webnovel

Akhirnya mereka tak lagi bersembunyi!

Matahari bersinar seolah hendak memanggang seisi dunia. Yuna membenarkan topi sambil melihat Ahi yang sedang merekam beberapa ekor bekantan yang bergelantungan di pepohonan." Luar biasa" mata Ahi berbinar. Ia menarik tangan Yuna kearah kerumunan bekantan, " Lihat ... hidungnya ...aku teringat tokoh wayang" kata Ahi menunjuk salah satu monyet Belanda tersebut. Monyet itu lebih besar dari yang lainnya, tampaknya ia adalah pemimpin mereka. Ia berdiri dibatang pohon menatap mereka dengan sepasang mata merah, semerah darah.

" Iya... Petruk panakawan keluarga Pandawa" jawab Yuna ikut terbawa antusias Ahi. Kali ini mereka sengaja pergi ke kampung halaman Yuna untuk berziarah. Ahi sengaja tidak bekerja, ia cuti untuk seminggu. Karena pemakamannya melintasi dua sungai yang cukup lebar dan berada dipinggiran muara mereka telah berangkat sehabis sholat subuh. Sepanjang jalan, mereka melewati hutan dan dipandu oleh seorang pemuda kampung. Jembatan pertama telah mereka lewati, sebuah jembatan gantung sepanjang 12 meter. Yuna sudah terbiasa melewati jembatan itu namun ternyata Ahi yang begitu gagah wajahnya memucat. Yuna merasa geli melihatnya. Akhirnya ia menggandengnya sampai ditepian hutan dimana mereka melihat sekawanan bekantan. Seketika Ahi merasa segar dari penyebrangan yang membuat ia mual, ia segera mengambil hp dan mengabadikan pemandangan langka tersebut. " Uuuuh, dasar penipu!" Yuna meninju perut Ahi. Ahi pura pura merasa sakit." Aduuuuh... apa apaan sih" tanyanya dengan mimik muka tanpa dosa. " Kamu tuh... pura pura ga bisa menyeberangi jembatan gantung tadi kan?". Ahi tergelak, " galak nian princess Yuna ku ini, kapan lagi aku bersandar dan digandeng gadis bak bidadari" ujarnya. Pipi Yuna yang memerah karena udara panas dan juga karena rasa malu.

Selanjutnya mereka melewati jembatan kedua. Kali ini Ahi menyeberang dengan santai, tak ada gerakan kaku seperti tadi. Ia mengejek Yuna dengan memantul kan kakinya ke balok kayu yang diikat, bahkan iapun menggantungkan kakinya pada tali pengikat jembatan. " Ahi! jangan nakuti orang!". teriak Yuna hatinya khawatir bila terjadi kecelakaan karena Ahi yang ceroboh. Ia berhenti berakrobat dan tiba tiba saja melompat kearah Yuna.

" Mereka datang" suara Ahi seperti terkejut. Ia menggapai tangan Yuna dan tiba tiba saja mereka diselimuti kabut putih dan menghilang dari pandangan disaat yang bersamaan pemandu mereka menggeram dan tampilannya telah berubah. Ia berbalik kebelakang dan cakar cakarnya yang runcing mengenai udara kosong." Groaaaarrrr!" ia meraung. Disisi jembatan telah muncul kawan kawannya.

Mereka muncul di pemakaman di muara sungai. " Apa yang terjadi?" tanya Yuna, " Mereka tak lagi bersembunyi setelah tahu kedua cincin telah bertemu" jawab Ahi dan mengajak Yuna bergegas kemakam orang tuanya. Setelah berdoa dan menabur bunga tiba tiba terdengar suara teriakan.

" Mereka disana!" Sarwenda muncul memimpin pasukannya. "Tangkap mereka!" teriaknya. Ahi menggenggam tangan Yuna. " Kita harus kabur, lawan kita banyak aku tak yakin bisa mengalahkan mereka saat ini" ujarnya.

" Apa kita akan seperti tadi?" tanya Yuna wajahnya khawatir. Ahi menggeleng,

"Aku telah memakainya sekali dan perlu waktu untuk merafalkannya, mari kita ulur waktu dengan bermain main dengan mereka" lalu ia mengarahkan sinar biru yang muncul dari cincin half heart yang sekarang ia kenakan dijarinya. Yuna melakukan hal yang sama menembakan sinar biru dari cincinnya. Iblis yang terkena cahaya akan lumer dan menguap menjadi asap kehijauan.

" Groooaaa... jangan jadi penakuuuut" Sarwenda berteriak marah. Pasangan itu melompat, menendang bahkan meninju lawan selain menembakkan sinar dari cincin mereka. " Kapan ini berakhir, Ahi? Aku sudah lelah". Yuna berteriak mengatasi suara erangan dan jeritan marah lawan lawannya. " Sebentar lagi, energi positif ditubuhku telah terisi namun belum optimal" seru Ahi. Salah satu lawan menjambak rambutnya, Yuna menebas tangan itu dengan sinar biru dan mundur mendekati Ahi.

Pria itu mengulurkan tangannya dan mendekap tubuh mungil gadis itu.

" Sekarang!" ucapnya dan merafal ajian.

Dalam sekejap tubuh keduanya diselimuti kabut putih dan menghilang dari area perkuburan.

"Kurang ajar! Gadis itu seharusnya sudah mati! Aku telah membunuhnya di goa Curup Tenang! Dengan luka tusukan sebanyak itu... mustahil ia masih bernafas!" Sarwenda menatap pengikutnya, "Anak anakku, mari kita cari mereka. Musuh terbesar kita adalah Princess Yuna karena ia mengambil calon raja kalian. Dengan pendamping sehebat itu kita akan semakin jaya. Kita tangkap mereka secepatnya... Lalu pada malam purnama berikutnya kita akan menguasai dunia!". Teriakannya disambut oleh gelegar guntur. Langit menggelap dan hujan tiba tiba turun dengan lebatnya. Seiring guyuran hujan tubuh cantik Sarwenda mengabur. Sebagai gantinya adalah sesosok tubuh tinggi besar berwarna hijau dengan sinar merah yang berasal dari enam matanya. Ia memiliki lima tentakel, gigi gigi setajam gergaji berada di mulutnya yang menyeringai lebar. Tubuh itu berlendir dan bergelambir. Tubuh yang jauh dari cantik!.

" Aku telah menyamar dengan baik. bahkan aku telah memfitnah gadis itu berkali kali, namun lelaki itu tak satu kali pun tertipu olehku, bahkan oleh kemolekan tubuhku" Sarwenda meneruskan kalimatnya ditingkahi suara Guntur yang saling bersahutan. Para pengikutnya menjerit mengikuti jeritan pemimpinnya.

" Aku akan membunuhmu Princess Yuna! segera dan selamanya kau mati... matiiii!!!". Teriakannya menggila, pengikutnya melompat lompat seolah menyemangati.

"Dimana kita?" pertanyaan itu terucap saat Yuna membuka matanya. Ahi mengangkat bahu,"Aku tak punya gambaran dimana kita berada, aku belum begitu paham cara mengarahkan tujuan, yang kutahu saat aku terjebak dan dalam situasi sulit aku merafalkannya dan ...aku telah berada cukup jauh dari musuh" jawab Ahi melepas pegangannya. "Tubuh kita sebagian terendam air!" Yuna tersadar karena dinginnya air. Ia melihat sekitar nya, ada stalagtit dan stalakmit serta tetesan air membasahi rambutnya. Ahi menarik tangannya," Ini sepertinya sebuah goa" katanya mencari jalan keluar. Ia melihat cahaya dan mengajak Yuna kearah itu. " Itu pasti jalan keluarnya" ujarnya. Berhati hati mereka berdua menuju jalan itu, benar saja begitu mereka sampai diujung goa mereka menemukan pintu masuk. Ada banyak orang sedang bermain air. Beberapa mencoba memancing diair yang deras. "Tempat wisata air terjun Bidadari" Yuna membaca papan nama Ahli hanya tersenyum namun matanya sangat waspada," Yun, waspada..mereka sangat pandai berkamuflase" bisik Ahi. Mereka bergandengan tangan seolah wisatawan dan menuju kantor pelayanan. Untung saja dompet dan ponsel Ahi tidak jatuh atau hilang. ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi salah satu pegawainya di kecamatan terdekat. "Sementara menunggu jemputan kita makan siang dulu. Liat disana ada sebuah rumah makan" mereka menuju ke rumah makan itu, memesan makanan dan segera bersantap siang. Selesai menghabiskan makanan dan membayar apa yang mereka pesan ponsel Ahi berdering. " Yang menjemput kita telah menunggu di gerbang masuk tempat wisata ini" kata Ahi memberitahu Yuna. Mereka menuju gerbang dimaksud dan sebuah Avanza telah menanti, sang sopir menyambut mereka. " Langsung saja ke hotel Melati, tak perlu kekantor cabang. Kami sangat terburu buru" perintah Ahi pada sopir tersebut.

"Siap bos" ia membukakan pintu dengan wajah gembira. "Seperti rumor yang kudengar, bos besar kami masih muda dan tampan, tak disangka benar benar tampan" sopir tersebut membatin.

Sesampainya di hotel mereka segera berbenah untuk check out, karena mereka khawatir para iblis akan mendatangi mereka disana. Setelah selesai berkemas mereka berkendara selama delapan jam ke kota M. Arlan mengendari mobil tanpa bicara, melihat sikap atasannya ia tahu bagaimana harus bersikap. Tepat jam 23.00 mereka sampai di kota M.

Next chapter