Musim Pertama. Menceritakan kisah Sarabu Narendra yang terpaksa harus menikahi Raputih Mawartika karena kecelakaan yang dialami keluarga Raputih atau gadis yang kerap disapa Putih. "Disekolah kita tetap berjarak tapi, dirumah bertingkah lah selayaknya istri pada suami. Aku tidak akan meminta hak ku sampai kita lulus kuliah dan jadi orang berguna nantinya." Sarabu Narendra. Musim Kedua. Menceritakan tentang Raputih yang terpaksa harus tinggal berbeda negara dengan Sarabu karena nilai Putih tidak mencukupi untuk masuk Universitas negeri di luar negara. "Apakah setelah kembali, Abu akan tetap menjadi suamiku?" Raputih Mawartika. Musim Ketiga. Menceritakan tentang drama rumah tangga yang sesungguhnya. Hampir lima tahun menikah tapi, mereka masih belum menamatkan sifat satu sama lain. Akan kah pernikahan dini itu bisa terus berjalan menghadapi berbagi rintangan yang menantang?
Di ruang ganti sebuah cafe seorang wanita tengah asik memandang pantulan dirinya sendiri di cermin, dengan rambut yang di cepol serta topi toque yang terpasang sempurna di kepalanya. Di lengkapi dengan apron yang menutup bagian depan tubuhnya.
" hampir matang itu dan menghambur, memeluk Tio.
dengan beraneka ragam tepung serta bubuk-bubuk coklat itu akhirnya Kanza dan sikemayu Tio berhasil menyelesaikan pesanan Kek Batik tersebut.
"Selesai!" ucapnya girang.
"Eeemmm ... Kek Batik buatan Chef memang paling The Best." Ucap Tio yang mulutnya masih penuh dengan kue coklat tersebut.
"Dasar cong cong emang ... belum dapat perintah makan udah dia duluan yang makan!jangan lupa yang 10 potong itu di pajang di etalase!" titah sang boss.
"Yailah Chef gabisa banget liat aku bahagia dikit" mulai dehh si cong masang muka kasihan.
"Bod*h amat aku sama kamu, pokoknya bawa sekarang kue itu dan pajang yang rapih!"
"Baik yang mulia ... akan hamba laksanakan." Tio pun bergegas pergi membawa troli yang tidak hanya di isi oleh Kek Batik saja tapi juga berbagi macam kue lainnya.
Di saat bersamaan Kanza pergi ke ruang ganti untuk membersihkan diri karna sebentar lagi Kafe akan di buka. Sudah dari jam 5 pagi Kanza dan Nisa, sapaan Kanza untuk Khairunnisa berada di sana. Saat pukul 7 Tio baru datang, sedangkan para karyawan lain datang pukul 9.
Setelah membersihkan diri Kanza pun kembali lagi ke Kafe. Mengawasi para karyawan yang sedang membereskan area tempat duduk pelanggan.
"Briefing time!" teriak Kanza
Gadis itu tengah berdiri di depan white board sudah terlihat banyak tulisan mengisi papan putih tersebut.
"Good morning menjelang siang semuanya!"
"Good morning juga!" sapa para karyawan.
"Hari ini ada orderan mini Kek Batik 200 buah dan itu udah selesai, nanti jam 11.30 tolong diantarkan! yang bertugas hari ini Rian. Seluruh kue sudah di packing dengan sempurna oleh Mr.Tio." Kanza menjedah kalimat sebelum melanjutkannya kembali.
"Untuk di etalase hanya ada sepuluh Kek Batik ... sedangkan di chiller ada lima dan itu khusus untuk Saguna!"
"Ada yang mau di pertanyakan?"
Semuanya kompak menggelengkan kepala mereka.
"Oke kalau gak ada yang mau di pertanyakan saya akan tutup briefing ini, dan kalian pasti sudah hafal dengan pekerjaan kalian masing-masing. Selamat siang dan silahkan bekerja!"
Aktifitas toko kue itu terlihat sama sepeti biasanya, banyak anak kuliahan yang sekedar memesan coffee dan sepotong kue hanya untuk mendapatkan wifi gratisan agar tugas kuliahnya selesai.
Jalanan terlihat sangat ramai dengan lalu lalang kendaraan, debu berterbangan dimana-mana. Di sudut trotoar terdapat pria dengan setelan kerja yang sudah acak-acakan. Kancing kemeja atas terbuka, bentuk dasi juga tak beraturan, lengan kemeja putih itu sudah di gulung hingga ke siku. Bahkan nasib jasnya terlihat sangat prihatin, hanya di tenteng dan sesekali ia memukul udara dengan jas tersebut.
Pria itu berhenti sejenak saat menghirup aroma roti yang sedang di panggang, dia pun mengikuti aroma tersebut, hingga tanpa sadar ia telah tiba di sebuah Coffee & Cake Shop yang sedang ramai pengunjung.
Tanpa sadar perut pria tampan itu berbunyi.
"Astaga sudah hampir jam tiga ternyata pantas aja perut ini gak bisa di ajak kompromi," ucapnya saat setelah melihat jam tangan mahal di pergelangan tangannya.
"Sejak kapan disini ada toko roti kok aku baru tau ya ... padahal kan tiap hari aku lewat jalanan ini ... oh apa gara-gara aku lewatnya pakai mobil kali ya jadi gak begitu keliatan apa aja yang ada di sekitaran jalan menuju kantor ini," pria itu memandangi toko kue sambil berbicara sendiri.
"Ma--mama kasian yaa Om-om itu dia ganteng tapi gilak, dali tadi wila pelhatiin dia bicala sendilian telus sambil liat toko kue itu," ucap wira anak kecil yang sedang berjalan bersama ibunya.
"Wah sialan itu bocah pake acara nyebut aku gilak, sejak kapan ada orang gilak yang setampan aku di tambah lagi pakai pakaian mahal gini, kalau gak ada emaknya udah aku masukin karung itu bocah" gerutunya sambil terus memandangi bocah kecil dan Ibunya yang sudah pergi entah kemana.
"Ehh, apaan tu? kayak kek batik ... tapi apa aku gak salah liat, kok ada orang disini yang jual kek batik," sambungnya. Ternyata laki-laki ini terlalu banyak bicara dari pada perbuatan, dari tadi saja entah sudah berapa banyak kosa kata yang di habiskannya.
"Selamat Sore, Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Ucap sang pelayan setelah melihat wajah Dzaky yang kebingungan.
"Ini Kek Batik, kan?" tanyanya pada sang pelayan.
"Ia ... mau pesan mas? hanya tersisa satu lagi saja, kebetulan ini adalah best seller disini," kata Annisa.
Hening, pria itu hanya memandangi kue tanpa berbicara sepatah katapun.
"Masnya mau pesan apa?" tanyanya sekali lagi.
"Kek batik satu sama Americano juga satu,"
"Silahkan pilih meja dulu Mas! supaya pesanannya bisa langsung saya input,"
"Emm ... itu aja deh yang nomor sepuluh di sudut dekat kaca, enak kayaknya sambil nikmati pemandangan," pilihnya jatuh pada meja yang memang tidak begitu mencolok jika di lihat dari depan pintu masuk. Akan tetapi memiliki keindahan tersembunyi karna view yang di tunjukan.
"Kek batik satu, Americano satu di meja nomor sepuluh! silahkan menunggu, lima menit lagi pesanan anda akan datang."
"Pesanan siapa Nis?" tanya Kanza yang baru datang dari dapur membawa beberapa potong cheesecake.
"Pesanan meja nomor sepuluh Mbak." Jawabnya cepat.
"Oh, kok kayak orang habis putus cinta gitu ya Nis." Di perhatikannya pria yang sedang duduk di pojokan sana, nampak dia sedang sibuk dengan ponselnya, sesekali pria itu menghembuskan nafas kasar dan mengusap wajahnya, kelihatan sekali pria itu sedang frustasi.
"Tapi ganteng loh Mbak." Ucapnya jujur sembari mengedipkan sebelah matanya menggoda Kanza.
"Kalau ganteng biar aku yang antar, kamu beresin ini aja," di sodorkannya nampan berisi cheesecake kepada Nissa, dan langsung di ambil alihnya nampak berisi pesanan Dzaky.
"nampaknya akan ada kembang api nih," batin Nisa.
"Permisi mas ... ini pesanannya," ucap Kanza sembari meletakkan coffee dan kek batik.
"Makasih." Jawabnya dingin
"Ketus amat jadi orang mas, abis di putusin pacarnnya apa?"
Pria itu mengalihkan pandangan dari ponsel mahalnya, menatap lekat wajah Kanza dengan sorot mata tajam.
Deg
"Kanza ..." ucapnya lirih
"Dzaky!" teriaknya.
🌸🌸🌸
coming soon