19 Pilihan Sulit

"Ini sulit Aisyah, ayah sendiri ragu untuk menjawabnya. Karna pernikahan bukanlah hal yang bisa di permainkan, lagipula ayah takut kamu tidak bisa menahan hatimu untuk tidak terluka. Berpoligami tidaklah baik, apalagi jika rasa cemburu mulai menghampiri. Aisyah, ayah tidak bisa menjawab dengan pasti masalahmu ini. Tapi ada satu cara yang bisa kamu lakukan untuk mendapat jawaban jelasnya, solat istikharah dulu nak." Jawab Umar dengan tegas.

Aisyah mengangguk paham, ia juga mengerti apa yang ayahnya itu katakan. Karna ia juga merasakan hal yang sama, kebingungan untuk menentukan jalan terbaiknya.

"Iya yah, Aisyah akan istikharah dulu untuk mencari jawaban dari pertanyaan ini." Balas Aisyah setuju dengan usul sang ayah.

Umar tersenyum, lalu ia membelai kepala Aisyah dengan bangga.

"Insya Allah jawabannya akan jelas, ayah yakin dengan ketaatan kamu." Umar meyakinkan Aisyah.

"Iya yah, ya sudah Aisyah ke kamar dulu." Jawab Aisyah sambil pamit.

Umar mengangguk, lalu Aisyah melangkah masuk ke kamarnya sambil sedikit membungkuk tanda menghormati sang ayah.

Aisyah menutup pintu kamarnya, ia duduk di tepi ranjang sambil kembali memikirkan permintaan Latifah. Wajah Latifah yang berurai air mata membuat Aisyah merasa bingung, ia jadi ragu untuk menolak permintaan itu.

"Sepertinya memang benar yang ayah katakan, aku harus mencari jawabannya di sepertiga malam. Bismillah, mulai besok aku tidak akan datang lagi ke rumah mba Latifah sampai aku mendapat jawaban yang jelas tentang masalah ini." Putus Aisyah dengan yakin.

Aisyah bangkit dari duduknya, lalu ia melangkah ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Setelah selesai ia berwudhu terlebih dahulu, baru keluar dari kamar mandi. Tepat saat itu adzan maghrib berkumandang, Aisyah langsung memakai mukenanya dan keluar dari kamar.

Umar sudah menggelar sajadahnya di ruang tengah, Aisyah pun ikut bergabung bersama sang ayah untuk solat maghrib berjamaah. Setelah selesai solat seperti biasa mereka berdzikir terlebih dahulu, baru setelah itu mereka membaca ayat-ayat suci untuk menenangkan hati mereka dari masalah yang mereka hadapi saat ini.

Aisyah meneteskan air matanya saat ayat suci yang ia bacakan begitu merasuk ke dalam hatinya yang bingung, seketika ia merasa tenang dan berpikir dengan hatinya yang sudah tenang itu. Ayat-ayat suci itu bagai obat yang membuat kebingungan Aisyah pudar seketika, kini wajah Aisyah kembali ceria seperti tidak ada lagi masalah dalam hidupnya.

Bahkan tanpa terasa, mereka mengaji sampai adzan isya berkumandang. Mereka pun menutup bacaannya, dan juga meletakkan kembali kitab suci itu di dalam etalase khusus. Lalu mereka solat isya berjamaah, dengan tenang dan nyaman.

Selesai solat isya, Aisyah langsung masuk ke kamarnya. Ia memilih untuk istirahat lebih awal, karna ia juga harus bangun lebih awal. Sekitar pukul 2 malam, Aisyah terbangun dari tidurnya. Ia melangkah untuk mengambil wudhu, lalu melaksanakan solat sunah istikharah sesuai yang ayahnya usulkan.

Dua rakaat sudah ia kerjakan, lalu Aisyah pun berdoa agar di beri petunjuk dalam permasalahan yang ia hadapi saat ini.

"Ya Allah ya tuhanku, engkau maha mengetahui segalanya yang terjadi di dunia ini. Aku kembali berpasrah padamu, dari masalah yang aku hadapi saat ini. Berikan aku petunjuk terbaikmu, apa yang harus aku pilih, pilihan yang mana yang terbaik untuk semua orang? Ya allah yang maha mendengar, dengarkanlah kegelisahan hatiku. Berikanlah jawaban dari setiap pertanyaan yang ada dalam diri ini, jika memang takdirku bersama dengannya maka tunjukanlah jalan terbaik untukku ya Allah. Amiin, ya Rabbal A'lamin." Gumam Aisyah berdoa.

Aisyah mengusapkan kedua tangannya pada wajah, lalu ia merapikan kembali alat solatnya dan kembali berbaring di atas kasurnya. Tanpa terasa Aisyah tertidur dengan begitu pulasnya, dan masuk ke alam mimpi yang begitu asing.

Di sana ada Latifah dan Rafka yang sedang asik bermesraan, mereka terlihat sangat bahagia sekali dengan tawa di bibir mereka. Tapi sesaat kemudian, mereka sama-sama menatap Aisyah dengan senyum. Lalu tiba-tiba Rafka menatap Aisyah penuh cinta, ia pun mengulurkan tangannya di hadapan Aisyah dan memanggil Aisyah dengan panggilan yang tidak biasa.

"Sayang, ayo cepat kesini!" Panggil Rafka sambil menatapnya dengan lembut.

Seketika Aisyah langsung terbangun dari tidurnya, dan saat itu bertepatan dengan adzan subuh yang sedang berkumandang. Aisyah menghela nafas panjang, mengatur detak jantungnya yang berdebar begitu cepat.

"Mimpi itu, apa maksudnya?" Gumam Aisyah tidak mengerti.

Aisyah menghentikan lamunannya dan langsung melangkah menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Seperti biasa ia berwudhu dulu, baru keluar dari kamar mandi. Lalu ia melaksanakan solat subuh, dan tidak lupa berdoa.

Selesai dengan semua itu, Aisyah mengganti pakaiannya dengan yang bersih dan rapi. Aisyah lebih dulu mengirim pesan pada Latifah, jika ia tidak akan masuk untuk beberapa hari ke depan. Lalu setelah itu ia keluar dari kamar, dan memasak sarapan untuk dirinya juga sang ayah.

1 jam Aisyah berkutat dengan api dan peralatan masak, akhirnya menu sarapan untuk pagi ini pun siap. Aisyah memasak bubur ayam, lalu ia juga membuat teh hangat untuk menemani bubur ayam itu.

Setelah menatanya di meja makan, Aisyah pun memanggil sang ayah untuk ikut sarapan bersama. Dan tidak lama setelah mengetuknya, pintu itu terbuka menampilkan sang ayah yang terlihat segar.

"Assalamualaikum yah, ayo sarapan dulu?" Salam Aisyah pada Umar, sambil mengajaknya sarapan bersama.

"Waalaikum sallam" jawab Umar dengan senyumnya, lalu mereka sama-sama melangkah ke meja makan untuk sarapan.

Aisyah dan Umar duduk di kursi, lalu mereka berdoa terlebih dahulu baru menyantap sarapan bubur ayam buatan Aisyah itu.

"Subhanallah, masakanmu benar-benar nikmat Aisyah." Puji Umar pada Aisyah.

Aisyah tersenyum mendengar pujian dari Umar, ia pun menjawabnya dengan memuji pada yang kuasa.

"Alhamdulillah kalau ayah suka, di habiskan yah buburnya." balas Aisyah dengan senyum cantiknya.

"Iya, pasti ayah habiskan kok." Jawab Umar.

Mereka pun melanjutkan sarapannya, sampai mangkuk itu kosong dan bersih.

"Alhamdulillah, nikmat tuhan mana lagi yang kamu dustakan? Sarapan ini benar-benar nikmat." Puji Umar sambil menepuk perutnya yang terasa penuh.

Aisyah tersenyum mendengar pujian sang ayah, ia langsung merapikan kembali alat makan yang kotor itu dan membawanya ke belakang untuk di cuci.

Selesai mencuci piring, Aisyah langsung melakukan pekerjaan lainnya. Ia mencuci baju, menyapu lantai dan teras depan, membersihkan lantai dengan kain pel, lalu ia menyiram beberapa tanaman hias di depan rumahnya. Selesai dengan semua itu, Aisyah kembali masuk ke dalam rumah dan menyetrika pakaian yang menumpuk.

Tanpa terasa waktu cepat berlalu, kini hampir memasuki jam makan siang. Aisyah langsung merapikan alat setrikanya, dan menaruh baju-baju yang sudah rapi ke dalam lemari pakaian. Lalu ia melangkah ke dapur, dan memasak untuk makan siang.

avataravatar
Next chapter