1 Keputusan Bersama

Alexis Gerald Ferdian, lelaki tampan berusia 32 tahun yang kini tengah menjabat sebagai CEO di Ferdian Group, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang makanan kaleng.

Jika dilihat dari segi usia, lelaki itu memang sudah sepantasnya mulai membangun rumah tangga. Namun, Felicia sang kekasih belum mau jika diajak untuk terikat dalam sebuah pernikahan.

Bagi Felicia, menikah hanya akan menyusahkan, apalagi ketika punya anak nanti. Gerak-geriknya menjadi terbatas, ia juga akan direpotkan dalam segala hal keperluan anak dan suami. Apalagi sampai melahirkan, akan ada bekas sayatan di perutnya atau mungkin berat badannya akan naik sehabis melahirkan. Ia sangat tidak menginginkan hal itu sampai terjadi. Yang terpenting, menurutnya hubungan sepasang kekasih akan berubah setelah mereka mengucapkan kata sah.

Lebih baik seperti sekarang. Felicia butuh uang, Gerald langsung mencairkan. Felicia butuh kehangatan, Gerald langsung menyelimuti dalam pergulatan.

Mereka saling membutuhkan, tapi tidak ingin saling terikat.

Bahkan mereka sering melakukan hal yang hanya bisa dilakukan oleh pasangan suami-istri. Yang penting, jangan sampai kebobolan, karena Felicia tidak ingin hamil. Itu sangat berisiko.

"Kamu kapan nikah, sih, Nak?" Renata kembali menanyakan hal yang sama.

Setiap kali mereka makan malam bersama, hal yang menjadi bahan pembicaraan sudah pasti tentang pernikahan Gerald. Bukan karena tanpa ada alasan, tapi usia Renata kian menua. Sementara anak semata wayangnya belum ada tanda-tanda akan menikah.

"Nanti aja deh, Ma. Gerald belum siap, Felicia juga belum mau diajak nikah." Gerald menjawab seraya terus mengunyah makanan.

"Mama tuh pengen punya cucu. Liat, Mama kesepian di rumah. Gak ada yang nemenin Mama di sini, cuma para asisten rumah yang nemenin Mama. Apa kamu gaak kasian?" Renata tetap membujuk putranya yang sudah tidak muda lagi.

"Kalau cucunya duluan mau, Ma?" Gerald menjawab asal, sebab sudah lelah selalu ditanya perihal nikah.

Renata yang mendengar hal itu sontak kaget dan tersedak makanan. Cepat, ia raih gelas berisi air mineral untuk menghilangkan rasa sakit di kerongkongan.

"Kamu hamilin anak orang?" tanya Renata penuh curiga.

"Ya enggak sih, Mama kan bilang mau punya cucu, sementara Gerald sama Felicia belum mau nikah. Nanti kita cari anak di panti buat nemenin Mama di sini." Gerald mencoba untuk menjelaskan.

Untuk apa uang yang berlimpah jika tidak bisa memenuhi keinginan ibunya sendiri.

"Mama gak mau. Mama pengennya punya cucu dari darah daging kamu." Renata tetap bersikeras.

Gerald menghela napas dalam. Tidak tahu harus melakukan apa untuk memenuhi keinginan ibunya.

"Gak papa kalau kamu gak mau nikah, asal kamu punya anak dari seorang wanita." Akhirnya Renata memutuskan setelah merasa frustrasi dengan semua permintaannya yang ditolak oleh Gerald.

"Ma ... Felicia belum siap hamil." Gerald mencoba menjelaskan kembali.

"Ya kalau Felicia gak mau, kamu cari aja wanita lain. Bakalan banyak wanita di luar sana yang siap kamu hamili."

Gerald terdiam. Segitu besarnya harapan sang ibu untuk memiliki cucu, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan itu. Bagaimana mungkin Gerald bisa meniduri wanita lain, sementara ia begitu mencintai Felicia. Bahkan sedikit pun tidak ada keinginan untuk berpaling darinya. Felicia benar-benar telah membuat Gerald gila.

"Kamu mau 'kan?" Renata kembali berharap. Digenggamnya kedua tangan Gerald sebagai bentuk permohonan.

"Nanti Gerald diskusikan dulu sama Felicia." Akhirnya lelaki berhidung bangir itu mengalah juga.

***

"Kamu turuti aja permintaan mama kamu." Felicia menjawab setelah diberitahu oleh Gerald tentang keinginan ibunya untuk memiliki cucu.

Senyum lelaki berkemeja hitam itu mengembang seketika. Tidak percaya bahwa kekasihnya akan dengan mudah menyetujui permintaan ibunya. Ia mengira bahwa Felicia akan menolak, setidaknya marah-marah seperti hari yang sudah-sudah.

"Jadi, kamu setuju kalau kita bakalan nikah?" Gerald begitu semangat berucap.

Ia salah arti akan apa yang dimaksud oleh Felicia.

"Bukan. Kamu cari aja wanita yang mau kamu hamili." Felicia meluruskan.

Wanita berjari lentik itu menggenggam erat kedua tangan Gerald yang penuh dengan urat.

"Aku sayang banget sama kamu, tapi kalau buat nikah ataupun hamil anak kamu, aku belum siap." Felicia kembali menyatakan hal itu.

Ia tahu bahwa Gerald begitu tergila-gila padanya, itulah sebabnya ia bisa berbuat apa saja. Tidak peduli dengan perasaan Gerald yang tersakiti ketika mendengar ucapannya untuk menghamili wanita lain.

"Bagaimana mungkin aku bisa melakukan itu dengan wanita lain, sementara yang ada di hatiku cuma kamu, Felicia." Gerald tampak kecewa dengan jawaban Felicia.

"Percayalah, aku tidak apa-apa. Asal mamamu senang, aku ikut senang." Felicia mencoba untuk membujuknya.

"Dengan kata lain, kau memintaku untuk menikah dengan orang lain?"

Gerald menatap tajam manik mata hazel milik Felicia. Lelaki yang garis wajahnya mirip dengan Zain Malik itu mencoba untuk mencari kejujuran di sana. Menatap lebih dalam lagi pada kedua bola mata cantik itu.

Felicia menghela napas dalam. "Kau tidak harus menikahinya. Kau hanya perlu menyewanya."

Felicia mencoba menjelaskan agar Gerald lebih mengerti. Wanita itu juga tidak akan rela jika Gerald memilih untuk menikah dengan orang lain. Posisinya di hati sang kekasih bisa saja terancam.

Felicia ingin selalu berhubungan dengan Gerald tanpa adanya ikatan pernikahan. Entah apa yang mendasari hal itu, Gerald sendiri tidak tahu. Namun, ia lebih memilih untuk mengikuti saja apa permintaan Felicia, sebab ia sangat mencintainya dan tidak siap jika harus kehilangan.

"Menyewa wanita lain untuk kuhamili, sama saja dengan aku harus menyentuhnya." Gerald tetap tidak ingin.

Sedikitpun ia tidak ingin menyentuh orang lain, karena ia begitu menjunjung tinggi rasa kesetiaan terhadap pasangan. Pun ia tidak ingin bermain dengan orang sembarangan.

"Bagaimana dengan donor spe*ma? Kau tidak perlu bermain dengannya, kau hanya perlu menitipkan benihmu di sana dengan bantuan dokter." Felicia tidak habis akal untuk tetap membujuk Gerald. Agar ia merasa tenang, sebab tidak akan dituntut lagi untuk segera menikah dan punya anak dengan sang pacar.

"Aku tetap tidak mau. Aku maunya punya anak dari kamu." Gerald semakin kesal.

Bagaimana mungkin seorang wanita meminta kekasihnya untuk mempunyai anak dari wanita lain?

"Apa kau sudah tidak mencintaiku?" Gerald bangkit berdiri. Ia muak dengan keinginan ibu dan pacarnya yang mendesak agar ia segera punya anak, tapi dari wanita lain.

Felicia tersenyum manis. Ia ikut bangkit berdiri. Dielusnya pundak sang pacar dengan begitu lembut.

"Apa kau meragukan rasa cintaku? Lalu, buat apa aku mencarikan solusi terbaik untukmu?" Felicia bersikap manja agar Gerald bisa luluh terhadapnya.

"Menikahlah denganku, lalu semuanya akan beres."

Air wajah Felicia berubah seketika. Ia tidak menyukai pernikahan. Bahkan hanya dengan mendengar kata itu, mood-nya bisa berubah seketika. Seperti ada trauma yang ia simpan di masa lalu.

"Lebih baik kita pisah saja jika kau tetap memaksaku untuk menikah denganmu." Felicia meraih tasnya yang tergeletak di atas meja. Kemudian melangkah pergi begitu saja, tanpa pamit pada kekasihnya.

"Maafkan aku. Aku mengaku salah karena sudah memaksamu. Tapi kumohon, jangan tinggalkan aku." Gerald menahan lengan Felicia agar wanita itu mengurungkan niatnya untuk pergi.

"Aku sungguh-sungguh mencintaimu. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Mungkin banyak wanita lain di luar sana, tapi yang bisa mengerti aku cuma kamu."

Gerald terlihat seperti lelaki lemah jika sudah berurusan dengan Felicia. Ia terlihat begitu kekanak-kanakan. Mungkin jika di luar, ia terlihat seperti pria dewasa yang berwibawa. Namun, tidak di mata Felicia. Ia melihat Gerald sebagai pria bucin yang rela melakukan apa saja.

"Hamililah wanita lain," pinta Felicia kembali. Ia tengah didekap erat oleh Gerald.

"Baik. Tapi aku butuh bantuanmu." Gerald melepas pelukan.

"Apa?"

"Kau yang harus memilihkan wanita itu untukku." Gerald menatap Felicia dengan serius.

Senyum Felicia kembali terukir indah. Ia balas menatap manik mata milik Gerald. "Tentu," jawabnya dengan senang.

avataravatar
Next chapter