22 Alex dan Alena

°

°

°

Alena bersama teamnya berjalan terburu-buru memasuki area olimpiade Sains, mereka langsung menempati kursi masing-masing dan berdiskusi dengan tenang.

Sementara itu, team Alex malah berdebat, ingin memenangkan pendapat mereka masing-masing. Alex yang kokoh dengan pendapatnya bahwa harus ialah yang memencet bel nanti, sedangkan dua orang lainnya malah menginginkan Alex fokus dengan mencari jawaban saja.

"Gue bisa cari jawaban sekaligus tekan belnya, lo berdua kenapa rese banget sih?." ujar Alex tak terima dengan pendapat teman teamnya.

"Pokus aja cari jawabannya, Lex."

"Iya, masalah tekan menekan mah mudah."

"Gue mau main bel kek begitu, di rumah gue ga ada!." jawab Alex jujur.

Penuturan jujur itu membuat dua teman teamnya menganga tak percaya, itukah alasan Alex? Hanya itu? Keduanya menghela nafas dan menatap satu sama lain seakan tengah berbicara melalui telepati. Dan dengan berat hati akhirnya mereka mengalah, membiarkan laki-laki itu menekan belnya dengan catatan Alex harus tetap fokus membantu mencari jawaban.

°°°

"Berbagai konsep tentang asal-usul terjadinya kehidupan telah dikenal sejak lama, pendapat bahwa makhluk hidup terjadi secara spontan atau makhluk hidup terjadi dengan sendirinya (generatio spontanea) dikemukakan pada tahun 384-322 SM oleh…"

Semua team mulai berdiskusi, mereka mencerna dengan fokus apakah jawaban dari soal itu.

(Team Alena)

"Len, lo tau?."

"Bentar, gue lagi mikir…secara spontan, ini tuh ada hubungannya dengan Anthony gitu lho."

"Iya, gue ga asing dengan pertanyaannya, apaan ya?."

(Team Alex)

"Gila, gue ga sempat baca yang ini. Lex gim-."

"Salah lo sendiri ga baca, buruan ah, apaan jawabannya biar gue pencet nih bel!."

"Lo mikir bel mulu perasaan. Kalau lo beneran mau pencet, harus tau jawabannya!."

"Gue tau!."

KRIIIIIIIIIIINGGGGGG

Dua bel untuk menjawab dibunyikan secara bersamaan, membuat pembawa acara Olimpiade itu bingung untuk mempersilahkan team mana dulu yang akan menjawab.

Melihat ada orang lain yang turut menekan bel, Alex langsung menatap orang itu dengan tajam, sedangkan yang ditatap malah tersenyum nakal dan menggeleng lemah.

"Lo kenapa si Lex? Gemesin banget muka lo." ucap Alena di dalam hati.

°°°

Setelah lebih dari satu jam kemudian, akhirnya acara yang menegangkan semua orang di ruangan itu pun selesai. Semuanya menghembuskan nafas leganya. Alena bersama teamnya kembali bergabung dengan panitianya.

"Maaf Pak, kami kalah." ujar Alena.

"Iya, Pak. Kita kalah cepat."

"Maaf ya Pak."

"Sudah-sudah, tidak apa-apa. Yang terpenting kita sudah berusaha, lagipula point kita dan team yang menang cuma selisih dua, kan? Artinya, kualitas kita tidak bisa diremehkan juga. Sudah-sudah, semangat!."

Di seberang tempat Alena beserta teamnya berdiri terdapat Alex yang tengah memandangi mereka dengan penuh rasa keheranan. Team itu kalah namun masih kompak, sedangkan teamnya malah bertengkar saling menyalahkan. Ia pun menendang batu kerikil di hadapannya, entah datang darimana kerikil itu, kemudian ia kembali bergabung dengan teamnya yang masih bertengkar. Ia memandangi dua orang di depannya, saling beradu mulut dan menyalahkan, setelahnya ia menatap pembinanya yang terlihat pasrah dengan dua orang di depannya itu. Tak ingin ikut campur, ia duduk di samping pembinanya. Mengambil sebungkus snack yang ada di dalam kardus di bawah kursinya kemudian menonton pertengkaran dua orang itu. Sampai akhirnya kedua orang itu menghentikan pertengkaran mereka dan menatapnya tajam.

"Kenapa lo berdua? Mau nyemprot gue juga?." tuduhnya yang semakin membuat dua orang itu melotot ke arahnya.

"Ini tuh gara-gara lo! Kenapa lo asal tekan bel jawab, hah?."

"Kaget mulu dibuat lo!."

"HEH!," Alex berdiri dari tempatnya dan melempar snacknya ke sembarang arah.

"GUE PENCET BELNYA KARENA GUE TAU JAWABANNYA! LO BERDUA BEBAN, DIAM AJA! DI RUMAH, LO PADA BELAJAR GA SIH?!." sambungnya membentak tanpa memperhatikan sekitarnya.

Kedua orang itu langsung menunduk malu, di dalam hati mereka masing-masing membenarkan apa yang Alex katakana barusan. Keduanya sudah belajar dengan keras tapi tetap saja tidak dapat membantu Alex mendapatkan jawaban yang tepat dan malah berpikir untuk mengarahkan semua soal kepada Alex dan menyalahkan laki-laki itu jika ia memberikan jawaban yang salah.

"Bukannya gue ga tau apa maksud kalian kek gini, asal kasih perintah. LO BERDUA KIRA GUE APAAN? BABU?!."

"Bu-bukan gitu, Lex. Kita berdua tau kalau kita ga sepintar lo. Kami udah belajar di rumah, tapi…tetap aja."

"Kepintaran lo jadi beban buat kami, kami udah belajar segiat mungkin, berusaha mengimbangi lo, tapi kemarin saat uji coba di Aula…kami sadar, kalau kami ga bakalan bisa ngimbangin lo. Makanya kami jadi gini, manfaatin lo."'

"TERUS KENAPA KALIAN MALAH MARAH SAMA GUE?! SALAH GUE APAAN HAH?! GUE JUGA YANG JAWAB, LO BERDUA JADI PAJANGAN DOANG, KAN?!."

"Nak Alex…tolong jangan berteriak, kita jadi tontonan." Pembina mereka akhirnya turun tangan, ia mendekati Alex yang wajahnya sudah memerah akibat emosi.

Pembina mereka mengelus-elus punggung Alex berharap laki-laki itu akan tenang, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Tanpa mengatakan apapun, Alex menggerakkan tubuhnya dengan kasar dan berlari menuju parkiran.

"Lain kali jangan lakukan kesalahan seperti ini lagi." ujar Pembina mereka yang dibalas dengan anggukan.

°°°

Sepulangnya Alena, ia disambut ramah oleh Cecil. Wanita itu mengajak dan menggiring Alena menuju ruang makan.

"Ada ap-, makanan? Ada apa ini?." sepasang mata Alena terbuka dengan lebar ketika mendapati begitu banyak makanan yang sudah disediakan di atas meja.

Alena pun mendekat, mengambil satu piring kaca berukuran mini dan meraih garpu. Melihat itu Cecil tak berkata apa-apa, toh Alena hanya akan mencicipi beberapa saja.

"Bagaimana? Enak?." tanya Cecil saat melihat raut wajah Alena yang kelihatannya suka dengan kue yang ia buat.

"Enak, buatan Bi Ina memang selalu enak." jawab Alena.

Cecil tertegun mendengar itu, padahal dengan membuat aneka makanan kesukaan Alena, Cecil berharap bisa membentuk sebuah hubungan baru dengan gadis itu, hubungan yang lebih baik daripada sebelumnya namun belum saja niatnya tercapai semangatnya sudah dipatahkan oleh gadis itu.

Memilih untuk tetap diam, Cecil hanya mengangguk dan tersenyum kemudian kembali mendekati Alena, meletakkan beberapa potong kue lagi di atas piring gadis itu.

"Bagaimana Olipiadenya tadi?." tanya Cecil lembut.

"Ya begitulah, berjalan lancar. Hanya sajaa….." Alena menggantung kalimatnya dan ekspresinya berubah sedikit murung.

"Hanya saja apa?."

"Kami kalah." jawab Alena jujur.

Ada sedikit rasa kaget di dalam diri Cecil ketika mendengar hal itu. Ia tak pernah mengira Alena akan kalah, dan sekarang ia mulai memikirkan Haru. Bagaimana jika Haru tahu jika Alena kalah? Apakah kejadian dulu akan kembali menimpa gadis ini? Meski ia bukanlah Ibu kandung Alena dan ia tak menyayangi gadis ini sebesar sayangnya kepada Frans, tetap saja ada rasa khwatirnya untuk Alena, ia takut Haru akan kembali memukuli gadis ini.

°°°

Alena duduk di atas sofa yang ada di balkon kamarnya. Ia memandangi langit malam yang dipenuhi bintang-bintang. Ia pun berdiri dari tempatnya, beranjak mendekati trali balkonnya. Ia menatap jalan raya yang dilintasi begitu banyak kendaraan, terasa begitu ramai di luar sana dan terasa begitu sepi di dalam dirinya. Kemudian ia beralih menatap gerbang rumahnya yang terbuka, ada dua mobil yang masuk ke dalam halaman rumahnya dan menuju ke parkiran. Ia mengenali salah satu dari mobil yang masuk tadi karena itu adalah mobil Appa-nya namun…

"Mobil siapa lagi itu?." tanyanya dalam hati.

Alena bergegas masuk ke dalam kamarnya lagi, ia meraih celana panjangnya dan baju kaosnya yang ada di tepi ranjang. Ia langsung memakai itu kemudian turun untuk menemui Appa-nya.

Saat ia keluar dari kamarnya, ia mengambil langkah cepat menuruni anak tangga itu. Namun saat ia berada di pertengahan anak tangga ia mendengar sebuah percakapan singkat mengenai dirinya dan berhasil membuatnya kaget…

"Kita akan melangsungkan perjodohan mereka, Alena dan Arga pasti cocok."

°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Assalamualaikum.

Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam.

Happy reading

Instagram : @meisy_sari

@halustoryid

Maafkan bila terdapat typo🙏🏻

Tinggalkan saran kalian❤

avataravatar
Next chapter