19 Chapter 18 : Labirin

"Bagaimana caranya kita melewati ini?"

Kazo kembali mengulangi kata-kata sambil menoleh pada Arga yang berdiri di sampingnya. Matanya kembali menyapu labirin batu yang ditumbuhi tanaman merambat dengan ketinggian mungkin lebih dari sepuluh meter. Bau amis dan juga lumut basah tercium menguar, belum lagi lantai yang sedikit basah oleh air yang datang entah darimana. Suasana terasa mencekam dan sunyi, membuat suara sekecil apapun yang ditimbulkan terdengar sangat nyata dan bergema.

"Kita mungkin tidak akan bertemu Red Valhi, tapi kita akan mati tersesat di dalam labirin ini," seru Kazo sambil berbisik yang membuat gema suaranya terdengar menyeramkan.

"Hentikan itu, bicara yang normal saja," sahut Arga. "Tentu saja ada caranya, tidak mungkin kita melewati Verittam ini tanpa persiapan."

"Jadi kau punya sesuatu?"

Arga lalu merogoh saku celananya, kemudian mengeluarkan benda bulat dengan rantai panjang berwarna logam perak.

"Jam saku?"

"Kakek Kyu memberikan ini padaku untuk berjaga-jaga jika rencana awal tidak berjalan lancar. Dia tahu kalau perjalanan ini tidak akan semudah yang dibayangkan."

"Oke. Lalu apa hubungan jam saku ini dengan tempat ini?"

Arga lalu menggantungkan benda logam itu tepat di depan wajah Kazo.

"Apa maksudnya ini, kau mau menghipnotisku?"

"Diam dan lihat ini!" tukas Arga.

Arga lalu memutar penutup yang ada di ujung logam bulat itu sebanyak tiga kali. Kazo menatap perbuatan kakaknya itu dengan seksama, mata ruby merahnya langsung terbuka lebar saat sebuah sinar terang muncul ketika logam bulat itu terbuka.

Kazo semakin terperangah saat logam yang dianggapnya sebagai jam saku itu terbuka dan membentuk sekuntum bunga dengan sinar kuning yang menyilaukan.

"Kereeeenn.. Apa ini? bagaimana kau melakukannya?" tanyanya antusias.

"Ini Yellow Amary. Benda yang wajib dimiliki oleh para Penjelajah. Sinar dari benda ini bisa menuntun kita menuju gerbang masuk menuju Porta Loka yang ada di ujung Verittam ini," jelas Arga sambil tangannya menekan tombol yang berada dibalik kelopak bunga itu.

Seperti sebuah jiwa yang keluar dari tubuhnya, sinar itu tiba-tiba melayang dan melepaskan diri dari logam bunga tersebut. Menyisakan logam perak gelap berbentuk bunga Amarilis. Sedangkan sinar bunga itu langsung melayang perlahan menuju lorong labirin.

"Mengesankan," seru Kazo kagum.

"Memang mengesankan, ayo cepat, jangan sampai kita kehilangan bunga itu!" kata Arga sambil kembali mengantongi logam Yellow Amary itu ke dalam jaketnya. Arga lalu meraih tas ransel yang terjatuh di depan pintu tadi dan langsung kembali menyusul Kazo yang sudah mulai mengikuti sinar bunga tadi.

Kakak beradik itu berjalan mengikuti Yellow Amary yang bergerak sedikit cepat menyusuri lorong labirin. Keduanya menatap berkeliling dengan sikap waspada. Kazo mengamati dinding batu di sampingnya yang dipenuhi tanaman merambat hingga menutup keatas. Hawa disitu cukup dingin, mungkin karena kelemababan dan juga air yang menggenang di beberapa lorong itu penyebabnya.

"Menurutmu berapa lama kita akan sampai di gerbang?" tanya Kazo.

"Aku juga tidak tahu. Tapi yang jelas Yellow Amary hanya bisa menuntun kita selama dua jam. Semoga saja kita tidak bertemu apapun di labirin ini," jelas Arga

"Bukankah tadi kau hanya memperingatkan tentang Red Valhi?"

"Benar, Red Valhi memang ancaman yang harus kita hindari. Dan Kakek Kyu memilih jalan ini karena dia jarang sekali berada di tempat ini. Tapi... Alasan dia jarang berada di Verittam ini, karena di labirin ini hidup berbagai makhluk purba yang jumlahnya mencapai ratusan."

"Apa? Jadi ada banyak makhluk lain di labirin ini?" seru Kazo tertahan.

"Itulah kenapa kita harus tetap waspada. Ada dari mereka yang bersahabat, tapi ada juga yang tidak."

Kazo dan Arga lalu membelok di tikungan selanjutnya. Semakin jauh mereka masuk, hawa dingin terasa semakin menusuk. Tapi entah kenapa Kazo sekarang sudah semakin terbiasa dengan rasa dingin itu.

"Arga, bisakah kau ceritakan tentang tiga Bangsawan yang berkhianat?"

"Kenapa kau tiba-tiba bertanya tentang itu?" sahut Arga sambil menoleh pada Kazo yang berlari di sampingnya.

"Aku hanya ingin tahu saja. Aku selalu berpikir bahwa keluargaku itu memang pahlawan. Tapi setelah aku mendengar cerita Glara, sepertinya aku agak sedikit ragu."

"Glara? Maksudmu gadis Dagger itu?"

Kazo mengangguk. "Dia keturunan Bangsawan Nolan."

"Apa?" Seru Arga tertahan. "Tapi mereka sudah.."

"Jadi pembantaian itu benar?"

"Yang kutahu tentang pengasingan itu benar. Bahkan sudah dilakukan sejak dulu setelah peristiwa pengkhianatan itu terjadi. Tapi meskipun mereka terasing, mereka juga diberi waktu untuk melihat Porta Loka. Jadi selama lima tahun sekali mereka yang diasingkan bisa melihat dunia luar dan bahkan memberi izin untuk anak - anak mengikuti ujian di gerbang."

"Aku juga baru lahir saat peristiwa pembantaian itu terjadi. Ayahpun juga tidak tahu kejadian yang sebenarnya kenapa Raja memerintah untuk membantai semua Bangsawan Nolan. Dan hal itu juga yang membuat rakyat ikut mengisi petisi tentang penggulingan Raja."

"Jadi maksudmu pembantaian itu hanya terjadi pada Bangsawan Nolan?"

"Benar. Tapi para Bangsa Rania tidak percaya Raja adalah dalang dibalik pembantaian itu. Mereka percaya bahwa Rodra yang melakukannya, dia mengkambinghitamkan Bangsawan Nolan. Agar penggulingan itu sukses sesuai dengan rencananya."

"Sial! Aku benar-benar ingin membunuh orang bernama Rodra itu," seru Kazo dengan berang."Tapi Arga, bukankah dia berasal dari Bangsawan Nover? Tapi kenapa dia bisa menjabat menjadi penasehat Raja? Bukankah tiga Bangsawan itu diasingkan?"

"Kau tau dia itu licikkan? Selama lima tahun sekali para Bangsawan yang diasingkan itu bisa melihat Porta Loka, dan dari situlah dia melakukan berbagai cara untuk mendapat simpati Raja dan kepercayaannya. Sampai akhirnya dia diangkat menjadi penasehat Raja, karena dia bisa menaklukkan ujian sebelas gerbang itu hanya dalam waktu satu tahun. Dia juga masuk dalam daftar Golden Victor."

"Golden Victor? Apa itu?"

"Mereka adalah orang yang berhasil menaklukkan sebelas gerbang di Porta Loka. Dan sejauh ini hanya ada enam orang yang bisa melakukannya. Itu termasuk Ayahmu Raja Aiken dan kakek buyutmu Major Hiroki Jakarri. Dan kakek buyutmu adalah satu-satunya orang yang bisa menaklukkan dua belas gerbang itu."

"Wah, ternyata dia memang sehebat itu ya," tukas Kazo." Baiklah. Aku berjanji tidak akan kalah darinya, dan aku akan menaklukkan dua belas gerbang itu agar aku bisa melawan dia suatu saat nanti."

Mendengar itu Arga terlihat tersenyum. "Itu janji yang penting Kazo, jadi jangan sampai mengingkarinya."

"Tidak akan!"

TUK TUK TUK

Dua anak itu langsung berhenti dan menoleh waspada saat tiba-tiba sebuah suara langkah kaki terdengar begitu nyaring dari arah depan. Mereka berdua saling berpandangan sambil mendengarkan, suara itu terdengar semakin mendekat.

"Apa itu?"

avataravatar
Next chapter