webnovel

KESUCIAN YANG TERENGGUT

Jovita segera membereskan mejanya begitu dosen selesai memberikan mata kuliahnya siang itu. Gadis cerdas bertubuh langsing itu pun bergegas keluar dari kelasnya. Setengah berlari dia menuju tempat parkir sepeda motor di kampus itu. Suitan dan godaan melecehkan dari beberapa mahasiswa iseng pun tak dihiraukannya. Jovita sudah terbiasa dengan hal itu.

Belum sempat dia memutar kontak sepeda motor, terdengar suara dering nyaring dari ponselnya. Jovita segera mengambil ponsel yang tersimpan di balik jaketnya dan membaca nama yang tertera di sana. Seulas senyum pun mengembang di bibir ranum yang jarang tersapu lipstik itu.

["Gimana? Jadi Cin?"] tanya lelaki dengan suara gemulai di ujung ponselnya.

"Jadilah. Aku udah mau otewe sekarang," jawab Jovita perlahan dan tanpa banyak bicara lagi, dia pun mengakhiri panggilan itu.

Jovita segera memacu motor maticnya keluar dari halaman sebuah kampus ternama di ibukota itu dengan perlahan. Tak lama kemudian dia pun segera melaju cukup kencang sambil sesekali melihat jam tangannya.

Hingga akhirnya motor Jovita memasuki sebuah rumah kecantikan minimalis berwarna putih yang tidak terlalu besar. Seorang sekuriti menyapanya dengan ramah. Jovita memberitahu kalau dia sudah ada janji. Dia pun diijinkan masuk. Belum juga dia selesai memarkir motornya, Lavender, lelaki gemulai yang tadi meneleponnya keluar dan menyambutnya dengan riang.

"Aduh Cin, kirain nggak jadi datang," katanya sambil menatap Jovita dengan tatapan tak percaya.

"Jadilah. 'Kan kita sudah bicara banyak semalam, Om Lav," ujar Jovita dengan nada penuh penekanan.

"Belum terlambat untuk mundur, Cin. Kita bisa cari cara lainnya. Ya. Please," bisik Lavender sambil memegang lengan Jovita. Gadis itu tersenyum pahit sambil menggelengkan kepalanya tegas.

"Kita sudah sepakat, ini adalah jalan satu-satunya agar aku bisa mengembalikan nama baik Papa dan membawa pulang Mama dengan keadaan yang lebih baik, Om Lav," kata Jovita ketus dengan tatapan tajamnya.

"Oh, ya Tuhan. Maafkan hamba-Mu ini," desah Lavender lirih sambil menggamit tangan kanan Jovita di lengan kirinya.

"Baiklah. Ayo kita mulai semua rencana kamu hari ini," ujarnya kemudian. Mereka pun melangkah masuk ke dalam rumah kecantikan bercat putih itu.

Lavender seorang Make Up Artis baru (MUA) yang cukup ternama di ibukota. Baru juga membuka praktek tetapi sudah mampu menggaet banyak artis dan beberapa kalangan sosialita ibukota. Jovita yang sudah mengenal Lavender cukup lama itu awal mulanya juga heran.

Lelaki yang dulu sangat garang dan tegas itu sekarang berubah menjadi sangat kemayu. Hari ini dia telah berjanji untuk mengubah total penampilan Jovita.

"Kamu harus mulai bisa berdandan sendiri, Cin," kata Lav sambil mulai membubuhkan alas bedak di wajah mulus Jovita setelah terlebih dahulu memasang softlens berwarna dark grey. Step demi step telah Lavender ajarkan kepada Jovita agar nanti gadis keras kepala di depannya itu tidak perlu menunggunya jika hendak beraksi. Dan hari ini adalah pelajaran terakhirnya sekaligus eksekusi dari semua pelatihan berdandan yang telah diterima Jovita selama ini.

"Sekarang kita tata rambutnya," gumam Lavender sambil tersenyum kepada Jovita. Tangannya pun dengan cekatan memasang rol rambut dan menyemprotkan hairspray ke kepala Jovita.

"Wow! Perfect," gumamnya kagum saat melepas semua gulungan rambut dan menyisir lembut rambut kecoklatan milik Jovita. Dia melihat kecantikan Jovita yang semakin bersinar. Jovita menatap wajah cantik yang terpantul di cermin itu dengan rasa tak percaya.

Lavender tersenyum dan meninggalkan Jovita sejenak. Tak lama kemudian dia kembali sambil membawa sebuah gaun pesta yang cukup terbuka.

"Kenakan gaun ini. Setelah itu kita berangkat," ujar Lavender sambil tersenyum menguatkan. Jovita menerimanya dan segera menghilang dibalik tirai tempat berganti pakaian.

"Bagaimana penampilanku sekarang, Om?" tanya Jovita sambil melangkah anggun. Kakinya terbungkus higheels setinggi sepuluh sentimeter membuatnya menjulang semakin tinggi. Lavender hanya bisa berseru takjub dan menatap haru gadis di depannya.

"Kamu siap? Kita berangkat sekarang," ujar Lavender dengan suara tegas. Mereka pun segera melaju menuju sebuah club malam elit yang berada di tengah ibukota.

Lavender membawa Jovita masuk langsung menemui pengelola club malam itu. Wanita berumur sekitar empat puluh lima tahun itu memandang Jovita dari atas ke bawah dengan seksama sambil berdecih kagum.

"Luar biasa. Kamu benar-benar membawakanku seorang bintang, Lav," ujarnya senang.

"Tentu saja. Dia sangat spesial, Kana," kata Lavender sambil tersenyum senang.

"Jadi deal?" tanya Lavender kemudian. Tante Kana, nama wanita itu, mengangguk dan menjabat tangan Lavender dengan hangat.

"Siapa nama kamu, Cantik?" tanya Tante Kana sambil berjalan mengitari Jovita.

"Jovanka," jawabnya dengan tegas. Wajah cantiknya tak sembarang mengumbar senyuman.

"Nama yang bagus," gumamnya senang.

"Kamu benar masih gadis?" tanyanya lagi.

"Tante bisa mencobanya jika ragu," jawab Jovanka singkat yang membuat Tante Kana tergelak senang. Sebuah dering nyaring yang berasal dari ponselnya membuat wanita berhidung bengkok itu sedikit terkejut. Dia pun segera menerima panggilan itu. Seulas senyum terbit di ujung bibirnya. Netranya menatap Jovanka dengan serius.

"Kamu beruntung, Sayang," ujarnya senang.

"Bersiaplah karena pemilik klub ini menginginkanmu," lanjutnya sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Lavender dan berjalan keluar dari ruangan itu.

"Kamu siap, Jov?" tanya Lavender lirih.

"Lebih dari siap, Om," jawab Jovanka serius sambil menganggukkan kepalanya.

"Ingat, kamu sudah tidak bisa mundur lagi," bisik Lavender memperingatkan. Jovanka menganggukkan kepalanya dengan tegas. Demi untuk menguak sebuah kebenaran dan balas dendam, gadis itu rela menyerahkan tubuhnya untuk seorang lelaki yang mungkin merupakan musuhnya.

"Pergilah ke kamar 102, Bos sudah menunggu di sana. Kamu harus sampai dalam waktu lima menit," ujar Tante Kana sambil memberikan kunci kamar kepada Jovanka.

Gadis cantik itu berjalan dengan langkah tegap dan dagu terangkat. Dia melewati jalur khusus yang tak sembarang orang bisa melewatinya. Meskipun lengang, tetapi Jovanka cukup kesulitan mencari letak kamar itu. Tak berapa lama kemudian Jovanka pun menemukan kamar yang dimaksud. Dia segera masuk.

"Aku memintamu datang dalam waktu lima menit," gumam lelaki yang duduk membelakangi Jovanka dengan kesal.

"Aku tersesat," jawab Jovanka datar.

"Kamu mau menerimaku atau tidak?" tanyanya dengan nada seolah tak memerlukan pekerjaan itu. Lelaki itu merutuk dalam hati. Netranya melirik ke tubuh bawahnya yang telah menggeliat sedari tadi.

"Kemarilah!" serunya. Jovanka tersenyum sambil berjalan perlahan mendekatinya. Dia berhenti tepat di depan lelaki yang ternyata telah melepaskan semua pakaiannya. Jovanka tertegun melihatnya.

"Kamu melihat apa? Cepat lakukan tugasmu!" seru lelaki tampan itu sambil menatap tanpa kedip ke arah Jovanka.

"Baiklah," kata Jovanka sambil meletakkan tasnya dan melepas sepatunya santai. Dia mengingat-ingat adegan demi adegan yang telah berulang kali ditontonnya sebagai referensi kegiatannya malam ini. Galang, lelaki itu, rupanya tak sabar lagi. Dia pun meraih pinggang Jovanka yang berada tepat di depannya.

Jovanka terduduk di pangkuan Galang. Netranya membulat sempurna melihat ketidaksabaran lelaki tampan berbadan kekar yang tak lagi menunggunya bersiap. Galang mengangkat tubuh Jovanka dan merebahkannya di tempat tidur.

"Ayah, Ibu, maafkan aku," ucap Jovanka dalam hati dengan netra terpejam saat Galang mulai melampiaskan hasratnya.

Jovita berusaha sepenuh hati memainkan perannya sebagai Jovanka. Beragam gaya yang diminta Galang pun disanggupinya.

"Siapa namamu?" tanya Galang di tengah desahan tertahan yang keluar dari bibir Jovanka.

"Jovanka," bisiknya lirih. Galang tersenyum senang. Dia sangat puas dengan pelayanan wanita yang sungguh berbeda dengan wanita yang selama ini ditemuinya.

Galang tersenyum saat Jovanka bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Netranya menatap percikan merah yang tertera dengan jelas di atas sprei berwarna putih itu.

Jovanka telah berpakaian kembali dengan rapi dan bersiap untuk keluar. Namun langkahnya tertahan saat Galang mengatakan sesuatu yang membuatnya terdiam kelu.

Next chapter