11 Amnesia?

°

°

°

Keesokan harinya ( Di kamar Alena )

"Kenapa selalu ada saja keberuntungan yang gadis ini dapatkan?!." ucap Haru dengan hati yang penuh amarah saat memandangi Alena yang tengah berbaring di atas tempat tidur.

Flashback on...

( 30 menit setelah Haru dan yang lainnya meninggalkan Alena sendirian )

"No-Non? Non Alenaa?!!!!!." pekik salah seorang art yang baru seminggu bekerja di rumah itu, wajah art itu seketika berubah menjadi pucat karena takut melihat genangan darah Alena di lantai.

Namun, meski merasa takut masih saja art itu memaksakan diri untuk mendekati Alena, ia mengangkat kepala Alena perlahan dan meletakkan kepala Alena di pangkuannya. Tanpa ia sadari, matanya sudah basah akibat rasa takutnya melihat darah Alena. Ia menyeka air matanya dan kemudian menepuk-nepuk pelan pipi Alena sambil mengucapkan 'Non, tolong sadarlah'.

Dan, siapa sangka…saat mengucapkan kalimat singkat itu untuk yang ke 3 kalinya, Alena malah tersadar dan tentunya dia…melemparkan 'senyuman penuhnya' ke arah art itu yang membuat art itu kaget dan hendak berteriak namun gagal karena Alena sudah membekap mulutnya.

"Panggilkan saja dokter, dan tetap diam." ucap Alena dengan suaranya yang kian memelan dan akhirnya ia kembali menutup matanya.

15 menit setelah itu akhirnya Alena sudah ditangani oleh pihak medis pribadi keluarga itu, saat ditangani hanya ada Alena dan dokter itu saja, benar-benar berdua tanpa satu orang perawat pun. Terlihat aneh, namun Haru dan Cecil mencoba untuk tetap tenang, keduanya masih mempercayai dokter pribadi keluarganya itu.

Di dalam ruangan tempat Alena dirawat, kedua bola mata Alena terbuka lebar sambil mengamati seisi ruangan, terkadang juga ia meringis kesakitan saat dokter itu membersihkan luka di kepalanya.

"Apa yang terjad-."'

Belum dokter itu menyelesaikan kalimatnya, Alena sudah melemparkannya isyarat agar diam dan Alena langsung memberikan jawaban singkat yang membuat dokter itu tercengang.

"Aku ingin istirahat." ucap Alena sedikit berbisik dan langsung mendapatkan anggukan mengerti dari dokter itu.

Setelah selesai membersihkan luka Alena dan memasangkan perban di kepala gadis itu, dokter itu langsung keluar dari ruangan itu dan mengajak Haru untuk berbicara 4 mata. Haru menurut saja, ia benar-benar mengharapkan skenario terburuk itu terjadi. Haru pun mengajak dokter itu masuk ke dalam ruang kerjanya, tak lupa juga ia langsung mempersilahkan dokter itu untuk duduk dan tentunya wajahnya kini sangat sumringah.

"Dia kehilangan banyak darah." ucap dokter itu memecah keheningan diantara keduanya.

"Dia selamat?." tanya Haru yang langsung menuju ke intinya.

"Tentu saja dia selamat, dia putri Riana…dia kuat," jawab dokter itu yang kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya.

"Ada yang aneh saat saya memeriksa anak itu, dia terlalu kuat untuk berhasil mempertahankan kesadaran dirinya saat luka di kepalanya tak kunjung berhenti mengalirkan darah, dan untung saja persediaan darah O masih banyak, jika tidak…Alena mungkin akan…ya anda pasti tahu apa yang saya maksud, Pak Haru. Alena perlu istirahat, Alena akan mengalami amnesia regrotrade, amnesia jenis ini biasanya akan melupakan kejadian-kejadian yang baru menimpanya. Saya harap Alena akan terus mendapatkan perlakuan yang khusus di sini, bantu dia mengingat semuanya dalam waktu yang singkat, jangan biarkan dia kesepian…jika bisa, hibur saja dia…banyak pasien amnesia akan merasa sangat kebingungan, entah tentang dirinya sendiri atau sekitarnya. Diperlukan kekhawatiran dalam tindakan, buatlah Alena selalu merasa nyaman, saya akan terus mengunjungi Alena untuk memeriksa perkembangannya tiap minggu, ini daftar obat yang harus Alena konsumsi ke depannya, kunjungi saja apotek yang biasa keluarga ini kunjungi, sudah saya konfirmasi sebelumnya dan mereka berkata jika obat-obatan ini masih tersedia. Ah rasanya terlalu panjang ya, haha…baiklah saya pamit dulu." dokter itu memberikan sebuah potongan kecil dengan berbagai jenis nama obat-obatan yang sudah tertera di dalamnya, ia pun melangkahkan kakinya dan meninggalkan Haru sendirian di ruangan itu.

Flashback off…

Kalimat panjang dokter itu sungguh membuat Haru geram, ia berdiri di tempatnya dan kemudian melangkahkan kakinya mendekati putri cantiknya yang masih terbaring sembari memejamkan mata. Beberapa langkah sebelum tepat di samping Alena, Haru membuang ludahnya ke sembarang tempat. Jauh di relung hatinya ia tak mempercayai apa yang dikatakan dokter itu, apa? Hanya amnesia regrotrade? Ah sudahlah, Haru benar-benar geram dengan kenyataan yang ia hadapi sekarang.

Saat sudah berada di samping Alena, Haru hanya diam sambil memperhatikan berbagai jenis alat yang menempel pada tubuh putrinya dengan senyuman sinis.

"Kenapa harus selamat? Aku menginginkanmu mati! Dengan begitu, Frans bisa mengambil alih semuanya!." pekik Haru dalam hatinya.

°°°

Satu bulan kemudian…

"Hy, selamat pagi semuanya!!." sapa Alena yang sedikit berteriak dari lantai atas, sapaan Alena tentu saja membuat semua orang yang berada di lantai bawah kaget.

Setelah berdiam diri di kamarnya selama sebulan, akhirnya gadis itu keluar. Tanpa menunggu apapun lagi, Alena langsung menuruni tangga, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri seakan tengah menikmati kemegahan rumah itu. Perilaku aneh Alena tentu membuat para art di sana kebingungan, ada apa dengan nona manis mereka?

"Apa benar berita itu?." bisik salah satu art ke art yang lain.

"Kelihatannya itu benar, Non Alena kehilangan ingatannya." sahut art lain.

"Rasanya aneh melihat tingkah Non Alena seperti itu..." ucap art lainnya yang mendapatkan anggukan setuju dari 2 art lagi.

Setelah menuruni tangga, Alena melangkahkan kakinya dan berdiri di belakang Frans yang tengah duduk menikmati sarapannya di meja makan. Mata Alena langsung menyoroti semua hidangan yang ada di meja makan itu dengan raut wajah yang seakan mengatakan dirinya sedang kelaparan saat ini.

"Bagaimana keadaanmu, Kak?." tanya Frans lembut.

"Lebih baik daripada sebelumnya." nada Alena kini terdengar benar-benar ramah terhadap Frans.

Mendapatkan jawaban ramah dari Kakak perempuannya merupakan sebuah keberuntungan untuk Frans, jika diingat-ingat lagi...inilah kali pertamanya Alena tak memberikan jawaban dingin kepada Frans.

Rasa bingung akibat tingkah ramah Alena beberapa saat lalu akhirnya memancing rasa bingung dari dalam diri Cecil dan Haru.

"Ahhhhh tubuhku pegal, sudah berapa lama aku berlatih menjadi mayat?." ucap Alena sembari meregangkan kedua tangannya.

Tak ada lagi cara bicara yang dingin dan menusuk dari Alena, setidaknya untuk saat ini.

"Sini Kak, duduk!." ajak Frans sembari menepuk-nepuk kursi yang berada di sampingnya mempersilahkan kakak perempuannya itu untuk duduk di sampingnya.

Dan untuk pertama kalinya Alena menuruti kemauan Frans, ia duduk di samping Frans tanpa mengucapkan sepatah kata yang menyakitkan untuk adik kecilnya itu. Alena juga langsung menyambar roti tawar yang berada di tengah meja makan itu dan mengolesi rotinya dengan selai strawberry. Perubahan Alena begitu signifikan menurut semua orang, termasuk Cecil. Sangat tak biasa baginya untuk melihat Alena yang ceria dan baik kepada putranya, tatapan Alena tak lagi menusuk TAPI satu hal yang tetap sama, 'senyuman penuh' itu masih melekat pada wajah cantik itu.

"Setidaknya ada hal yang tak berubah darinya." ucap Cecil di dalam hati sembari menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis.

Haru memasukkan potongan-potongan kecil roti tawar yang telah ia olesi selai ke dalam mulutnya, ia mengunyah makanannya sambil memandangi Alena. Dahinya mengernyit tak mengerti, jujur saja ada kecurigaan di dalam hatinya.

"Apa mungkin jika Alena hanya berpura-pura amnesia? Apakah ada manusia yang amnesia hanya karena kepalanya terkena vas bunga yang dilempar? Apakah tenagaku berlebihan kala itu?." tanya Haru dalam hatinya.

Nampaknya Haru tak menyesali perbuatannya sama sekali, ia mungkin lupa jika setelah menyakiti anaknya pada saat itu ia juga meninggalkan Alena sendirian di ruang tamu dengan harapan Alena akan mati kehabisan darah, sungguh seorang Ayah yang buruk!

Memihak ke satu sisi tak membuat seorang kepala keluarga terlihat hebat dan kuat, malah sebaliknya ia akan terlihat lemah dan tak berguna. Bagaimana bisa Haru hanya menyayangi Frans dan Cecil saja, ah tidak! Ada satu hal lagi yang Haru sayangi, yaitu harta peninggalan Riana yang jatuh di tangan putri cantiknya, Alena Sasyana.

"Kenapa Appa terus memandangiku?." tanya Alena yang memergoki Haru tengah memandang dirinya sedari tadi.

"Kenapa? Aku mengkhawatirkan keadaanmu, bagaimana perasaanmu?." elak Haru.

"Perasaanku? Kosong. Tak ada yang dapat aku rasakan." jawab Alena jujur.

"Jika begitu kenapa terus tersenyum?." tanya Cecil yang tiba-tiba menghentikan kegiatan mengunyahnya.

"Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin mengajari kalian cara tersenyum lebar sepertiku. Dari artikel yang aku baca di majalah, senyum itu baik untuk semua orang, terlebih lagi untuk orang yang tak pernah mendapatkan senyuman. Hei Frans, ikuti caraku tersenyum." Alena menempelkan kedua telunjuknya di kedua ujung sudut bibir Frans dan kemudian dengan perlahan-lahan ia menggerakkan jarinya itu untuk menarik kulit wajah Frans ke atas. Membentuk setengah lingkaran.

"Ini caraku tersenyum, Ingatlah." bisik Alena pada Frans yang tidak dapat di dengar siapapun.

°°°

Beberapa hari setelahnya, akhirnya Alena kembali diperbolehkan untuk mengikuti pelajaran secara tatap muka. Sebenarnya, saat di rawat di rumah Alena masih mengikuti pelajaran yang berlangsung, mustahil baginya ah bukan baginya tapi mustahil bagi Haru untuk membiarkan putrinya tidak belajar meski hanya satu hari apalagi ketika ia menyadari kondisi fisik Alena cukup memungkinkan untuk mengikuti pelajaran seperti biasanya. Namun larangan dokterlah yang membuat Alena akhirnya belajar di rumah, guru-guru yang mengajar Alena pun dengan senang hati datang ke rumah megah itu sekedar untuk memberikan penjelasan singkat mengenai pelajaran hari itu.

Dan kini, di sinilah Alena berdiri. Di ambang pintu kelasnya ia 'tersenyum penuh' sambil menatap satu persatu kepala temannya, tak hanya itu ia juga menyapa beberapa teman sekelasnya yang melintas di hadapannya.

Brukkk…

"Ma-maaf." ucap seseorang yang berada di belakang Alena, tanpa sengaja orang itu telah menabrak Alena.

Sebenarnya bukan salah orang itu, Alena lah yang telah menghadang akses masuk ke kelas itu. Alena pun mengangguk tanda menerima ucapan maaf itu dan berbalik badan, orang yang menabraknya tadi sedang memunguti buku-buku yang jatuh…melihat itu, kedua tangan Alena bergerak dengan sendirinya membantu orang itu memunguti bukunya.

"Nih." ucap Alena menyodorkan buku-buku di tangannya.

"Terimakasih yaa…Alena? Lo Alena?." kedua mata orang itu berbinar-binar ketika membaca nama lengkap Alena di bet namanya.

Alena mengernyitkan dahinya tak mengerti, ia sungguh bingung ada apa dengan orang itu. Memilih untuk menghindari masalah untuk sementara waktu, Alena kembali berbalik badan membelakangi orang itu dan berlari masuk ke dalam kelas serta langsung duduk di bangkunya. Namun, tak hanya sampai di situ, orang itu dengan nekatnya malah mengikuti Alena. Ia menyodorkan tangannya mengajak Alena untuk berjabat tangan, tapi tentu saja Alena tak meraih tangannya, membiarkan tangan itu mengambang di udara.

"Lo siapa?." tanya Alena kali ini terdengar dingin.

"Gu…gue siswa baru, Rayna Algibran. Rayna." jawabnya sambil tersenyum.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Assalamualaikum.

Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam.

Happy reading

Instagram : @meisy_sari

@halustoryid

Maafkan bila terdapat typo🙏🏻

Tinggalkan saran kalian❤

avataravatar
Next chapter