10 Hari Kesepuluh

Suara indah Pamela mampu membuat Camelia merinding.

Ini adalah suara terindah yang pernah ia dengar.

Tak sadar kedua netranya mengeluarkan cairan bening.

Jutaan kupu-kupu yang ada di tempat itu pun mulai menghentikan aktivitas mereka.

Para kupu-kupu, berbagai jenis dengan sayap beraneka warna, mulai berubah menjadi para peri.

Mereka melupakan sejenak nikmatnya madu, dan berkumpul mengelilingi Pamela serta mendengarkan lantunan nyanyian itu. Mereka semua begitu takjub, mata-mata para peri-peri kecil itu seolah lupa berkedip.

Suara itu menenangkan hati, hingga membuat jiwa mereka terlarut dalam lantunan.

Beberapa saat kemudian

Pamela mulai menghentikan nyanyiannya, dan betapa kagetnya ia saat mendapati para kupu-kupu sudah berubah menjadi para peri kecil nan cantik.

"Kalian?" Pamela tampak heran. Camelia bertepuk tangan seraya berjalan mendekati Pamela.

"Wah, suara Anda sangat indah, Tuan Putri," puji Camelia.

"Benarkah?" Pamela seakan tak percaya mendengar pernyataan Camelia.

"Kamu adalah satu-satunya orang yang memuji suaraku, Camelia!" ujar Pamela.

"Benarkah? Apa di dunia manusia ada banyak orang yang memiliki suara yang lebih merdu dari suara  Anda? Sehingga mereka tidak mengakui keindahan suara Anda, ini?" tanya Camelia dengan wajah heran.

"Ah ... tidak juga ... tapi memang aku tidak pernah bernyanyi di depan mereka," jawab Pamela.

"Oh, pantas saja!" tanggap Camelia.

Kemudian obrolan kedua orang itu mulai berhenti saat para peri mulai meneriaki mereka, dan menyuruh Pamela untuk kembali bernyanyi.

"Pelayan Camelia! Sudah jangan mengajak Tuan Putri  mengobrol! Biarkan dia bernyanyi lagi!" teriak seorang peri bersayap biru.

"Iya! Biarkan Tuan Putri Ximena bernaynyi lagi!" imbuh peri bersayap ungu.

Kemudian  peri-peri yang lain juga turut mendukung usualan rekan mereka, agar Pamela kembali bernyanyi lagi.

"Ayo! Bernyanyilah, Tuan Putri!"

"Iya! Ayo bernyanyi, Tuan Putri Ximena!"

"Kami tidak sabar mendengarnya!"

"Ayo! Bernyanyi!"

"Nyanyi! Nyanyi!"

Para peri bersorak-sorak penuh semangat, agar Pamela mau menujukan suara indahnya lagi.

Pamela benar-benar tak menyangka jika bakat terpendamnya ini sangat dihargai.

Sebelumnya dia hanya bernyanyi di dalam kamar mandi, dan itu pun juga sering mendapatkan ocehan dari Sopia sang Ibu. Kerena dinilai suaranya sangat mengganggu pendengaran, selain itu hanya akan memperlambat waktu Pamela di kamar mandi, dan menyebabkan boros air.

Tentu saja Sopia tidak mau tagihan listrik di rumahnya membengkak karena ulah Pamela yang dianggap boros itu.

"Baiklah, aku akan bernaynyi satu lagu lagi untuk kalian! Dengarkan, ya!" ucap Pamela seraya tersenyum.

Betapa bahagianya para peri itu mendengar ucapan Pamela.

Mereka tampak antusias dan membuka telinga mereka lebar-lebar.

Suara merdu dengan nada yang menghanyutkan kembali mengalun.

Camelia dan para peri lainnya tampak menikmatinya, senyuman merekah di bibir mereka. Ada juga yang sampai menangis saking tak kuasa mendengar suara yang indah itu.

"Ini, suara malaikat," ucap Camelia.

Hembusan angin sepoi menyertai lantunan lagu dari bibir Camelia. Angin sepoi menerjang rambut Pamela yang tergerai indah.

Secara ajaib, bunga-bunga yang masih kuncup mulai bermekaran lebih cepat dari biasanya, dedaunan yang menguning juga tampak kembali hijau.

Langit begitu cerah dengan warna biru yang mempesona.

Suara Pamela seakan memberikan keberuntungan pada negri itu.

***

Hari sudah mulai senja, puas sudah Pamela bermain di taman dengan Camelia beserta para peri lain.

Camelia mengajak Pamela untuk masuk ke dalam istana, karena Pamela harus segera mempersiapkan diri untuk makan malam. Sebentar lagi Ratu Vivian dan para pengawalnya akan pulang.

***

Pamela mulai mempersiapkan diri, dia berdandan cukup rapi. Camelia membantunya untuk merias wajah dan menata rambut gadis itu.

"Jangan lupa untuk memakai mahkotanya, Tuan Putri," ucap Camila.

"Iya, Camelia! Aku akan bersiap bertemu, dan makan malam dengan Ibu Ratu Vivian, untuk yang terakhir kalianya," ucap Pamela.

Tentu saja Camelia syok mendengar ucapan Pamela.

"'Untuk yang terakhir kalinya?' maksudnya apa, Tuan Putri?" tanya Camelia.

"Ya ... aku belum bercerita kepadamu, jika nanti malam aku akan pulang ke dunia manusia," jawab Pamela.

"Apa?!" Camelia terkejut mendengarnya. Dia benar-benar keberatan harus berpisah dengan Pamela.

Awalnya dia memang membenci gadis itu, tetapi setelah mengenal dan mendampingi Pamela selama sepuluh hari ini, dia mulai menyayanginya.

Terlebih saat Camelia tahu, jika Pamela memiliki suara yang indah dan mampu menghipnotis seluruh penduduk Negri Violet.

Camelia yakin, jika kehadiran Pamela akan membawa kebaikan di negri ini.

"Camelia, kamu menangis, ya?" tanya Pamela, gadis itu menyeka butiran bening dari mata si Pelayan.

"Tuan Putri Pamela, kenapa harus pergi?" ujar Camelia.

"Kenapa? Bukanya kamu akan senang jika Ximena kembali?" tanya Pamela.

"Ya, saya senang. Tetapi saya akan lebih bahagia jika Anda juga tetap berada di tempat ini," jawab Camelia.

"Tidak bisa, ini sudah 10 hari, dan ini sudah menjadi perjanjianku dengan Ximena," ujar Pamela.

Camelia mengangguk paham, mau tidak mau dia harus menerima keputusan Pamela. Lagi pula yang seharusnya berada di istana adalah Ximena, bukan Pamela. Dia juga sangat mengkhawatirkan keadaan Ximena di dunia manusia. Dia takut jika Ximena tidak bisa beradaptasi dengan baik.

"Sudah menangisnya, Camelia. Ayo kita ke ruang makan! Bukankah Ibu sudah menunggu?" ajak Pamela.

"Ah, iya! Tuan Putri!" Camelia segera mengusap air matanya.

Dan ia mengantarkan Pamela menuju meja makan.

***

Dalam keheningan malam, dan suasana istana Violet yang sudah mulai sepi.

Ini adalah saatnya bagi Pamela untuk pergi.

Saat itu Camelia masuk ke kamarnya, dia ingin mengucapkan salam perpisahan kepada Pamela.

"Tuan Putri," panggil Camelia dengan suara pelan.

"Camelia, kamu datang?" sahut Pamela.

"Iya, Tuan Putri, aku hanya ingin berpelukan dengan Anda, untuk yang terakhir kalianya," ucap Camelia.

Pamela terharu melihat sikap Camelia yang begitu manis.

Tak disangka wanita yang salama ini selalu ketus itu, kini berubah menjadi lembut kepadanya.

Pamela seakan tak rela meninggalkan istana ini.

Karena hanya di istana ini, dia dihargai dan dihormati.

Selain itu dia juga bisa merasakan keindahan yang benar-benar tidak bisa ia dapatkan di dunia manusia.

Negri yang hanya berisi bunga-bunga dan tumbuhan yang indah. Dan negri yang hanya mengenal satu musim saja, yaitu musim semi. Pamela juga mendapatkan kepercayaan diri di negri ini.

Dia bisa berbicara tanpa rasa gugup dengan para pelayan serta para peri di sini. Dan semua itu berkat didikan Ratu Vivian serta bantuan Camelia.

Camelia memeluk tubuh Pamela, dan dia berbisik di telinga gadis itu.

"Selamat jalan, Tuan Putri, semoga Anda selalu berbahagia," ucapnya.

"Iya, Camelia, dan terima kasih banyak atas kebaikanmu," ucap Pamela.

Mereka berpelukan sesaat.

Kemudian Pamela mulai mengeluarkan cermin dari dalam kotak kayu.

Pamela memandang cermin itu.

'Aku berharap, akan ada keajaiban agar aku bisa tetap berada di tempat ini,' bicara Pamela di dalam hati.

Bersambung ....

avataravatar
Next chapter