus tersenyum lega, ia merogoh saku celananya. Mengeluarkan sebuah cincin dan menyelipkannya pada jari manis Peni. Mereka berdiri bersisian sambil saling memegang tangan dan mengagumi cincin yang baru saja disematkan. Dan keduanya tertawa bersama. "Cieeee... jadian nih yeeee!" seru Agustine. "Eh kakak, kok bisa disini kak?" tanya Briptu Agus. "Kok kenapa? ya aku diundang juga lah! masak aku main nyelonong aja ke nikahan orang? aku juga udah kasih amplop tuh di depan, sama dapat kupon souvenir nihh!!" kata Agustine menunjukan kuponnya pada Peni dan Briptu Agus. "Begini Kak, Peni baru saja setuju menjadi istriku, aku tahu, aku belum bertanya pada Kakak, tapi kalo ini aku tak perduli, aku mencintai Peni, jadi.." ucapan Briptu Agus terpotong suara tawa Agustine. "Iya aku sudah tahu kok heheheh.." kata Agustine di sela-sela tawanya. "Oya? Kakak lihat?" tanya Peni. "Lihat sudah sejak lama, akhirnya adikku berani juga mengutarakan perasaannya sama kamu Pen! Wajah aku bakalan punya adik ipar!! baik baik ya sama aku..." kata Agustine. "Wah, berarti kita memang jodoh dek! tahu gitu ngapain aku nunggu lama-lama yaaa.. selama ini adek selalu ada di depanku!" kata Briptu Agus sedikit menyesal. "Gak apa-apa Bang, biar ada cerita kita buat anak cucu nanti." kata Peni. "Oh iya betul juga, sudahlah ayo kita kedalam, makan dulu, terus kita foto-foto sama mempelai, nanti kita ketinggalan gak di foto. Ayo kak ikut kami. Jangan pegang apa-apa kak, nanti kau lihat yang nggak-nggak lagi!" kata Briptu Agus. Agustine hanya tertawa dan mengikuti Adiknya dan calon Adik Iparnya ke ruangan pesta yang masih berjalan dengan heboh.