1 Wanita Ceroboh

"Ahh, sakit. Lepaskan aku! Belum puaskah kau menyiksaku?!" Leticia menangis berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Daniel.

"Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hubungan kita! Jika kau tetap bersikeras untuk pergi, aku akan menghancurkan hidupmu, Leticia!" Daniel menghempaskan tangan Leticia.

"Bajingan! Kau sudah menikah, Daniel!"

"Kau harus terima!"

"Aku bukan seorang wanita yang akan mau menjadi simpanan!"

"Jika kau tak mencari tahu tentangku, kau tetap akan menjadi simpananku!"

"Sudah cukup kau membohongiku, Daniel!"

"Wanita bodoh! Kenapa kau menyelidikiku!"

"Ya, aku wanita bodoh! Setahun lamanya aku menjalin hubungan dengan seorang pria yang sudah menikah!"

"Jika saja kau tak menyelidikiku, kau tidak akan mengetahui itu!"

"Kau menghianati istrimu, dan kau membuatku menjadi wanita simpananmu. Kau pria bajingan, Daniel!"

"Leticia! ... aku hanya memiliki istri dan satu orang anak, harusnya kau bisa menerima hal itu! Setahun ini saja kau bisa menjalani peranmu dengan baik!"

"Itu karena kau menyembunyikan statusmu! Kau membohongiku selama ini, Daniel!"

"Cukup Leticia!" teriak Daniel sambil membanting pintu apartemennya. Dia pergi setelah puas menganiaya Leticia. Tak lama Daniel pergi, Leticia pun keluar dari dalam apartemen kediamannya.

Musim dingin menyelimuti sudut Kota. Angin bertiup cukup kencang siang ini. Leticia, seorang wanita berusia 24 tahun berjalan dengan kepala yang tertunduk lesu. Baju berlengan panjang dengan lapisan mantel yang tebal, tidak mampu menahan udara yang begitu dingin.

Dia memeluk erat tubuhnya, berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju salah satu ruang pemeriksaan. Wajahnya penuh dengan luka memar, di sikitar pelipis, bibir dan hidung terlihat sedikit bengkak. Daniel telah menganiaya-nya dengan begitu brutal. Dia kini telah memasuki salah satu ruangan dan mendapat penanganan dari seorang Dokter.

"Saya akan menuliskan resep obat pereda nyeri dan salep untuk membantu menghilangkan luka-luka ini," ucap Dokter ketika selesai membersihkan luka yang ada di bagian tengkuk Leticia. Lalu berjalan menuju meja kerjanya. "Jangan khawatir, jika Anda memakainya dengan rutin, luka ini hanya akan meninggalkan bekas kecil yang tak begitu terlihat, Nona" Dokter itu menjelaskan dengan sabar disertai seulas senyum di bibirnya.

Leticia duduk di kursi depan meja Dokter, mendengarkan dengan seksama, tangannya meremas secarik kertas resep obat yang diberikan Dokter. Kepalanya tertunduk lemah, butir air mata tertahan di kelopak mata nya.

"Apakah Anda datang seorang diri?" Dokter itu kembali bertanya, Leticia hanya menjawab dengan anggukan kepala. "Apakah perlu menghubungi Polisi?" Meski sedikit ragu, Dokter itu tetap menawarkan bantuan pada Leticia yang terlihat begitu kacau. Tidak ada jawaban yang terdengar, Leticia kembali menjawab dengan gelengan kepala yang lemah.

Berdiri dari duduknya, dia sedikit membungkukkan tubuhnya. "Terima kasih" Leticia, berkata dengan lirih dan keluar dari dalam ruangan itu. Kemudian menebus obat yang diresepkan Dokter, lalu kembali berjalan menuju toilet. Tas dan sebungkus obatnya diletakan di atas wastafel.

Leticia menatap pantulan dirinya di cermin, merapikan anak rambut yang acak-acakan dan mengambil syal dari dalam tas, memakainya sedikit lebih tinggi untuk menutupi beberapa luka di sekitar tengkuk dan dagunya. Leticia menarik nafas panjang, lalu mengembuskannya pelan.

Dia keluar dari toilet dengan wajah yang masih tertunduk, langkahnya sedikit gontai, tatapan matanya kosong. Seolah beban yang begitu berat baru saja menimpanya, hal itu membuatnya hiingga beberapa kali menabrak orang-orang yang berjalan di sekitar nya.

Setelah berdiri cukup lama di luar rumah sakit, akhirnya dia mendapatkan taksi dan langsung masuk kedalam mobil itu. Ketika dia membuka dan meraba tasnya untuk mengambil ponsel, "Ahh, aku melupakan sesuatu ... Paman, apakah bisa menunggu sebentar?" Meski sedikit ragu apakah sopir itu akan menunggunya, Leticia tetap kembali melanjutkan perkataannya, "Obatku tertinggal di toilet"

"Baiklah, Nona"

Leticia keluar dari dalam taksi dan terburu-buru mengambil obatnya yang tertinggal. Setelah mengambil obat itu, ia kembali berlari menuju taksi.

Bugh!!

Tepat di depan pintu, tubuhnya menabrak tubuh seorang pria yang hendak masuk. "Heii, apakah Anda tidak punya mata?" Leticia berteriakan pada orang yang baru saja ia tabrak itu. Jeritannya membuat orang-orang memandang ke arah suara. "Pntu ini begitu lebar, kenapa Anda menabrakku?" Tak puas dengan sekali saja berteriak, dia sekali lagi melontarkan ocehannya.

Leticia melihat pria itu sedikit merengut, iris mata coklat pria itu terlihat menatap ke arah matanya dengan tatapan tajam. Tanpa berkata apa-apa, pria itu hanya menggeserkan tubunya untuk memberi jalan. Leticia kemabali melangkah dengan tergesa-gesa menuju taksi yang masih menunggunya.

•••••

Dua orang pria sedang serius mengobrol di samping pintu masuk rumah sakit.

"Apa rencana untuk selanjutnya, Carl?"

"Aku akan mengirim dia kembali setelah beberapa cederanya terlihat membaik ..."

"Tolong siapkan juga uang kompensasi yang pantas untuk keluarganya, ambil dari uang pribadiku" Carlos mengambil sebuah kartu dari dalam dompet, lalu memberikannya pada Alex.

"Apa kau akan menetap lebih lama setelah mengantarnya kembali?" timpah Alex sambil mengulurkan tangan mengambil kartu yang baru saja diberikan Carlos.

"Ya, mungkin aku akan menetap untuk satu atau dua pekan saja" Carlos menjawab acuh sambil memijat tengkuk yang terasa kaku, "Aku akan kembali ke masuk menemani Marco, segera kembali setelah semua selesai disiapkan. Jangan melupakan satu hal pun, Lex." Carlos membalikan badan, lalu melangkah menuju pintu masuk rumah sakit.

Bughh!!

Tubuhnya ditabrak seseorang yang sedang berlari. Ia tersadar setelah terkejut beberapa detik, kemudian mendengar suara teriakan dari orang yang menabraknya.

"Heii, apakah Anda tidak punya mata?" Tak lama terdengar lagi, "Pintu ini begitu lebar, kenapa Anda menabrakku?"

Carlos sedikit merengut, matanya menatap iris mata biru wanita di depannya yang sedang berteriak. Dia melihat tajam kedalam tatapan mata itu, meski wajahnya penuh luka memar. Tetapi mata biru yang dimilikinya sungguh terlihat sangat menarik.

Tak ingin berdebat dengan wanita itu, Carlos hanya menggeserkan tubuhnya selangkah untuk memberi jalan pada wanita itu. Carlos membalikan badan ke luar pintu, menatap punggung wanita yang berjalan dengan tergesa-gesa, "Wanita ceroboh!" Tanpa ia sadari, di bibirnya terukir senyum yang begitu menawan.

"Apa kau baik-baik saja, Carl?" tanya Alex sambil mengikuti sudut pandang mata Carlos.

"Ya, seperti yang kau lihat" Tatapannya belum beralih dari wanita yang sedang berjalan tergesa-gesa dengan wajah babak belur itu.

Alex terkekeh geli melihat senyum di wajah Carlos, "Ahh ... sungguh menarik"

"Bukankah terlihat unik?" ucap Carlos dengan santai sambil mengusap-usap dagunya.

Alex tertawa mendengar ucapannya, "Sejak kapan kau tertarik pada wanita?"

Carlos menggelengkan kepala tak mengatakan apapun lagi, ia kembali masuk ke dalam rumah sakit meninggalkan Alex yang mematung didepan pintu.

"Heii! Kau bahkan mengabaikan ku, Carl!"

avataravatar