1 Sunyi dan Damai

Siapa yang tidak kenal San Diego. Kota pantai di California yang merupakan kota terbesar kedelapan di Amerika Serikat. Bukan hanya menampung tempat wisata terkenal di dunia, juga termasuk pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat dan Korps Marinir.

Tapi siapa sangka, terdapat sebuah markas bawah tanah yang dirahasiakan pemerintah untuk membantu tentara dengan agen agen rahasianya. Di sekitar Bird Rock sebelah barat, terdapat sebuah markas rahasia dengan dinding dinding baja tahan ledakan ataupun peluru. DIdalamnya terdapat ruang bawah tanah dan asrama asrama para agen dan tempat latihan dengan beragam senjata dan ahli bela diri.

Terdapat sekitar 200 agen rahasia beserta pimpinannya yang terlatih. Hanya orang terpilih saja yang diterima. Biasanya mereka akan merekrut orang yang tidak menonjol secara rahasia dan tertutup. Di markas bawah tanah, terdapat berbagai ruang pelatihan dan salah satunya pelatihan senjata api seperti Handgun atau sejenisnya yang ditembakan ke sasaran yang sudah disiapkan. Suara tembakan bersahutan menembaki sasaran berupa orang orangan.

Dua wanita tengah beradu tembakan tanpa henti hingga dua kali reload secara bersamaan. Mereka beradu ketepatan dan focus pada bidikan masing masing tanpa menghiraukan telpon yang bordering di tas mereka. Setelah beberapa lama dan peluru habis, mereka berhenti dan terlihat siapa pemenangnya.

"90 Point." kata salah satunya melirik temannya yang terlihat kecewa.

"Aku membiarkanmu menang kali ini, tidak lain kali." kata temannya selagi meletakan senjata api di tangannya ke tempat asal.

"Aku akan menunggu"

Namanya adalah Adeline Newbold, wanita berusia 23 tahun lulusan University of California, San Diego. Sejak kecil tinggal dengan neneknya hingga usianya 20 tahun neneknya meninggal dan dia hidup sendiri tanpa siapapun yang mendukungnya. Dia tidak memiliki teman maupun saudara, mengandalkan diri sendiri dan bekerja paruh waktu untuk menghidupi diri sendiri sebelum akhirnya ia menjadi agen rahasia terhandal setelah suatu kejadian menimpanya di Pacific Beach setahun yang lalu.

Adeline memiliki perangai dingin dan acuh tak acuh pada semua orang. Tak sedikit yang beranggapan bahwa Adeline orang yang angkuh dan tak berperasaan karena pada umumnya Adeline sulit bersosialisasi dengan alasan tertentu. Terkecuali temannya yang bernama Jill Leatrice, sebagai teman satu misi dan asrama, dia tahu bagaimana sifat asli Adeline yang jarang diperlihatkan. Bukan hanya bela diri, dia juga pandai berakting dan cocok mengambil profesi actor.

Walau pekerjaannya sebagai agen rahasia baru setahun, dia sudah menjadi yang terbaik diantara orang orang seusianya. Adeline selalu menyelesaikan misi dengan sempurna dan kembali dalam keadaan utuh seperti pimpinannya. Dia menggunakan kelebihannya sebagai senjata dalam misi terutama kecantikannya. Rata rata para mafia yang menjadi musuhnya tertarik padanya dan Adeline memanfaatkan keadaan tersebut selagi menyamar.

Ponsel Adeline berdering menunjukan nama 'Aaric' di layar ponsel. Adeline mengangkat telpon tersebut dan menyalakan speaker sedangkan Adeline melakukan kegiatan lain.

"Para Lanister mulai bergerak ke arah San Francisco tepatnya Barker Beach yang mengarah ke Golden Gate Bridge. Mereka meletakan 10 dinamit yang akan diledakan, untung saja Banner sudah tiba terlebih dahulu dan mematikan dinamit itu." kata Aaric.

Lanister adalah para mafia pirang yang sangat kuat. Mereka selalu menjadi musuh Resident Company selama beberapa tahun terakhir dan Adeline sudah beberapa kali mengalahkannya. Tentu mereka akan mengenal Adeline yang begitu berpengaruh.

"Kalau sudah diatasi, seharusnya kau melapor ke atasan." Adeline santai.

"Masalahnya belum selesai, beberapa orang kita terluka parah akibat bom lain yang meledak tiba tiba. Banner melaporkannya padaku dan meminta agen tambahan. Masalahnya situasi ini sangat rumit dan mereka sama sekali tidak teridentifikasi keberadaanya."

"Aku akan datang." singkat Adeline.

"Kau serius?"

"Untuk apa kau menelponku kalau tidak memberiku misi ini?"

"Aku menelponmu untuk memberitahu yang lain. Pimpinan kita sama sekali susah dihubungi dan hanya kau yang bisa ku andalkan. Jadi jangan buang waktumu dan beritahu pimpinan. Aku sarankan wanita jangan ikut, ini berbeda dari sebelumnya."

Adeline mematikannya begitu saja ketika Aaric mengatakan bahwa wanita tidak boleh itu, ia kesal jika ada yang meremehkan kekuatan wanita. Dia segera beranjak dan membawa ponselnya yang sudah ia rekam dan mengunjungi pimpinannya.

Adeline menelusuri lorong dan membuka sebuah pintu ruangan melalui sidik jari. Pintu bergeser dengan sendirinya dan dia langsung masuk dengan wajah datarnya seperti biasa. Dia menemukan pimpinannya di balik kaca yang tengah duduk di dekat perapian. Adeline masuk keruangan tersebut dan berdiri tidak jauh dari sofa yang diduduki pimpinannya, Othniel Wevers.

"Mr. Wevers." Adeline memanggil.

"Aku sudah dengar beritanya. Bagaimana pendapatmu?" kata Othniel.

"Lanister memang cerdik. Di situasi ini akan memakan banyak korban di San Francisco, mereka ingin balas dendam dengan menghancurkan Gate, itu kekanakan. Aku piker mereka akan tetap pada pendirian sebelum semuanya benar benar berakhir. Ini adalah penentuan siapa yang kalah dan siapa yang menang."

"Kau benar, aku sudah mengirim 20 agen ke San Francisco tapi mereka gugur dalam sekejap. Kali ini harus lebih banyak agar dapat menggulingkan Lanister."

"Mr. Wevers tidak perlu khawatir. Aku akan datang."

"Aaric sudah memperingatimu untuk tidak datang. Ini bukan masalah sepele."

"Aku tahu, ada sesuatu yang ingin ku urus untuk para Lanister." Adeline memiliki kenalan orang Lanister ketika sedang menyamar, lebih tepatnya mantannya dan dia siap bertemu kembali.

"Aku harap keputusanmu tepat. Kau satu satunya wanita yang ku kirim, lakukan dengan baik dan harus selamat."

Adeline mengangguk yakin dan keluar dari ruangan. Othniel Wevers segera memberi misi para agen rahasia sebanyak 30 termasuk Adeline untuk pergi ke San Francisco menggunakan helicopter. Beberapa helicopter sudah tersedia dengan pilot masing masing, sekitar ada 6 heli.

"Hati hatilah, aku menunggumu." Jill menepuk nepuk bahu Adeline.

Adeline tersenyum hangat dan mengangguk sebelum akhirnya ia naik Helicopter. Jill melambaikan tangannya, ini kali pertama dia dan Adeline memiliki misi yang terpisah. Helicopter lepas landas terbang diudara mengarah ke San Francisco.

***

San Francisco, tepatnya Baker Beach dekat Golden Gate. Beberapa Helicopter mendarat berjauhan diatas laut dan para agen keluar dari sana menaiki kapal. Mereka menghindari ramainya Barker Beach dan memutuskan untuk mendarat di tengah laut agar tidak menjadi pusat perhatian.

Adeline berpikir, mungkin saja para Lanister terdapat diantara kerumunan orang berlibur di musim panas ini. Pantai terlihat ramai dan sangat mengkhawatirkan terjadinya ledakan yang akan menyebabkan korban lebih banyak dari sebelumnya.

Mereka semua menyamar sebagai orang orang yang berlibur di pantai dengan mengenakan pakaian pantai ataupun pakaian selam. Mereka melakukan tugas masing masing sesuai perintah atasan mereka. Beberapa dari mereka berpisah menggunakan perahu yang lain ke daerah kerumunan atau lainnya untuk mencari bom lainnya yang masih aktif. Adeline yang kini mengenakan pakaian selam, masih berada di kapal dengan Banner dan satu agen lain.

"Apa rencanamu?" tanya Banner.

"Menunggu" singkat Adeline ke arah lautan lepas.

Mereka — Lanister — pasti sudah mengetahui bahwa Adeline ikut dalam misi ini dan akan mengundang mantan Adeline untuk bertemu langsung.

"Kau menunggu Lanister sialan itu, mereka pasti sudah mempersiapkan sesuatu." Clark keluar dari tempat kemudi dan berdiri di sebelah Adeline.

"Aku juga sudah mempersiapkannya."

"Aku masih tidak habis pikir, kau pacaran dengan Lanister cabul sepertinya." ejek Banner.

Adeline hanya terkekeh, siapa juga yang ingin pacaran dengan Lansiter. Mereka bukanlah tipe Adeline dan Adeline melakukannya hanya sekedar misi dan tipuan. Sekarang mereka hanyalah musuh.

Mata Adeline terarah pada seseorang rambut pirang di Golden Gate yang lumayan jauh darinya. Adeline mengambil teropong dari tangan Banner begitu saja. Dia melihat melalui teropong, seorang pria pirang tersenyum miring padanya dan itu menjengkelkan. Adeline tahu itu, dia adalah Trader Stoner. Anak dari pimpinan Lanister yang pernah menjadi pacar Adeline selama sebulan, kini dia menjadi pimpinan mereka setelah ayahnya meninggal. Itu mengingatkan Adeline pada masa masa sulitnya selama sebulan tersebut, terus menyamar dan nyaris terungkap, bakat berbohong Adeline meningkat karena itu.

"Trader...." gumam Adeline didengar Clark.

"Akhirnya datang juga. Sejak kemarin dia tidak muncul." kata Clark mengarah ke Trader.

Adeline hanya diam dan melihatnya kembali melalui teropong. Terlihat Trader bersama orang orangnya menaiki beberapa jetski. Jumlahnya sekitar lebih dari jumlah di kapal Adeline. Perasaannya semakin tidak nyaman, tidak seperti biasanya.

"Mereka datang." ucap Adeline.

"Berapa banyak?" tanya Clark.

"Delapan..... tidak, sembilan." gumam Adeline.

"Anak itu gila." Banner kesal ketika melihat mereka dengan teropong kemudian menjalankan kapalnya.

"Kita tidak akan lari kan?" Adeline tidak suka lari dari masalah.

"Wajar saja jika tiga atau empat orang, kita tidak bisa menghadapi sebanyak itu. Kau tidak lihat tubuh mereka besar besar."

"Tapi—"

Banner tidak menghiraukan perkataan Adeline sedangkan Clark hanya mengikutinya saja. Adeline berdecak sebal kemudian mengambil Handgun di tasnya kemudian mengarahkannya ke para Lanister yang mengmudikan jetski. Adeline berusaha sebisa mungkin menembaki mereka tapi mereka sanga bisa menghindari peluru seakan peluru itu hanyalah bola bola kecil yang dilempar.

Peluru tersebut mengenai salah satu pengendara jetski tapi tetap saja tidak mempengaruhi mereka. Pada akhrinya mereka sampai di dekat kapal dan naik ke atas kapal diam diam selagi Adeline, Banner, dan Clark menghadang anak buahnya. Salah satu dari mereka memukul kepala Clark dengan besi hingga pingsan, kini hanya tersisa lima orang Lanister dan dua Resident Company diatas kapal.

"Untuk pertama kalinya aku melihat kekalahanmu." kata Trader.

"Benarkah?" Adeline menaikan satu alis.

Adeline menyikut anak buah Lanister disebelahnya kemudian mengambil Handgun yang sempat terjatuh ketika sedang bela diri kemudian menodongkannya kearah Trader begitu juga sebaliknya. "Kau tidak bisa menggunakna tipuan apapun lagi." kata Trader membuat Adeline kesal.

Adeline menekan pelatuk tapi ternyata pelurunya sudah habis. Keadaan jadi berbalik dan Adeline yang ditodong, meski begitu Adeline tidak kehabisan cara. "Trader, yang kau lihat memang wanita, tapi dia tidak seperti yang kau lihat selama ini." kata Banner.

"Aku tahu. Sayangku Adeline bukan wanita biasa." Trader menurunkan pistolnya.

Rasanya Adeline ingin muntah mendengar panggilan Trader yang menjijikan. Para Lanister ini mengikat mereka bertiga dengan tali sebagai sandera dan membajak kapal begitu saja semakin menjauhi kota. Dia hanya diam menunggu saat yang tepat, sebenarnya dia bisa saja melepas ikatan di tangannya dengan mudah tapi dia masih menunggu begitu juga dengan Banner sedangkan Clark masih sekarat.

Ketika perhatian Trader beralih dari Adeline ke depan kapal. Adeline diam diam mengambil pisau di saku kakinya, walau sedikit sulit tapi akhirnya bisa dan terlepas, dia juga melepas ikatan Banner dan Clark. Mereka berdua tetap berpura pura terikat kemudian menghabisi para Lanister sedikit demi sedikit tanpa ketahuan Trader. Terakhir, Adeline dan Banner memasuki ruang kendali dan melihat Trader duduk santai seakan tidak terkejut dengan kehadiran mereka berdua. Sepertinya dia sengaja melakukannya.

"Aku pikir kau begitu pintar, tapi sama saja." kata Trader tersenyum licik.

Tiba tiba sosok pria besar menghadang mereka dengan membawa tongkat bisbol di tangannya. Adeline dan Banner segera mundur keluar dari ruang kendali begitu juga pria besar itu dan Trader. Pria besar itu menyerang mereka berdua dengan tongkatnya hingga tubuh Banner terkena serangannya dan jatuh. Pria itu hendak memukul kembali kepala Banner namun Adeline segera menendang wajahnya dengan keras kemudian menendang tubuhnya hingga ia oleng. Karena marah, pria besar itu mengangkat tongkatnya hendak memukul Adeline, tapi Banner segera menghadangnya dan terkena kepalanya.

Adeline terkejut, padahal dia sudah mempersiapkan segalanya tapi demi menyelamatkannya Banner jadi korban hingga kepalanya bocor. Adeline mengambil pisau dari sakunya kemudian menyayat pria itu hingga bercipratan darah. Adeline mengambil bisbol dari tangan pria itu dan langsung memukul kepalanya tiga kali sampai mati. Adeline begitu marah, dia berusaha mengatur napasnya kemudian menatap Trader tajam.

"Ternyata kau masih sama. Sayang sekali kau bukan pacarku lagi." kata Trader masih saja tersenyum membuat Adeline muak.

"Kau benar, jadi aku akan dengan mudah membunuhmu." sahut Adeline.

Mereka saling bertarung diatas kapal dengan tangan kosong. Jika dilihat dari segi kekuatan, tentu Adeline akan kalah dan terus tersungkur. Tapi berbeda jika melalui kecerdikan. Adeline menendang wajah Trader dan ia berhasil menyingkir, dia menyerang balik hingga tubuh Adeline terbentur pembatas kapal.

"Aku tidak ingin membunuhmu sekarang. Sangat disayangkan jika kau mati sekarang." Trader mendekatkan wajahnya hendak mencium Adeline. Dengan sigap Adeline meninju wajahnya kemudian berpindah posisi. "Sayangnya aku ingin kau cepat cepat mati." kata Adeline.

Mereka kembali bertarung di pinggir pembatas hingga nyaris saja Adeline terjatuh ke air. Adeline berpegangan pada Trader kemudian membalikannya hingga Trader jatuh ke air. Adeline melihat ke bawah kapal yang sudah tidak ada siapapun, kemungkinan Trader tenggelam jika tidak lagi menampakan diri.

Adeline berusaha mengatur napasnya dan bersandar pada pembatas. Namun telinganya mendengar sebuah detikan waktu seperti jam. Adeline ingat bahwa Trader baru saja dari ruang kendali padahal kapal sudah tidak lagi berjalan, apa jangan jangan ini rencananya.

"Ledakan" gumam Adeline tersadar.

Satu detik kemudian ledakan terjadi dari ruang kendali membuat Adeline terpental dari kapal dan tercebur ke laut. Ledakan tersebut membuat beberapa alat komunikasi rusak dan mengundang para agen Resident company, tapi tidak dapat mengetahui jejaknya.

Adeline berusaha berenang ke atas, banyak sekali serpihan serpihan dan mayat kedua temannya yang mengambang, Clark yang seharusnya masih hidup, dia tenggelam ke dasar laut dan tidak dapat ditemukan. Adeline berenang mencari alat komunikasi yang setidaknya masih berfungsi walau kemungkinannya kecil. Dia mengambil alat komunikasi tersebut yang masih sedikit menyala kemudian menggunakan serpihan kapal sebagai pelampung agar tidak tenggelam.

"Resident Company, Adeline Newbold disini. Kapal diledakan dan kami butuh bantuan" alat komunikasi itu semakin eror dan semakin lama tidak bersuara lagi. Adeline mengerang kesal, dia melemaskan bahunya nyaris pasrah dengan apa yang terjadi. Dia menyalahkan diri sendiri karena tidak menyadari bom yang di letakan di ruang kendali tepat waktu.

Beberapa menit kemudian, sebuah jetski datang mengunggah semangat Adeline. Adeline melambaikan kedua tangannya pada pengendara jetski tersebut tapi jetski itu malah mengitarinya. Rupanya Adeline salah mengira, ia pikir itu bantuan atau seseorang yang kebetulan lewat, tapi ternyata dia adalah Trader yang masih selamat.

Trader mengitari Adeline seakan mengejeknya dengan senyuman licik membuat emosi Adeline naik turun. Dia berhenti di dekat Adeline dan menatapnya penuh kemenangan. "Hari ini tuhan memihakku. Bersenang senanglah disana" ejek Trader.

Adeline melempar beberapa barang disekitarnya ke arah Trader kemudian menarik kakinya hingga Trader tercebur. Adeline mengambil alih jetski namun Trader terus menarik kakinya hingga Adeline sulit keatas jetski. Mereka bertengkar memperebutkan jetski satu satunya. Kemudian sebuah ide terlintas di pikiran Adeline, dia menceburkan diri membiarkan Trader menaiki jetski itu. Adeline menghilang dari pandangan Trader entah kemana perginya, dia tidak tahu kalau Adeline ada di bawah jetski meletakan sesuatu disana.

Ketika Trader menyalakan jetskinya, ledakan terjadi menghancurkan jetski tersebut dan Trader terpental tidak jauh dari kapal para agen Resident Company yang tengah mencari Adeline, Banner, dan Clark. Api dimana mana membuat Trader terbakar sedangkan Adeline semakin jauh kedalam lautan akibat ledakan.

Adeline semakin kedalam lautan yang sunyi. Matanya masih terarah pada atas laut yang terlihat terdapat kapal dan mayat Trader bersimbah darah. Semakin jauh Adeline jatuh, semakin tidak terlihat cahaya masuk dan semakin tenang dan damai. Adeline menutup matanya tidak lagi merasakan napas, hanya ada air yang menyelimutinya dan gelapnya lautan dalam

avataravatar
Next chapter