5 Bab 3 Hallo... namaku Sarwenda

Sejak menetap di kota M, Yuna harus mulai membenahi keuangannya. Uang sisa yang ia miliki hanya cukup untuk satu bulan. Dalam kamar kosnya ia duduk didepan cermin jarinya tanpa sadar memutar mutar cincin pertunangannya. Saat pemakaman keluarganya ia tak bertemu dengan Ahi "Tunangannya". Ia tak peduli, karena ia pun tak ingin menjadi istrinya. " Baiklah... aku akan bekerja, harus dapat membiayai diriku sendiri, aku harus kuat. Allah menentukan aku untuk hidup dan aku akan hidup dengan terhormat". ujar gadis itu. Ia telah mencari banyak lowongan kerja yang tidak menyita waktunya untuk menyelesaikan skripsi. Saat itu ia melihat lowongan kerja sebagai pramusaji disebuah rumah makan yang cukup terkenal. Yuna mem persiapkan berkas lamaran dan pergi ketempat itu. Saat menunggu panggilan interview, ia melihat seorang gadis cantik sedang asik bermain game di phonecell. " Cantik sekali dia" ujar Yuna

Ia kemudian mencoba mengajak gadis tersebut bercakap cakap.

" Maaf... kamu sedang menunggu di interview juga?" tanyanya. Gadis itu menoleh kearah Yuna, meletakkan handphone dipahanya. Ia tersenyum manis," Hallo... namaku Sarwenda" ucapnya riang. Yuna membalas dengan senyum lebar " namaku Yuna, senang berkenalan denganmu". Keduanya cepat menjadi akrab dan Yuna tak pernah tahu bahwa Sarwenda hanya manis di mulut saja. Saat mereka berdua dinyatakan diterima bekerja di restoran itu mereka berpelukan dan akhirnya memutuskan tinggal bersama.

Mereka menyewa sebuah rumah didekat tempat mereka bekerja. Tak ada kabar dari Ahi sampai saat itu. Yuna menceritakan perihal tunangannya pada Sarwenda, menunjukkan foto Ahi, saat itu Sarwenda mengamati foto tersebut dan berkata," Dia sangat tampan, kamu sangat beruntung".

Yuna tertawa menepuk pundak Sarwenda," Aku tak merasa begitu, dia laki laki arogan. Aku tak bisa bersama dengan seorang Barbar" ucapnya. Sarwenda ikut tertawa saat itu pikirannya dipenuhi oleh rasa iri namun ia samarkan menjadi kalimat yang halus" Kamu benar benar hebat". Sebenarnya beberapa hari lalu lelaki tampan itu datang kerumah mereka, Yuna sedang pergi ke kampus. Ia segera saja jatuh hati pada Ahi, terlebih lagi lelaki itu muncul menggunakan mobil mahal merk terbaru. Ahi mengenakan T- shirt abu abu dengan pinggiran lengan berwarna merah, dikombinasi dengan denim hitam. Tubuhnya yang tinggi dan atletis mempesona hatinya. Sarwenda dengan pandainya mengajak Ahi untuk berbelanja dan mengajak untuk bertemu kembali.

"Kamu pikir siapa dirimu? Aku Ahi Sasongko tak akan tergiur olehmu, tunanganku jauh lebih segalanya darimu" ujarnya menepis tangan Sarwenda yang hendak memegang tangannya. Sarwenda merasa kesal namun ia tutupi dengan senyum.

"Aku menyukaimu" katanya dengan genit. Ahi menghembuskan nafasnya kuat kuat.

" Kau bisa membantuku dengan memasukkan ini kedalam minuman si Amazon" Ahi memberi Sarwenda sebungkus bubuk obat.

" Maksudmu tanya ....???" Sarwenda bertanya.

" Setelah ia meminumnya ...nafasnya akan habis....mati". Suara Ahi terdengar dingin. Sarwenda terkejut," kamu.... ingin dia pergi untuk selamanya?" tanya Sarwenda dengan jantung berdebar. Ahi tersenyum licik," Dari sini..."katanya tegas. " Aku akan lakukan untukmu Sarwenda tersenyum membalasnya. "Ho...ho... ho... peruntunganku luar biasa kali ini, bila Yuna si Jutek tak ada aku akan menggantikan tempatnya." Wajah gadis itu begitu gembira, ia tak menyadari sinar mata Ahi menatapnya dengan jijik.

Sarwenda bermaksud memasukkan bubuk itu saat istirahat makan siang di restoran. Sebuah rencana telah ia rancang. Saat itu Yuna telah terperangkap dan meminum air yang telah ditambah bubuk tersebut tanpa curiga. Tak sampai 30 menit ia merasa pusing kepala dan meminta izin untuk berbaring, tak lama nafasnya benar benar terhenti. Sarwenda menangis sangat kencang.

" Ia sahabat baikku, malang nian nasibnya...dan hanya aku yang ia punya" ia meratap sangat sedih. Tatap dan tangisnya terus ia lakukan diatas makam yang menggunung. Peristiwa itu terjadi dua tahun lalu.

Tepian Sungai itu bersih dan asri, selain air sungai yang jernih ada beberapa rumpun bambu kuning berjajar ditepinya. Yuna dan sang penolong sedang duduk berhadapan,

" Putri Yuna, kali ini Aki akan menurunkan ilmu terakhir yakni perisai kalbu kedelapan. Melalui kemampuan ini kita dapat melawan para orang jahat, siluman atau monster yang ingin mencelakai kita. Pertama yang perlu kau miliki adalah keteguhan iman kepada sang pencipta, bila hati kita tidak 100 persen yakin akan kuasanya maka sehebat apapun kesaktian mu takkan mampu mengusir mereka." Malam itu adalah malam keseratus Yuna berada di rumah kakek penolongnya.

" Bagaimana Aki bisa tahu kalau aku memerlukan pertolongan?" kalimat itu terucap saat Aki Kamajaya selesai mengobati luka lukanya.

" Aki sedang bersemedi saat ada suara gaib yang membisikan agar Aki menunggu sesuatu yang hanyut dari arah muara sungai. Suara itu berkata dia adalah cucuku... cucu kesayangan, dilehernya tergantung kalung batu berwarna biru yang akan bersinar sebagai petunjuk bagimu." malam itu sang kakek menunggu dengan sabar dipinggir sungai, lalu seseorang yang terhanyut bersama deras nya arus sungai muncul disertai Kerlip cahaya berwarna biru dari arah lehernya.

Kedua orang itu duduk membentuk baris, sang gadis didepan dan sang kakek dibelakangnya.

" Bismillahirrahmanirrahim,... tutup matamu dan kosongkan pikiranmu, Aki akan membuka segel gaib kekuatan yang ada padamu." ucap Aki Kamajaya pelan namun tegas. Yuna menutup kedua matanya. Ada aliran seperti sengatan listrik yang berjalan dari telapak tangan sang kakek menyebar ke seluruh tubuhnya. Pada bagian tertentu tubuhnya terasa sakit yang luar biasa, seolah persendian yang ada ditubuhnya dicopot dan melebur menjadi debu. Tubuh Yuna seolah tak bertulang. Saat aliran itu menuju ke pucuk kepalanya ada lintasan cahaya bergerak membelah langit malam dan petir bersipongah walau tiada hujan atau badai. Saat simpul segel terbuka, Yuna merasa tubuhnya sangat ringan. Ia bernafas lega seluruh alam seolah menyatu dengan jiwa dan raganya.

"Buka matamu" suara Aki Kamajaya berbisik. Yuna membuka mata dan menengok kebelakang, Aki Kamajaya mengambang di atas batu wajahnya pucat namun ia tersenyum.

" Putri Yuna, telah sampai waktuku untuk kembali keasalku, takdirku untuk bersua denganmu telah terpenuhi meski harus menunggu hingga tiga ratus tahun kehidupan manusia" perlahan tubuh tua itu memudar dan lenyap. Yuna tak sanggup berkata kata ia terlalu syok melihat apa yang terjadi didepan matanya.

" Aki.... ! " air matanya menganak sungai meski hanya seratus hari bersamanya Yuna merasa kan kehampaan ditinggal olehnya.

" Aku akan kembali ke kota M dan memperbaiki kekeliruan yang terjadi dalam hidupku. Kesempatan kedua dai Allah akan kumanfaatkan sebaik baiknya. Terbayang saat ia terbangun di dalam liang kubur.

" Dimana aku? tubuhku dibungkus kain kafan.... tidaaaak aku belum mati!" teriaknya sambil meludahkan kapas penyumpal mulut dan meronta berusaha keluar dari bungkusan kain kafan.

" Tolong...!" serunya saat mendengar suara orang menggali.

" Akhirnya,.papan pembatas" suara bariton yang familiar ditelinganya membuat ia tersentak .

"Ahi...." Yuna menyebut nama itu dengan pengharapan. perlahan ada sinar bulan masuk ke liang kubur saat satu persatu papan dikuburkan itu diangkat. Wajah tampan itu terlihat senang saat ia mengulurkan tangan dan menariknya kepermukaan.

" Hai, gadis Amazon! senang jumpa denganku kah? Ia memeluk erat tubuh Yuna dan membopongnya kearah mobil yang diparkir didepan pekuburan. Saat itu Yuna sangat takut dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang lelaki itu.

" Aku akan membawamu kerumah kita" suaranya tenang dan tegas.Ia menoleh kearah kuburan tadi dan dengan pasti memerintah orang bawaannya untuk menutup kembali kuburan tadi.

avataravatar
Next chapter