1 Prolog

Suasana kian mencengkram, darah menggenang dimana-mana, nyawa-nyawa tak berdosa berakhir dengan tragis, teriakan pilu terdengar histeris, suara dentingan benda tajam saling beradu seolah menegaskan siapa yang paling kuat, ruangan megah yang awalnya rapi dan meriah seketika berubah, dalam sekejab menjadi hancur lebur tak tersisa dengan mayat dan darah menghiasinya.

Langit yang tadinya cerah bertabur bintang kini lenyap digantikan dengan hujan yang amat deras, langit seolah ikut menangis, merasakan betapa memprihatinkannya kedaan saat ini. Petir semangkin murka mengeluarkan kilatan-kilatan amarahnya seolah ingin menyambar siapa saja yang ingin menentangnya. Alam benar-benar selaras dengan suasana mencengkram malam ini.

Tak pernah mereka bayangkan, pesta Kerajaan yang seharusnya menyenangkan dan penuh kebahagian kini benar-benar seperti mimpi buruk bagi semua orang. Amarah, dendam, rasa sakit dan kehilangan berpadu menjadi satu, menciptakan kombinasi sempurna yang teramat menyiksa.

Aura gelap telah seutuhnya melingkupi Kerajaan Vedrales. Kerajaan yang selalu membawa kedamaian dan ketenangan bagi semua orang. Kini masa kejayaan Kerajaan Vedrales telah berakhir. Rakyatnya akan menderita, sebentar lagi Kerajaan Vedrales tidak lagi menjadi Kerajaan yang dikenal dengan kebaikan, tetapi akan menjadi Kerajaan yang dipenuhi dengan kejahatan. Tak ada lagi dua kubu yang jahat dan yang baik, kini semuanya telah lenyap menjadi satu, kegelapan.

Warna-warni bunga yang indah dan kupu-kupu cantik disekeliling Kerajaan kini berubah menjadi layu dan mati, lalu perlahan-lahan berubah menjadi warna hitam. Semuanya gelap, tak ada lagi warna yang hidup, semuanya menghitam seiring teriakan dan kegaduhan mulai lenyap. Menandakan bahwa semuanya telah berakhir. Sihir Kerajaan telah lenyap, berganti dengan aura menakutkan. Kejaraan Vedrales seutuhnya telah dikuasai oleh orang yang salah.

Namun, jauh di dalam hutan, seorang laki-laki sedang berusaha melarikan diri. Tubuhnya penuh dengan luka-luka dan darah segar. Beberapa meter dibelakangnya, banyak pasukan yang tengah berlari mengejarnya. Tubuhnya sudah tak kuat untuk bergerak tetapi ia tetap memaksakan tungkai kakinya untuk melangkah.

Saat ia terjatuh, seakan-akan tubuhnya hancur dan remuk. Namun, tak ada waktu untuk larut dalam rasa sakitnya, bahkan sakit dihatinya jauh lebih besar ketika dalam sekejap keluarga dan orang terkasihnya lenyap tak tersisa. Pemuda itu kembali bangkit dengan sisa tenaganya, kembali melangkah dan melewati apapun yang ada didepannya. Tak peduli jika tubuhnya tersayat oleh duri dan pepohonan tajam disana. Darah terus keluar deras dari tubuhnya, wajah tampannya sudah tak terlihat lagi, hanya lukalah yang menghiasinya.

Ia berlari terseok-seok, membawa kakinya melangkah kemana saja asal tidak kebelakang. Nafas pemuda itu kian memburu, suara gema langakah dibelakangnya juga terdengar semangkin dekat. Ia tak boleh menyerah, tidak boleh, ini demi keluarganya yang berakhir sia-sia, juga demi dunia yang sebentar lagi akan menderita.

Dialah satu-satunya harapan dunia ini, ia harus tetap hidup untuk menyelamatkan dunia. Namun, ternyata takdir berkata lain.

Brakk

"Agkh!"

Dalam hitungan detik tubuhnya terpental jauh dan jatuh menggenaskan, ia meringis saat tubuhnya menghantam apapun yang ada disana. Berguling-guling lalu memuntahkan darah.

Kali ini tubuhnya tak mampu bangkit kembali, bahkan pandangannya sudah buram. Kesadarannya diambang batas, ditambah lagi tak jauh didepannya sudah ada sebuah tebing dalam yang menantinya. Ia tak akan bisa pergi lagi, dibelakangnya sudah berdiri ratusan pasukan dan seorang Pria berpakaian serba hitam berdiri dengan tawa yang menyeramkan dengan bola api berwarna hitam melayang ditangannya, yang siap menghancur apa saja.

Dengan sekuat tenaga Pemuda itu bangkit sambil memegang dadanya. Tubuhnya sudah tak bisa berdiri tegak lagi, mungkin jika didorong dengan telunjuk sedikit saja ia akan tumbang.

"Mau lari kemana lagi hem?" tanya pria itu tersenyum remeh.

"Tangkap dia sekarang!" perintah pria itu pada pengawal dibelakangnya. Namun, pemuda itu mundur perlahan sambil tertawa miris. Ia mundur hingga berdiri dipenghujung tebing. Membuat semua gerakan terhenti.

Ini sudah berakhir, berakhir dengan menggenaskan. Bahkan, takdir tak mengijinkannya untuk berjuang lebih jauh, ia hanya bisa tersenyum teratapi nasibnya saat ini. Pandangannya pun sudah semangkin buram dan berbayang.

Mata biru indahnya perlahan-lahan tertutup, ia membiarkan tubuhnya jatuh dengan bebas. Saat terakhir kesadarannya ia merasakan ada cahaya terang menerpa matanya, hingga semuanya leyap, hanya kegelapan yang tersisa.

Akhirnya, ia menyerah...

avataravatar
Next chapter