1 Presently

Salah satu Ballroom terbesar di Loew's Grand Hotel tengah di dekor dengan indah- nuansa elegan dan romantis begitu kental terasa dengan warna putih dan pink yang dominan, tak lupa sebuah tempat utama yaitu altar yang kini telah memasuki tahap penyelesaian... seorang wanita ber style minimalist chic dengan hanya menggunakan kemeja putih polos dan jeans serta rambut yang diikat kuncir kuda, terlihat menatap intens- memperhatikan dengan serius sesuatu yang menurutnya tidak tepat peletakannya.

"Ah. Maaf... bisa kau pindahkan itu, itu tidak seharusnya di sana." ucapnya tajam- salah satu bawahan yang mendengarnya pun dengan sigap memindahkan sesuai arahannya, "Ok. Itu sempurna." gumamnya merasa puas dengan hasil akhir yang terlihat.

Besok adalah pernikahan sahabat karibnya, dan ia ingin mempersiapkan dan mengurus segala sesuatunya dengan seluruh kemampuan yang ia punya... sebagai salah satu pemilik Wedding Organizer yang cukup ternama, Sandra- Sandra Ruthven selalu melakukannya semuanya secara detail dan bahkan ia tak jarang turun langsung untuk menanganinya.

"Selalu bekerja keras ya." ucap seseorang yang tanpa disadarinya telah berada tepat di sampingnya- sengaja mensejajarkan diri dengannya.

Sandra pun seketika melihat ke arahnya- membulatkan mata, seorang pria dengan setelan jas lengkap dan tak lupa kacamata hitam yang tersemat sempurna kini tengah memperhatikannya, "Kau-"

"Gion. Gionard Abraham Loews... apa kau terkejut, Sandra Ruthven?" lanjutnya kini dengan cengiran yang masih terlihat menyebalkan bagi Sandra- menyebalkan dalam pengertian yang lain tentunya. Menyebalkan karena pria di hadapannya kini masih begitu terlihat menawan dengan karisma yang selalu terpancar kuat dan tidak dapat dipungkiri jantung Sandra lagi-lagi berdetak cepat setiap kali berhadapan langsung dengannya, seperti masa-masa mereka kuliah dulu. Yah- dan itu tidak berubah.

"Ap- apa yang kau lakukan di sini?" tanya Sandra kemudian.

"Apa yang kulakukan?" terlihat pria bernama Gion itu memasang wajah seriusnya- berpikir, namun pada akhirnya ia kembali melihat Sandra dengan tampang polosnya... "Emm. Kau bertanya tentang apa yang dilakukan kepada pemilik jabatan tertinggi di hotel ini? Sungguhkah aku harus menjawabnya?"

Sandra mendengus, "Selalu sombong seperti biasa- maaf bila aku lupa seberapa kayanya dirimu, Gionard Abraham. Harusnya aku ingat itu." sungutnya kali ini membuat Gion terkekeh.

"Ya dan kau selalu mudah marah- seperti biasa, itu juga sesuatu yang tak berubah darimu, Sandra Ruthven." celetuk Gion.

"YA!"

"Kenapa? Aku benarkan? Kau marah sekarang." seloroh Gion.

"Apa?"

"Hati-hati kau akan dengan cepat berubah menjadi nenek tua."

"GION-"

"Sandy." panggil seseorang yang menyebut nama kecilnya membuat Sandra seketika berhenti- menahan kekesalannya yang hampir ia luapkan sepenuhnya pada pria yang kini masih saja menatapnya dengan cengiran, karena menggoda Sandra bagaikan hiburan tersendiri baginya.

"Sinting." batin Sandra akhirnya- menyesal dengan dirinya sendiri yang tak bisa juga menetralkan degupan jantungnya setiap kali mata mereka bertemu, "Ah. Zen... kenapa kau begitu terlambat hah?" sambut Sandra akhirnya, saat sahabatnya Zennyta Arra telah sampai di hadapannya bersama calon suaminya- Theo Hardyan.

"Maaf. Tante El menyuruhku untuk mampir sebentar ke rumahnya."... "Ah. Gion? Kau sudah datang?" tanyanya kemudian saat melihat sosok Gion di samping Sandra.

"Baru saja." jawab Gion cepat meresponnya... "Hai, Bro!"

"Kau datang juga, Man. Bagaimana menurutmu? Ini sempurna bukan?" tanya Theo kemudian membuka suara- meminta pendapat tentang dekorasi yang ada.

"Ini hebat. Pernikahanmu akan sempurna... WO yang kalian pilih benar-benar tidak mengecewakan." jawab Gion.

Jujur, itu membuat Sandra sedikit tersanjung.

"Jadi- kalian mengenalnya?" tanya Sandra akhirnya, karena selama ini ia merasa tak pernah melihat Gion ada di sekitar orang-orang terdekatnya.

"Tentu, Dia adalah sepupu Theo. Kenapa? Apa kalian juga telah saling kenal?" tanya Zenny kemudian.

Sandra menggeleng cepat- kekesalannya yang masih tersisa pada Gion sebelumnya membuat ia enggan untuk mengakuinya, "Kami tidak saling kenal sebelumnya. Tidak pernah." Sandra menjawab tanpa ragu sementara Gion hanya mencibir saat Sandra sekilas melihat ke arahnya.

"Kalau begitu biar aku kenalkan kalian." ucap Zen kemudian, "Gion. Ini Sandra, tapi aku biasa memanggilnya Sandy... dia sahabat terbaikku dan juga WO untuk pernikahan kami, dan Sandy... dia yang kuceritakan padamu kemarin. Kau ingat?"

Lagi-lagi Sandra menggeleng cepat, "Tidak."

"Astaga. Kenapa ingatanmu begitu buruk hah? Dia lah pria yang berbaik hati meminjamkan ballroom ini kepada kami secara gratis... yang kau bilang padaku bahwa laki-laki kaya dan juga baik seperti dia lah yang selama ini kau cari,"

"Zen!" pekik Sandra pelan tak menyangka dengan mulut comel sahabatnya kali ini.

"Bukan laki-laki kaya tapi manja dan juga sombong seperti cinta pertamamu yang selalu kau ceritakan itu, siapa kau menyebutnya?"

"Ah. Tidak, tidak itu-" Sandra berusaha menahan Zenny untuk tak melanjutkannya, tapi...

"GN?" lanjut Zenny dengan santainya, tak menyadari bagaimana perubahan yang jelas terlihat di wajah Sandra- itu memucat, seperti tak mendapat aliran darah.

"MATI KAU SANDRA, MATI!!! Siapapun buat aku menghilang sekarang, kumohon." pikir Sandra yang kini menghindari tatapan Gion padanya- GN itu adalah panggilan lain Gion saat di Universitas, diambil dari singkatan namanya.

Sementara Gion yang mendengarnya sempat melihat ke arah Sandra dan Zenny bergantian- dia tak kalah terkejut tepatnya.

"GN?" ulang Gion.

Gleg

Sandra menelan ludah- semakin menundukkan kepalanya sekarang, berharap Zen tak lagi bicara, salahnya karena tak memberitahu jelas siapa GN itu sebenarnya... lagipula tak pernah terpikirkan olehnya sesuatu seperti ini akan terjadi, bahkan dimimpi sekalipun- tidak pernah.

"Yup. GN- cinta pertamanya." Zen masih menjawab santai, tak juga menyadari bagaimana perubahan wajah Sandra yang jelas terlihat.

"Hentikan, Zen. Kau tidak seharusnya memberitahu dia." ucap Sandra akhirnya.

"Eh? Kenapa? Kupikir itu bukan masalah."

"Iya, kau benar Zen... itu bukan masalah- mengetahui rahasia kecil, aku pasti akan turut menyimpannya." tambah Gion kali ini dengan senyuman penuh arti.

"Kau lihat Sandy? Gion adalah pria yang baik."

"Baik? Dia pasti akan menggodaku nanti, bukankah secara tak langsung ini seperti pengakuan? Pengakuan bagaimana aku pernah sangat menyukainya? Ah. Tidak- bukan pernah, karena bahkan sampai sekarang pun aku masih menyukainya." batin Sandra- mendesah.

"Lalu kapan kau akan menyusul, Man? Kau tidak mungkin menunggu hingga matahari terbit dari baratkan?" tanya Theo membuat Sandra sedikit bernapas lega- keluar dari topik yang membuatnya bingung harus bertindak seperti apa, sementara Gion yang sempat memperhatikan lekat dirinya kini hanya menggaruk pelan tengkuknya yang tak gatal.

"Ah. Itu- kupikir, em... sebentar lagi." jawab Gion.

Deg

Sandra seketika membeku saat mendengarnya, seharusnya itu bukanlah masalah baginya, tapi entah kenapa itu tetap berhasil membuatnya merasa sesak.

"Sebentar lagi?" Theo melihat tak percaya, karena ini sungguh sangat mengejutkan- yang ia tahu sepupunya itu tidak pernah sekali pun memperkenalkan wanitanya secara resmi, entah itu pada acara keluarga atau pun padanya... karena ia selalu mengatakan kalau ia hanya bermain-main.

"Benarkan? Wah... aku tidak tahu kau telah memiliki calon sebelumnya, Gi. Jadi- siapa dia?" tanya Zenny bersemangat, lagi-lagi tak menyadari wajah Sandra yang berubah muram sekarang.

"Mmm. Haruskah aku memberi tahu kalian? Karena aku belum membicarakan ini sebelumnya padanya."

"Aku yakin ia pasti akan langsung menerimamu tanpa lagi berpikir." cuap Zen cepat memberi dukungan.

"Ah. Benarkah? Tapi mungkin kau benar. Setelah aku mendengar apa rahasia kecil yang kau ungkapkan tadi, aku pikir ia harusnya menerima."

"Eh?" Zenny tak mengerti kali ini.

"Jadi- apa itu akan benar-benar sebentar lagi?" Theo kembali bertanya, karena itu akan menjadi berita besar setelah pernikahan tentunya.

Gion pun mengangguk pasti, "Sebentar lagi. Sebentar lagi jika wanita di sampingku ini menerima lamaranku nanti."

"Apa?" Tatapan Theo dan Zen seketika beralih pada Sandra.

"Dia?" Theo menangkap cepat maksud Gion.

"Sandy?" sambung Zen memastikan.

"Eh?" Sandra tersentak.

"Jadi, bagaimana San? Apa sebentar lagi kita bisa menyusul mereka?" tanya Gion kali ini benar-benar menatap lekat Sandra di sampingnya.

Sandra mengerjap- seakan apa yang ia dengar merupakan bahasa asing yang tak pernah ia pelajari sebelumnya, "Kita? Me- menyusul? Apa?"

"Mereka." jawab Gion singkat.

"Mereka?" Sandra akhirnya menatap Zenny dan Theo yang juga masih menatapnya.

"Iya."

"Iya?" Sandra benar-benar bingung sekarang, tak siap akan hal yang baru ia dengar.

"Ok. Dia katakan iya... maka kami akan segera menyusul kalian."

"Gi- Gion?" ucap Sandra masih tak mengerti arah pembicaraan mereka sebenarnya.

"Iya, Babe."

"YA!" pekik Sandra murka.

APA ITU???

Pengakuankah?

Lamarankah?

Seriuskah?

Atau itu lelucon Gion yang sengaja ia buat untuk Sandra?

Namun satu hal yang pasti, saat Gionard Abraham Loews berkata itu akan terjadi sebentar lagi... maka itu benar-benar sebentar lagi.

===

avataravatar