5 Dua Kejutan Besar

Sesampainya,

di Istana Fredric

Kenapa seperti ada pesta pernikahan?

"Kenapa...kenapa ada seperti itu?"

Aku panik dalam hati.

♥️♥️♥️♥️

"Hei, William, kenapa ada pesta?, seperti pernikahan..."

"Aku pun tidak tahu."

°Gawat, pasti si Dyanna yang berbuat seperti ini, dia kan ingin ngebet nikah dengan ku, bagaimana kalau Candrice tau?°

"Can, Candrice, sepertinya kita makan di villa milik orang tuaku saja, tak usah di istanaku."

"Emmm, tapi kau sudah memberitahu orang tuamu kalau aku ingin berkunjung."

"Mmmm, iya juga, tapi tidak apa, ibuku pasti maklum, karena ini mer...."

"Sudah, tak apa apa, di istanamu saja, repot."

"Tap, tapi."

"Sudah, aku juga penasaran dengan pesta pernikahan disana."

°Bagaimana ini?!°

Sesampainya di istana Fredric,

Aku melihat ada seorang wanita, cantik sekali dan..... badannya bagus, pokonya ia sempurna, sepertinya ia seorang putri.

Ia memakai pakaian pengantin dan membawa satu setel jas pengantin pria.

Sepertinya dia yang menyelenggarakan pesta ini, dia yang ingin menikah.

"Halo, Williamku sayang, kau siap menikahi aku, kita sudah 2 tahun menjadi kekasih, dan tidak ada yang mencintaimu lebih dari diriku, dan aku yakin kau pasti juga ingin menikahiku, ya kan?"

Wanita itu berbicara sambil menggoda William, mengelus dadanya dan menarik seragam pangeran yang dikenakan William

"Mmmh, Dyanna, maaf jangan seperti ini, aku tak nyaman, disini banyak orang, Hei, Candrice, aku bisa jelaskan, jangan salah paham."

"Hei, Willy, Kau tidak mengakuiku?, aku sudah sepantasnya menikah denganmu dan hanya akulah yang bisa menjadi calon istrimu, lagipula..., untuk apa kau malu?, kau ingat kan kejadian malam itu, kau mabuk dan hampir saja kita melakukannya, Ahahaha, aku suka dirimu saat itu, agresif."

"Apa yang kau katakan, Dyanna, aku tak pernah begitu, jangan memfitnah ku!"

"Kau? Haha memang kau tau kalau kau mabuk?, mana ada orang mabuk yang sadar, payah. Dan kau, perempuan yang tak bisa mencari kekasih sendiri, bisa kau pergi?, jangan ganggu momen penting kami berdua, mengerti?"

Wanita itu berbicara padaku?, sepertinya iya.

"William? Kau bilang kau tak punya kekasih, tapi?"

"Candrice, tunggu jangan pergi, lepaskan Dyanna, perempuan murahan."

Aku harus mengejar Candrice, aku sudah jatuh cinta padanya,aku tak tahu kenapa bisa.

"Candrice, tunggu aku."

William mengejarku, mati Matian, kenapa dia mengejarku?

Dia sudah punya kekasih mengapa mengejarku? Mereka juga sudah mau menikah.

Dan Hup...

"William lepas, lepas, kau sudah ingin menikah, jangan ganggu aku lagi, jangan kejar aku, Dyanna benar, aku memang gila, aku tak bisa memahami gerak gerikmu."

"Candrice..."

Akhirnya ia melepaskanku,

"Candrice, tolong dengarkan aku, aku tak mencintainya lagi, dan sekarang aku hanya mencintaimu."

"Kau tau? aku tak bisa berkencan dengan seorang pria yang sudah ingin menikah, jangankan dengan pria seperti itu, dengan pria yang sudah berpacar saja aku tak bisa."

"Candrice, tolong, kau mau membatalkan makan siang kita?"

"Aku akan melanjutkannya bila tidak terjadi hal ini, sudah William, kau bahkan hampir melakukan hal yang memalukan pada Dyanna, dan.... pastinya kau sudah menyentuhnya kan?"

"Ti...tidak kau tak mengerti, dia..."

"Sudah, tak ada orang mabuk yang sadar, cukup, aku ingin kau berhenti mengejarku, paham, atau kau tak akan bisa bertemu denganku lagi."

"Baiklah, aku turuti kemauanmu."

William pun pergi, meninggalkanku sendirian, dan aku?

Aku berjalan pulang kerumah, sendirian....

Sesampainya di istana Wallen,

"Ayah aku pulang."

"Loh, nak kenapa kamu?"

"Yah, hentikan perjodohan kami, William sudah mau menikah dengan Dyanna."

"Apa!?, Dia sudah mau menikah?"

"Iya yah, tapi aku juga belum tahu pasti, soalnya tadi dia kelihatan benci sekali dengan Dyanna."

"Ah sudahlah nak, tak perlu pikirkan dia lagi, masih ada banyak pangeran tampan di negeri ini, dan ayah punya satu referensi lagi, ini teman dekatmu, teman masa kecilmu, tentunya kau tak lupa bukan."

Aku, tidak lupa, Hah, mana mungkin? Aku saja baru menjadi putri disini, Mungkin saja aku ini sedang menggantikan posisi putri Candrice, tapi bagaimana aku menjawab ayah?

"Ah, iya yah, tapi aku gak ingat namanya, maklum sudah puluhan tahun."

"Tak masalah nak, Dia, Raymond Louvain, pangeran muda Istana Louvainla'Victor, Ibumu dan ibunya sahabat dekat, dan mereka ingin anaknya menjadi sahabat juga, tak disangka kalian berbeda jenis kelamin, jadi ya..., mungkin saja kan teman menjadi....."

"Ayah, jangan meledekku, hmmm!!!"

"Hahaha, anak ayah sangat menggemaskan bila mukanya seperti itu, tapi jangan cemberut terus nanti buruk."

" Baiklah yah, oh ya, pangeran Raymond, bukannya, tadi kita ingin mengunjunginya?"

"Ya, ya kau benar nak."

"Ya sudah, kalau begitu kapan kita ingin mengunjunginya lagi?"

"Ayah masih memikirkannya, soalnya besok pagi ayah ingin berkuda ke Padang rumput Tyrranix di pulau seberang, Pulau Marggieete."

"Ayah..., ayah ingin pergi begitu jauh, kapan ayah pulang?"

"Hanya dua hari nak, tenang saja, ayah tau kau sudah tak sabar menemui sahabatmu itu."

"Baik yah, aku akan sabar menunggu ayah pulang untuk menemani ku menemui Raymond."

"Haha, anak ayah memang pengertian."

Percakapan kami diakhiri pelukan, yah, ayahku selalu ada buatku saat aku sedih, begitupun ibuku, aku menyayangi kedua orang tuaku, meski....

Ini bukan duniaku, dan bukan kehidupan yang seharusnya aku jalani.

Esoknya,

"Dah ayah, hati hati dalam berlayarnya ya."

"Iya nak, tenanglah, kamu dirumah bersama ibumu ya."

"Baik yah."

Setelah ayahku meninggalkan istana, aku dan ibuku kembali beristirahat.

"Nak, kamu mau menemani ibu mengunjungi nenek?"

"Tentu Bu, kapan?"

"Hari ini, ibu tidak ada kerjaan dirumah, istana ini..., biar Pamanmu saja yang mengurus."

"Tapi....,ya sudah deh, aku ikut."

"Baik kalau begitu cepat siap siap."

"Baik Bu."

Kami berdua naik mobil pribadi kami ke kerajaan nenek Wallenshire, kami sudah sangat lama tak mengunjungi nenek.

"Wah, ada yang menjual gaun, bagus sekali, maaf, boleh turunkan saya disini?"

"Baik, yang mulia ratu."

"Ibu mau beli apa?"

"Ah, ada gaun yang cantik, ibu ingin membelinya untuk nenek."

"Aku ikut ya Bu."

"Haha, boleh nak, ayo turun."

Aku pun ikut ibu kedalam toko gaun itu,

Dan saat aku berjalan....

Duk....

Aku tak sengaja tabrakan dengan seorang pria, ini salahku karena tak berjalan dengan baik.

"Aduh, sakit."

"Ma....maaf putri cantik, saya tidak sengaja."

Sambil menolongku berdiri, pria itu memandangku, kami tak sengaja bertatapan, dari pakaiannya, sepertinya ia pangeran.

"Kau?"

"Hah?, kenapa?"

"Ti..tidak, kamu sepertinya pangeran."

"Hah, iya saya seorang pangeran, keluarga saya pemilik tanah, toko ini."

"Oh, begitu..."

"Kenalkan, saya Raymond Louvain, Putra mahkota kerajaan Louvainla'Victor."

°Tunggu, Raymond Louvain?°

~Bersambung~

avataravatar
Next chapter