4 Adik Kecil

°

°

°

2 tahun kemudian…

"APPA! LIHAT ANAK SIALAN INI! DIA ROBEK BUKU PR AKU!! APPA!!." teriak Alena sambil menarik robekan buku PR nya.

Alena dan adik kecilnya itu saling menarik robekan buku itu satu sama lain di atas kasur, Alena yang merasa kesal dengan adegan tarik-menarik itu ia pun melepaskan tarikannya hingga menyebabkan adik kecilnya itu jatuh ke lantai dan tentu saja menangis. Tangisan adik kecilnya itu semakin menjadi-jadi hingga membuat Haru dan juga Cecil mendatangi kamarnya dengan wajah yang tidak mengenakkan. Haru masuk dan membanting pintu yang membuat Alena sedikit terlonjak kaget sedangkan Cecil ia buru-buru menggendong anaknya itu. Alena memperhatikan keluarga kecil itu dengan santai, sedikitpun tidak ada niatnya untuk mengucapkan maaf. Dengan cepat Haru langsung menarik lengan kiri Alena yang membuat gadis kecil itu meringis dan menatap Appanya itu dengan tajam, Cecil juga tak tinggal diam ia menaruh anaknya yang sudah selesai menangis itu di kasur. Ia mendekat dan mengangkat tangannya hendak menampar Alena, namun sedetik kemudian Alena malah menampilkan 'senyuman penuhnya'.

"Tampar saja ayo, jika tidak ditampar anak seperti aku tidak akan jera. Begitukan menurut kalian? Huft…sialan, kenapa anak sialan itu tidak mati saja atau hmm setidaknya kepalanya pecah, itu lebih baikkan? Jika begitu kalian bisa langsung membunuhku." ucap Alena sambil menatap Haru dan Cecil yang terlihat kaget dengan penuturan panjang dari mulutnya itu.

Alena menghentakkan sedikit lengannya agar dapat melepaskan cengkraman Haru, ia kemudian sedikit mengambil jarak dari 2 orang dewasa tersebut.

"Ah aku lupa," ucap Alena sambil menepuk keningnya pelan dan menunduk.

"Jika aku mati sebelum 18 tahun, hmm bagaimana bisa semua harta ini akan resmi menjadi kalian. Huft…aku benar-benar lupa." sambung Alena dan menaikkan wajahnya kembali.

°°°

"Ayo main, main di rumah lo aja." ajak Aditya kepada Alex yang wajahnya sudah memerah akibat kesal.

Alex tak mengacuhkan ajakan Aditya ia malah berdiri dan berjalan menuju belakang sekolahnya, dahi Aditya mengernyit bingung dengan sikap Alex barusan. Aditya tahu jika Alex sedang kesal, tapi karena apa?

"Sinting." umpat Aditya dan mengikuti langkah Alex.

Sekitar 30 meter jarak yang mereka tempuh tiba-tiba saja Alex berhenti dan membalikkan badannya menghadap Aditya. Ia menatap Aditya dengan tatapan tak suka.

"JANGAN IKUTI GUA!."

"Apaan sih lo?! Ada masalah tuh cerita sama gua!." jawab Aditya tak kalah kencang, ia berlari dan memeluk Alex yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.

Alex tak menolak, ia malah membalas pelukan Aditya dengan sangat erat. Aditya mengusap-usap punggung Alex yang membuat si empu merasa sedikit tenang.

"Kenapa tadi nilai gu-gua bisa ada 0 nya?." tanya Alex polos hingga membuat Aditya terlonjak kaget dan hampir saja tertawa.

"Yaudah si gua yang biasa dapat nol biasa aja." jawab Aditya singkat dan melepaskan pelukannya.

"Bukan gitu, lo biasa karena lo bodoh, gua kan pintar!." ucap Alex seakan tak berdosa.

Mendengar itu Aditya tidak merasa kesal namun tetap saja ia menepuk kening Alex, ia mengambil tas Alex dan membukanya untuk mencari nilai 0 yang dimaksud oleh Alex. Ia duduk ditepian lantai semen dan mengajak Alex untuk duduk juga. Alex mengikutinya, mata Alex tak lepas dari tangan Aditya yang mulai mengeluarkan bukunya satu persatu.

"AWWW!." pekik Aditya.

Aditya langsung menarik tangannya keluar dari tas itu, matanya membulat ketika melihat jebakan tikus yang menjepit tangannya. Buru-buru Alex membantu Aditya melepaskan jebakan tikus tersebut dan melemparnya sembarang arah, setelah terlepas Aditya langsung meniupi tangannya yang masih terasa perih.

"Kenapa lo ba-bawa itu." tanya Aditya yang masih meniupi jari-jarinya.

"Itu mainan gua." jawab Alex santai.

Ia mengambil alih tasnya dan mencari buku yang ia maksud dan menyodorkannya ke Aditya, buku itu langsung diambil Aditya. Aditya membuka lembaran-lembaran buku itu dan menatap tiap nilai yang tertera dengan penuh rasa tak percaya, saat lembaran terakhir buku itu Aditya memiringkan wajahnya dan melihat Alex dengan malas.

"NILAI LO DI SINI RATA-RATA 9! HAMPIR SEMPURNA! GA ADA YANG NO-."

"ADA, BODOH!." pekik Alex dan memukul bahu Aditya serta merampas bukunya.

Ia membuka 2 lembar terakhir dan menunjukkan lembaran itu tepat di depan wajah Aditya. Aditya menghela nafas dengan kasar dan merampas buku itu kembali.

"WOI INI TUH 100 BUKAN NOL GOBLOK!." pekik Aditya lebih kencang dan menghempaskan buku itu sembarang arah, ia langsung berdiri dan meninggalkan Alex yang masih bengong berusaha mencerna ucapannya barusan.

°°°

"Eomma, aku ga betah di rumah itu. Kembalilah, usir saja wanita dan laki-laki ga berguna itu. Itu rumahku, atas namaku tapi aku diperlakukan dengan tidak baik!." ucap Alena dengan mata yang berkaca-kaca.

Riana mendekat dan menangkup kedua sisi pipi Alena dan mengecup keningnya. Ia menarik pelan lengan Alena agar duduk di sampingnya.

"Jangan seperti itu, jangan lemah. Ayolah…Eomma telah mengajarimu untuk menjadi kuat, kan? Semua hanyalah permainan waktu dan kamu harus memenangkan permainannya, paham?." jelas Riana sambil 'tersenyum penuh'.

Alena mengangguk lemah, dipikirannya masih begitu banyak pertanyaan yang selalu ia pendam karena menurutnya percuma saja jika diutarakan kepada siapapun, ia takkan mendapatkan jawaban. Alena berdiri dan mendekati meja makan, ia mulai menyiapkan makanannya. Ia mengunyah makanan itu pelan-pelan…

"IBUUUUUUU AKU PULANGGGGG, IBUUUUU!!!."

"Ukhuk, ukhuk."

Alena menyambar gelas dan menuangkan air kemudian meneguknya buru-buru, setelah itu ia langsung menunduk dan merangkak ke bawah kolong meja. Dengan cepat Riana juga menghampiri meja makan itu dan membereskan piring Alena, ia bersenandung kecil seakan tengah menenangkan dirinya sendiri.

"IBU NILAIKU SUMPURNA! KATA KAK ADITYA NILAIKU 100!!." ucap Alex yang langsung memeluk pinggang Ibunya dari belakang.

Riana membalikkan badannya dan menggendong Alex sambil tersenyum, Alex pun begitu wajahnya sangat sumringah hingga memerah. Sedetik kemudian Alex membelokkan pandangannya, ia memandang piring yang ada di meja makan tersebut, matanya menyipit ke piring itu. Ia menatap Ibunya dengan tatapan bingung sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Itu makanan? Hmm siapa yang makan?."

°°°

Alena merebahkan dirinya di atas kasur, ia memandangi layar hp yang menampilkan sebuah nomor dengan nama kontak "Eomma". Ia memiringkan badannya dan meletakkan hpnya, Alena menarik guling ke dalam dekapannya. Ia mencoba menutup matanya dan mencoba mengikhlaskan takdirnya, ya…tidak ada seorangpun mau hidup dalam drama seperti ini apalagi ia harus dituntut berpikir layaknya orang dewasa, sungguh melelahkan untuknya.

Tok..tok..tok

"Sialan!." umpat Alena

"MASUK!."

Pelan-pelan pintu itu terbuka, Alena pun mengubah posisinya menjadi duduk. Matanya tak lepas dari orang yang tengah berdiri di ambang pintu, Cecil.

"Mau apa?!." tanya Alena cepat.

Cecil tersenyum dan mendekati Alena, ia menggelengkan kepalanya sebentar ketika menyadari perubahan raut wajah Alena. Ia duduk di tepi ranjang, tepat di samping Alena.

"Kamu kenapa?." tanya Cecil santai sambil mengelus-elus kepala Alena.

Mendapatkan perlakuan seperti itu tidak membuat Alena luluh, bahkan ia malah menggerak-gerakkan kepalanya dan menatap Cecil datar.

"Kenapa? Marah sama Eomma?." tanya Cecil lagi.

"Mau nampar aku?." tanya Alena balik.

Cecil terkekeh kecil mendapatkan pertanyaan itu dari mulut mungil Alena.

"Maaf, Eomma tadi kesal. Kamu tahukan kepala adikmu it-."

"He's not my younger bro." potong Alena cepat.

"Maksud kamu?."

"What do you want? I want to sleeping now, get out!." jawab Alena, kemudian ia turun dari ranjangnya mendekati pintu kamarnya sambil menganyunkan tangannya memberi kode pada Cecil agar meninggalkan kamarnya. Cecilpun berdiri dan masih tersenyum, ia menuruti keinginan Alena.

"You're bitch." ucap Alena saat Cecil telah melewatinya dan pintu. Tentu saja Cecil mendengar ucapan Alena barusan, ia membalikkan badannya dan kembali ingin mendekati Alena, tapi…

BRAK…

Alena membanting pintu itu dan langsung menguncinya.

"Adakah kesialan yang lebih sial lagi di hari-hariku selanjutnya?." ucap Alena pelan dan berjalan mendekati ranjangnya. Ia merebahkan dirinya dan menutup matanya.

°°°

"Non, itu Tuan bes- Non Alenaa!!." pekik Bi Ina dan langsung berlari mendekati Alena yang sudah terkapar di lantai dengan wajah yang penuh akan cairan berwarna merah kental.

"Non, bangun Non." ucap Bi Ina sambil menepuk-nepuk pelan pipi Alena.

"Alena janji, Bi Ina bakalan selamat. Makasih ya." ucap Alena tiba-tiba.

Gadis kecil itu membuka matanya dan melihat wajah Bi Ina yang menjadi pucat, mata Bi Ina berkaca-kaca. Alena langsung membenarkan posisinya menjadi duduk, ia menatap Bi Ina yang masih kebingungan.

"Mak-."

"Bi, Alena lapar." ucap Alena sambil berdiri menuju kamar mandinya.

Bi Ina masih saja berdiam diri memandangi punggung mungil Alena yang menghilang di balik pintu kamar mandi. Sekitar 4 menit Alena sudah selesai membasuk wajahnya, ia mendekati Bi Ina dan menarik tangannya untuk turun ke lantai bawah membantunya sarapan. Saat di lantai bawah Alena mendongak untuk melihat wajah Bi Ina, wajah itu masih sama pucatnya.

"Jangan beritahu siapapun, jika Bi Ina bandel…Alena bakal lupain janji yang barusan Alena ucapkan di kamar tadi." ucap Alena dengan suara yang sedikit memberat dan tentu saja ia menampilkan 'senyuman penuhnya'.

Alena mendahului Bi Ina dan duduk bergabung di meja makan yang sudah diisi oleh keluarga kecil bahagia itu. Bi Ina kemudian menyusul Alena dan mulai menyiapkan sarapan gadis kecil itu.

"Sa-."

"I'm sorry, Eomma aku minta maaf." ucap Alena.

°°°°°°°°°°°°

Assalamualaikum.

Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam.

Happy reading

Instagram : @meisy_sari

@halustoryid

Maafkan bila terdapat typo🙏🏻

Tinggalkan saran kalian❤

avataravatar
Next chapter