49 Maafkan Aku

Caroline menatap ke arah matahari yang kembali terbenam, maniknya bisa melihat warna jingga yang begitu indah. Rasanya menyenangkan, dirinya sudah cukup bersenang-senang saat ini. Dan sepertinya dia harus kembali secepatnya.

Tapi dia masih belum bisa mengeluarkan wujud Werewoflnya, Livina masih kekurangan mana walau dia sudah lebih baik. Livina mengatakan bahwa dia perlu waktu sebentar lagi, padahal Caroline sudah tidak sabar memenangkan taruhannya dengan Ketua.

Dia jelas menantikan hari itu tiba, dan dia langsung menutup matanya saat mendengar suara Livina yang mengoceh padanya. Livina adalah inner woflnya sekarang dan Caroline sudah terbiasa dengan Livina. Ceritanya cukup singkat, karena sejak awal Livina memang berniat menyatu dengannya.

Dia juga tidak percaya pada awalnya, tapi tadi siang dia bisa melihat wujud Livina yang berbentuk Lycan. Walau belum sempurna tapi Livina jelas sudah berusaha dengan baik untuk bisa ada di dalam diri Caroline.

Caroline juga mendengar suara Moon Goddess yang mengatakan bahwa dirinya sedikit berbeda dari Werewofl lain nanti. Dan Livina hadir juga berkat sihir yang Caroline dapatkan dari ibu Livina.

"Kau sangat berisik!" kesal Caroline berniat menikmati matahari terbenam.

'Aku ini juga bagian dari dirimu!'

"Aku tau!" ucap Caroline membuka matanya menatap ke arah langit yang kembali gelap.

"Apa kau masih butuh waktu lebih lama lagi, perasanku tidak enak saat ini!"

Livina mengangkat alisnya menatap ke arah Caroline yang terlihat menghembuskan nafas kasar "aku memikirkan soal Jennifer dan Luis"

Livina membulatkan maniknya 'kenapa kau memikirkan mereka! Aku pikir kau memikirkan soal Frey, dia Matemu bukan!?'

Caroline mendengus "sejak kapan dia jadi Mate-ku! Kau jangan berpikir aku akan menerima Alpha itu dengan mudah ya!"

'Sekarang aku baru tau, kalau kau sangat keras kepala!'

"Kalau begitu kau juga!" Caroline menyahut, dia jelas tidak mau kalah.

Keduanya sama dan sikap mereka jelas sama. Keduanya kembali diam, tidak ada yang berniat membuka suara. Langit yang perlahan mengelap itu terlihat lebih menarik untuk mereka tatap sekarang. Manik Caroline berkedip merasakan air matanya yang perlahan jatuh.

Dia terlihat terkejut, ada rasa tidak percaya bahwa dia tengah menangis sekarang. Sebenarnya apa yang dia pikirkan saat ini, rasanya seperti ada yang membuatnya sesak tapi dia tidak tau apa itu.

"Sepertinya benang merah itu mulai bereaksi.."

Suara itu membuat Caroline menoleh, menatap ke arah ibu Livina yang tersenyum tipis padanya. Rasanya aneh dan Caroline tidak paham akan ucapan wanita itu sekarang "jangan terlalu di pikirkan, kau hanya cukup bersabar saja"

"Aku tidak memikirkan soal dia!" Caroline meninggikan suaranya, dia mulai paham arah pembicaraan itu.

Jelas sekali wanita itu membicarakan soal Frey, memang apa yang harus dia pikirkan soal Frey. Dia hanya memikirkan soal Jennifer dan Luis sekarang, dia seperti merasa ada sesuatu yang buruk telah terjadi.

Wanita itu menoleh, dia terkejut akan reaksi Caroline tapi dia langsung menghembuskan nafas pelan "maaf jika aku salah.."

Livina mengangguk, dia jelas tau apa yang di pikirkan Caroline sekarang. Tapi dia tidak tau alasan Caroline begitu mengkhawatirkan kedua orang itu 'kau bisa meminta bantuan ibu untuk melihat keadaan mereka'

Manik Caroline membulat menatap ke arah wanita di sebelahnya, apakah penyihir bisa melakukan hal itu. Entah kenapa Caroline juga penasaran akan apa yang terjadi pada Jennifer dan Luis saat ini.

'Lakukan saja! Ibu pasti akan membantumu'

Caroline mengangguk "apakah ibu bisa membantuku?"

Wanita itu menoleh menatap ke arah Caroline yang terlihat berharap banyak padanya. Dia menaikkan alisnya menungu lanjutan dari ucapan Caroline.

"Aku ingin melihat keadaan teman dan sepupuku!"

Wanita itu tersenyum, dia pikir Caroline memikirkan soal Frey tapi ternyata dia salah dan dia langsung mengangguk. Tangannya bergerak mengeluarkan sebuah sihir ungu gelap yang mulai membentuk sebuah lingkaran kecil.

Manik Caroline terlihat berbinar, dia jelas tertarik pada sihir milik ibu Livina. Dia langsung mengatakan nama Jennifer dan Luis membuat wanita itu mengangguk. Sihir itu kembali berputar, menciptakan sebuah gelombang aneh sampai sebuah gambar muncul.

Manik Caroline membulat sempurna, terkejut menatap ke arah gambar yang ada di lingkaran sihir itu. Caroline langsung bangkit menatap ke arah ibu Livina yang juga terkejut akan apa yang dia lihat.

"Caroline..."

Caroline tidak fokus, dia seperti di bawa pada kenyataan yang ada. Kenapa dia harus menetap lebih lama di sini? Kenapa dia bersikap egois saat ini? Kenapa..?

"Caroline..!" wanita itu mengguncang tubuh Caroline kuat, dia bisa melihat jelas Caroline yang kebingungan dengan air mata yang mengalir tanpa henti.

Dia tidak bisa mempercayai akan apa yang dia lihat tadi, bahkan Livina juga sama tapi dia harus bisa menenangkan Caroline sekarang. Jika Caroline tidak tenang bagaimana bisa mereka mencari tau alasan Jennifer dan Luis yang di kurung di sel penjara.

"Caroline..! Tenanglah!!"

"Bagaimana aku bisa tenang!! Mereka...."

Caroline terus memberontak, dia berniat lari sekuat yang dia bisa. Pikiran Caroline jelas tidak ada pada tempatnya dan dia juga tidak bisa membiarkan Caroline pergi begitu saja. Wanita itu menatap tepat pada manik biru itu "apa kau akan lari dari sini ke sana!?"

Biarkan Caroline tau kenyataan yang ada, jelas Caroline gila jika dia benar-benar berniat berlari sekarang "apa kau tau jarak dari sini ke sana jauh!! Kau tau itu bukan!?"

Nafasnya terengah menatap ke arah Caroline yang semakin menangis keras "lalu aku harus apa, duduk diam saat tau mereka di kurung! Jika itu Luis aku mungkin tau penyebabnya tapi Jennifer juga...."

Ini jelas ada hubungannya dengan dirinya dan Caroline tidak bisa membiarkannya begitu saja. Ini salahnya! Salahnya karena terlalu terlena dengan ketenangan dan kenyamanan yang dia dapatkan. Dia harusnya sadar bahwa dia pergi bukan untuk dirinya sendiri.

Dia pergi untuk bisa menghentikan semua hal buruk yang ada, dia harusnya tau itu. Tapi kenapa dia berakhir bersikap egosi dan hanya memikirkan dirinya sendiri. Kenapa dia begitu buruk!? Kenapa..?

'Kau tidak salah!!' Livina berteriak menatap ke arah Caroline yang menangis di tempatnya.

'Tenang Caroline.. aku dan ibu akan membantumu'

Caroline tidak mengerti akan ucapan Livina tapi dia yakin bahwa Livina tidak mungkin ingkar janji akan ucapannya.

"Iya kami bisa membantumu! Aku akan membukakan pintu teleportasi untukmu.."

Caroline terkejut menatap ke arah ibu Livina yang terlihat begitu serius, teleportasi? Apakah hal itu benar-benar ada?

"Kau hanya perlu mengijinkan ibu ikut dan aku akan membantumu menyelamatkan mereka"

Caroline mengangguk menatap manik ungu itu dengan sebuah harapan besar.

avataravatar
Next chapter