1 Bab 1

Wanita itu nampak tersenyum melihat hasil karyanya. Maket yang sempurna. Dan Melihat kertas putih bergambarkan peta-peta rumit.

Ia tersenyum, senyum yang ditujukan hanya pada pekerjaan dan karyanya. Dia seorang yang cerdas dan perfeksionis, satu semut menggerayangi maketnya akan ia sentil. Hidup bukan cuma soal jadi sukses dan kaya tapi juga bertahan di tengah-tengah tumbuhnya modernisasi. Sebagai seorang perempuan, ia merasa derajatnya harus sama dengan makhluk bernama laki-laki.

" Sekar, proyek yang di Losari kita kan yang pegang?". Tanya Dewi ,sang asisten yang selalu mengekori kemanapun Sekar pergi.

"Heem". Jawabnya yang singkat. Benar-benar rasanya dewi ingin mengumpat. Sekar bahkan lebih muda 1 tahun darinya tapi sikapnya sangat dingin tak ada kesan hormat atau menghargai pekerjaan Dewi . Sekar seakan-akan memakai topeng porselen yang tak akan bisa pecah. Dia angkuh, kaku dan tak tersentuh. Dewi mengenal Sekar. Bosnya itu hanya punya seorang ibu dan dia adalah seorang anak tunggal. Tapi ada yang mengganjal hati Dewi, Sekar seperti menyimpan rahasia yang sulit di sibak. Ia layaknya sebuah kotak permata tersegel rapat yang menyimpan kaca retak. Bukankah sebuah porselen jadi cantik dan halus setelah di tempa beberapa kali dan di bakar dalam tungku api panas. Begitu pun Sekar, dia pasti sudah melewati peristiwa yang panjang dan memilukan. Yang tentu di simpannya rapat-rapat.

Dewi jamin tak ada yang mau sama atasannya ini. Perempuan keras sekeras gunung es bahkan mungkin terik matahari tak mampu mencairkannya. Sampai di usia yang menginjak 28tahun, Sekar belum menikah padahal Dewi saja sudah punya anak berusia 3 tahun. Secara kasat mata Sekar sempurna. Mapan, cantik, sukses dan juga pandai bersikap tapi kembali lagi tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Sekar tak punya hati sehangat purnama, tatapannya dingin dan sanggup membekukan tungku api cinta yang di percikkan setiap lawan jenis yang berusaha mendekatinya.

"Kar, ada telepon".

"Angkat aja ". Bahkan maket maket dan kertas gambar lebih indah daripada pada i-phone model terbaru yang jelas harganya tak murah.

"Tapi ini dari HP pribadi kamu". Sekar hanya melirik kemudian mengambil ponsel yang berada di atas meja. Melihat layarnya lalu mengerutkan dahinya berlipat-lipat. Sekar seperti meragu akan mengangkat telepon itu atau tidak.

"Iya halo".

"..."

"Apa? Iya saya segera kesana". Dewi mencoba membaca raut wajah atasannya. Tampak wajah yang ayu itu terlihat panik dan serius. Ada apakah gerangan, apa telepon tadi penting hingga bisa membuat Sekar meninggalkan pekerjaannya.

"Wi, loe atur ulang jadwal gue hari ini. Gue mau ke rumah sakit". Dewi semakin penasaran. Sebenarnya Sekar tadi di hubungi siapa? Apa seorang laki-laki atau kekasih? Lalu Dewi terkekeh sendiri. Sekar bukan seorang perempuan yang menye-menye karena kekasihnya terkena musibah. Dia perempuan datar yang tak berperikelakian, mana ada laki-laki yang betah dengannya? Kecuali laki-laki itu seorang homo dan butuh uang banyak hingga memanfaatkan Sekar.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Seperti berpacu dengan waktu, Sekar panik berjalan cepat ke sebuah ruangan UGD milik rumah sakit negeri. Ia benar-benar kawatir mendengar kabar bahwa orang yang paling ia kasihi terkena serangan jantung. Bagaimana keadaan ibunya sekarang? Bagaimana kalau terjadi hal yang tidak Sekar inginkan? Ia tak siap jika harus kehilangan lagi.

"Gimana keadaan ibu saya dok?". Tanyanya pada seorang pria paruh baya berjas putih, bername tag, Yoga. Sekar tahu bahwa orang yang ada di depannya ini adalah dokter yang telah memeriksa sang ibu angkat, Rossi.

"Ibu Anda terkenal serangan jantung karena kelelahan, beliau butuh istirahat dan dijaga pola makannya". Kelelahan? Sekar tahu ibunya pasti kembali mengurus rumah singgah. Padahal Sekar sudah melarang, ia juga mencarikan guru baru untuk menggantikan Rossi tapi kenapa ibunya ini tetap ngotot untuk mengurus anak-anak jalanan itu.

"Baik dokter, saya akan jaga ibu saya!". Tak sampai menunggu dokter itu berlalu pergi. Sekar sudah tak sabar untuk menemui ibunya yang kini terbaring lemah tertancap selang infus.

"Ibu gak papa kan? Mana yang sakit. Bilang sama sekar". Dipeganginya tangan ibunya. Sekar meneliti dengan seksama apakah di temukan luka di kulit tubuh ibunya. Sedang Rossi hanya bingung dan tersenyum melihat tingkah Sekar yang menurutnya berlebihan.

"Ibu gak apa-apa, ibu bukan ketabrak mobil gak perlu kamu periksa-periksa".

"Gak apa-apa, Gimana? Berapa kali aku bilang Bu, jangan sering-sering ke rumah singgah. Di sana udah aku sediain guru yang kualitasnya bagus!".

"Ibu gak papa kar, jangan kawatir". Rossie tahu putri angkatnya ini sangat menyayanginya. Seperti baru kemarin saja dia bertemu Sekar yang sedang berjualan gorengan dia depan rumah singgah. Tempat anak-anak kurang mampu mendapat pendidikan. Padahal kejadian itu sudah berlangsung 10 tahun yang lalu.

"Ibu kangen sama anak-anak Sekar. Ibu bosan di rumah terus. Ibu sebenarnya pingin mengajar anak-anak lagi".

"Ibu... ibu tahu kan akibatnya kalau ibu mengajar lagi? Ibu bakal capek dan jantung ibu kumat!".

Tak mau mendengar nasihat Sekar yang lumayan panjang dan memakan waktu.

Segera Rossi mengalihkan pembicaraan mereka.

"Kar, tolong ambilin kartu BPJS ibu di tas".

"Gak usah pake BPJS, aku bakal bayarin semua biaya rumah sakit ibu. Ibu bakal dirawat dikelas VVIP bukan pake kartu BPJS kelas 2". Rossi hanya tersenyum masam. Ia tahu Sekar sudah punya banyak uang tapi kalau punya asuransi kesehatan kenapa kita harus bayar lebih baik uangnya untuk yang lain.

"Kar, daripada buat ngobatin ibu. Mending uangnya ditabung buat kamu nikah". Ini paling dibenci Sekar. Kenapa setiap ujung-ujungnya pembicaraan mereka pasti bermuara ke kata nikah. Sekar tak pernah memikirkan soal pernikahan. Baginya sebuah pernikahan hannyalah dongeng yang tak bisa ia gapai. Sekar ragu bahwa seorang laki-laki bisa menerima rahasianya. Rahasia terkelam Sekar. Sebuah rahasia masa lalu yang Sekar ambil pelajaran dan tak bisa di hapus begitu saja dari sejarah Sekar yang sukses, menapaki kariernya sebagai arsitek perancang gedung pencakar langit.

"Jangan bahas itu buk". Selalu itu yang Sekar jawab. Padahal Rossi banyak berharap kalau Sekar akan menikah dengan seseorang. Memang Sekar jago dalam mendesain gedung pencakar langit tapi kalau ilmu itu di terapkan dalam rumah tangga ia tak yakin.

Rumah tangga bagi Sekar Ibarat gedung yang di bangun di atas tanah berlumpur.

Akan ambruk karena pondasinya yang terlalu basah.

"Tapi Sekar."

"Sekar tebus dulu obat ibu dan urusan pindahan ibu ke rawat inap". Begitu Sekar pamit pergi dan punggungnya sudah menghilang dibalik pintu. Rossi baru menyentuh dadanya yang berdenyut agak nyeri. Ketakutan Sekar tak pernah beranjak dari dirinya. Dia pernah kehilangan sesuatu yang amat penting, sesuatu bagian dari dirinya yang ia serahkan secara suka rela. Sesuatu yang membuat Sekar selalu menyalahkan dirinya sendiri.

Bukan sepenuhnya salah Sekar. Ia hannyalah korban dari ke tidak berdayakan karena usia yang terlalu belia untuk menanggung beban orang dewasa.

Sekar yang berada di depan tempat penebusan obat hanya diam. Di tanya tentang pernikahan selalu saja menghindar. Di sini ia lebih tersiksa lagi ketika melihat banyak anak-anak sakit atau ibu hamil yang di temani sang suami. Banyak cinta dan kehangatan serta senyuman walau keadaan mereka sedang tak baik. Sekar merasa dia paling sehat secara fisik tapi secara jiwa ia sakit. Ia tak bisa menggapai semua itu, semua yang terangkum dalam bentuk kebahagiaan.

Kehilangan segalanya saat Usianya baru 18 tahun. Berjuang hingga ke titik ini, Sekar sudah melalui yang namanya drama kehidupan. Selamanya uang tak bisa membeli segalanya. Hidupnya yang orang luar anggap sempurna hannyalah semu. Nyatanya dia tetap serakah menginginkan sesuatu yang ia pernah dekap.

Ketika Sekar duduk untuk menunggu di panggil, kakinya terkena pantulan bola dari seorang anak kecil. "Tante, bola aku!!".

Sekar mengembalikan bola yang ia pegang. Sekilas ia melihat manik mata hitam dari anak itu. Sekar terhanyut, ingatan kelamnya seperti menarik dirinya ke alam kenangan. Setitik air matanya menetes, sekejap ia lupa pernah kehilangan dan kini ia berharap sesuatu yang hilang itu di kembalikan.

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

avataravatar
Next chapter