6 Rumah Kayu

°

°

°

Paginya Alena bangun dengan wajah yang terlihat sangat bahagia. Ia tersenyum, ya persis seperti senyuman yang diajarkan Riana. Gadis kecil itu bersiap-siap dan mengenakan seragamnya, setelah itu Alena langsung turun untuk sarapan. Alena duduk di samping Frans, sesekali gadis kecil itu menoleh dan tersenyum ke arah Frans.

"Tumben kamu senyum sama Hans?." tanya Haru sambil memasukkan potongan kecil roti tawar ke mulutnya.

"Gapapakan?."

"Cil, gimana? Kamu jadi lanjutin pendidikan tentang apa sih…kejiwaan?." ucap Haru yang jelas-jelas mengabaikan jawaban anak kandungnya itu.

Cecil mengangguk dan tersenyum bahagia.

"Oke, jaga kesehatan kamu." ucap Haru dengan nada yang menurut Alena penuh kasih sayang.

Alena hanya diam, ia tak ingin ikut campur urusan keluarga kecil yang bahagia tanpa dirinya itu. Ia melahap sarapannya dengan cepat dan langsung menyambar tasnya. Alena meninggalkan meja makan itu tanpa berkata apa-apa.

"Kenapa selalu dicuekin sih? Nanti dia curiga." ucap Cecil dengan nada pelan agar Alena tak dapat mendengar ucapannya barusan.

Haru yang tadinya hendak memasukkan potongan kecil roti tawar ke mulutnya lagi tiba-tiba terhenti, ia meletakkan garpunya dan beralih menatap Cecil.

"Apa peduli saya?."

°°°

"Eomma, kalau aku terus-terusan bolos aku bakal dilaporin ke Appa. Nanti gimana?", eluh gadis kecil yang kini sedang duduk di samping Eomma kandungnya itu. Ia sudah mengatakan hal seperti ini sebanyak 5 kali, dan itu tentu saja membuat Riana sedikit terganggu.

"Sudah Eomma bilang, itu urusan Eomma. Kamu hari ini bakalan sama Eomma, banyak hal yang harus kamu tahu."

Alena hanya diam, tak ingin berbicara lagi. Ia bersandar ke pintu mobil dan memandangi rintikan hujan yang turun pagi itu.

Sekitar 1 jam lebih berlalu, kini mobil Riana terparkir di sebuah pekarangan rumah kayu yang bertingkat. Rumah yang benar-benar sederhana namun berhasil memikat hati Alena.

"Turun." ajak Riana.

Riana langsung turun dari mobilnya dan membukakan pintu untuk gadis kecilnya itu. Alena pun turun dengan senyumannya, ya benar-benar senyuman khas miliknya.

"Ayo." ucap Riana dan menarik pelan tangan Alena untuk masuk ke rumah itu.

Alena menurut saja, ia sangat menikmati keadaan sekitar rumah itu. Pemandangan hijau yang sangat asri membuat Alena tenang, hingga akhirnya Alena masuk ke dalam rumah itu. Badannya mendadak lemas, ia melepaskan tangan Riana yang masih memegang tangannya. Ia menyatukan tangannya dan meremasnya kuat-kuat. Tak hanya itu, gadis kecil itupun terduduk ketakutan di lantai rumah itu. matanya terpejam dengan wajah yang semakin memucat.

"Ada apa?." tanya Riana dengan alis yang terangkat dan kemudian berjalan lebih jauh lagi di rumah itu.

"It-itu apa? Mereka siapa? Kenapa mereka digantung terba…lik?." tanya Alena gemetaran.

Oh ayolah, mana ada anak kecil yang sanggup melihat pemandangan yang kini disajikan oleh Riana untuk gadis kecil kandungnya ini. Pemandangan yang menyajikan puluhan mayat yang digantung secara terbalik, tak hanya itu beberapa kepala dari mayat itupun terpisah. Seperti selogan 'dijual terpisah', ada-ada saja.

"Mereka? Anggap saja 'boneka'. Ayo kemari, jangan terlalu takut, mereka tidak akan menangkapmu." ucap Riana dan melangkah menaiki tangga.

"I-iyaa."

Perlahan-lahan Alena memberanikan diri untuk membuka matanya, perlahan-lahan juga ia berusaha menguatkan dirinya. Ia berdiri dan mulai melangkah mengekori Riana. Gadis kecil itu juga berusaha biasa saja ketika hidungnya mencium bau yang amat sangat busuk, ia tidak berani menoleh untuk mencari tahu asal bau itu.

Langkah Riana terhenti, ya terhenti di depan sebuah pintu ruangan. Riana pun membalikkan dirinya dan memasang 'senyuman penuh' di wajahnya, kemudian ia menarik tangan mungil Alena mendekat ke arahnya. Ia mengajak Alena untuk masuk ke ruangan itu bersama-sama. Alena tak memberontak atau pun bertanya, ia tidak berani untuk melakukan itu di situasi sekarang.

Kreeettt…

Pintu ruangan itu terbuka, Riana pun langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana.

"Indah, kan?." tanya Riana dengan suara yang terdengar hangat.

Alena mendongakkan kepalanya pelan-pelan, dan…benar saja. Ruangan ini sangat berbeda dengan ruangan-ruangan lain yang ada di rumah ini. Ruangan ini dihiasi oleh beberapa tumbuhan hijau, jendela kaca yang lebar, warna dinding ini putih bercampur silver, beberapa lukisan di ruangan ini pun unik dan yang semakin membuatnya berbeda adalah tidak ada satupun 'boneka' terpajang di ruangan ini.

"Keren." puji Alena jujur.

Alena melepaskan genggaman tangan Riana dan mendekati sebuah sofa yang di sampingnya terdapat beberapa tanaman yang indah. Alena duduk di sofa itu dan menatapi tanaman-tanaman itu dengan rasa kagum.

"Mereka cantik, sayangnya hal seperti ini cuma ada di ruangan ini." gumam Alena pelan yang sayangnya mampu di dengar Riana.

"Ini sama seperti kehidupanmu." jawab Riana dan ikut duduk di samping Alena.

Riana mengelus-elus rambut putrinya yang tergerai itu, ia tersenyum 'seperti biasa'.

"Eomma bakal ngajak kamu tour mengelilingi rumah ini, dan kamu harus ingat secara detailnya oke."

°°°

"KENAPA KAMU TIDAK KE SEKOLAH? KATA WALI KELAS KAMU TADI KAMU UDAH SERING SEPERTI INI, MAU KAMU APA HAH?."

Brak…

Seakan kesabarannya sudah di ujung tanduk, Haru melepaskan semua amarahnya. Sejak tadi ia sudah memecahkan lebih dari 7 benda mahal di ruang kerjanya sendiri. Di ruangan itupun hanya ada Haru, Cecil dan Alena. Ya, hanya mereka bertiga. Detak jantung Alena sudah berdegup tak karuan, ia sangat takut sekarang. Ia takut Haru akan mencelakainya atau bahkan bisa saja Haru akan mengurungnya, ya itulah kemungkinan yang ada dipikiran Alena sekarang.

"KAMU ITU KALAU DITANYA JAWAB."

Blpasss…

Haru baru saja mengibaskan ikan pinggangnya ke tubuh mungil Alena, gadis itu hanya diam. Benar-benar diam, tak ada jeritan atau rintihan pelan layaknya anak kecil pada umumnya. Seakan tak puas dengan respon Alena, Haru kembali mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan bersiap mengibaskan ikat pinggangnya lagi.

Blpassss….blpassss…blpassss

Pertahanan Alena ambruk, tubuhnya melemas akibat sakit yang ia rasakan. Terlalu perih untuk gadis seusianya. Ia terduduk di lantai dengan mata yang terpejam dan kepala yang menunduk. Rambut panjang Alena pun jadi menutupi wajahnya, kini wajah putih pucat itupun berganti menjadi kemerahan. Alena akan menangis?

"Ke-kenapa harus aku yang di siksa…di rumahku sendi-sendiri?." Alena mendongakkan kepalanya dan membalas tatapan Haru dengan smirk di wajahnya.

"BERANI KAMU MENATAP SAYA?!." pekik Haru tak terima, ia kembali mengangkat tangannya dan berniat menghajar Alena sampai gadis itu jatuh dengan sendirinya.

"Jika aku mati sekarang, semua harta ini ga bakal jatuh ke kalian dong." jawab Alena dengan kartu asnya.

Tangan Haru yang tadinya terangkat hendak mengibaskan ikat pinggang itu tadi tiba-tiba saja turun. Ia melempar ikat pinggangnya ke sembarang arah. Ia duduk di sofa terdekat dan tak lama kemudian Cecil mendekati Haru dan memijat pelipis suaminya itu.

"Sabar saja, harta ini akan tetap jatuh ke tangan kita." bisik Cecil lembut dan berhasil membuat Haru tersenyum senang.

°°°

Setelah kejadian di ruang kerja Haru tadi, Alena langsung mengunci dirinya di kamar. Ia duduk bersender di diding balkonnya. Ia menatapi bintang-bintang di langit, kerlap-kerlip bintang itu menularkan senyuman kepada gadis kecil itu. Di dalam hati gadis itu masih terdengar suara kibasan ikat pinggang yang mengenai tubuhnya, suara Riana ketika menjelaskan secara detail mengenai rumah yang siang tadi mereka kunjungi.

"Haaa… apakah mereka tidak memikirkan mental healty ku? Bukankah harusnya aku bahagia seperti yang lainnya?." eluh Alena dengan suara yang lirih, tanpa ia sadari air matanya mulai mengalir.

"Oke, aku akan beradaptasi dengan semua ini."

°°°

(3 tahun kemudian)

"ALENAAA KAMU BERANGKAT SAMA SOPIR AJA YAA."

"Ya."

Alena keluar dari kamarnya, ia menggendong tas mini miliknya dan melangkah menuruni tangga. Ia menyapa beberapa art baru yang berpas-pasan dengannya. Ia menampilkan 'senyuman penuhnya' dan berjalan keluar menuju mobil.

"Ayo Pak, berangkat." ucap Alena dan masuk ke dalam mobil.

Alena bersandar dan memmngeluarkan hpnya, ia membuka kamera hpnya dan mengambil beberapa potret dirinya.

"Oke, tetap cantik."

°°°°°°°°°°°°°°°°°

Assalamualaikum.

Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam.

Happy reading

Instagram : @meisy_sari

@halustoryid

Maafkan bila terdapat typo🙏🏻

Tinggalkan saran kalian❤

avataravatar
Next chapter