webnovel

Hati ke Hati 2

"....Waktu itu dia sempet nginep disini dan dia buat pengakuan, dia suka sama aku dan....dan....dia cium aku." Perkataan Dariel membuat Ara berhenti mengunyah. Dia yang semula menjadi pendengar yang baik kini mengarahkan wajah terkejutnya pada Dariel. Jika Nino pernah mencium Dariel, apa itu artinya mereka pernah berciuman? seperti yang Ara dan Dariel lakukan?. Itulah yang ada dikepala Ara sekarang.

"Ka..kamu..." Ara terbata.

"Aku kaget, aku bahkan jadi patung disaat dia gerakin bibirnya. Aku bener-bener ga nyangka Nino gitu."

"Ka..kamu ga bales kan Riel?." Wajah Ara sudah pucat. Dariel tertawa kecil. Dia tahu apa yang ada dipikiran Ara.

"Aku dorong dia, aku marahin, aku usir. Aku ga suka dengan tingkah dia sama aku meskipun malemnya aku ga bisa tidur karena....gimana pun itu pertama kalinya ada yang nyentuh bibir aku.." Dariel mengingat lagi bahwa dia sempat galau dengan kelakukan Nino. Ara masih mematung.

"Ra...kamu ga papa?." Dariel menggerakkan tangannya di depan Ara seakan ingin menyadarkannya.

"Ini kamu ga ngarang ceritakan?, kamu ga lagi ngeprank aku kan?."

"Engga, aku seurius. Ini kisah nyata.."

"Kamu ciuman sama cowok?."

"Bukan ciuman tapi dicium. Kalo ciuman itu saling bales, kalo ini engga. Kamu....ilfil sekarang sama aku?, berubah pikiran?."

"Bu..bukan gitu Riel..."

"Aku ga papa Ra, aku juga pingin cerita banyak sama kamu tentang hal yang ga pernah aku ceritain.. Aku salah, harusnya aku ceritain ini pas sebelum tunangan."

"Engga kok Riel, jangan bilang gitu. Aku cuman...cuman kaget. Kalo kamu udah jelasin itu cuman biasa aja aku percaya lagian kamu bilang kamu marah sama dia."

"Iya aku marah sampe dia pergi pun aku marah. Dia nitip surat buat aku yang dia kasih ke satpamnya. Isinya..."

"Ih..Riel...aku geli dengernya." Ara langsung bergidik.

"Aku pingin ceritain semuanya supaya ga ada yang sembunyiin lagi dari kamu.."

"Ya tapi jangan jelas-jelas gitu loh, aku ga bisa dengernya.."

"Aku ambilin suratnya, kamu baca sendiri."

"Kamu masih simpen?."

"Ya..bukan..bukan maksud aku nyimpen Ra tapi..."

"Ya udah ambil..." Ara memotong pembicaraan Dariel. Dengan gerakan gesit Dariel naik ke kamarnya dan mencari surat itu. Setelah menemukannya dia kembali menemui Ara lalu menyerahkan surat itu. Ara kini membacanya dengan suara dalam hati sementara Dariel hanya memperhatikannya. Satu tangan Ara sempat menutup mulutnya saat matanya menemukan kata sayang disana.

"Jijik banget aku bacanya.." Ara segera memasukkan lagi surat Nino ke sebuah amplop.

"Aku sedikit ngerasa bersalah sebenernya, bukan soal perasaannya tapi...soal aku yang masih marah waktu itu. Harusnya aku maafin dia aja meskipun kita ga mungkin sedeket dulu."

"Kamu ga ada hubungan lagikan sama dia?."

"Engga, ga ada."

"Aku pingin kamu buang surat ini. Aku ga suka kamu simpen-simpen ,kesannya tuh surat ini berharga buat kamu."

"Ya udah aku buang."

"Robek-robek.."

"Iya nanti aku robek."

"Sekarang." Perintah Ara. Dariel memandang Ara sejenak. Kini dengan yakin dia merobek suratnya lalu membuang ke kantung plastik yang sempat dia gunakan sebagai tempat sampah.

"Udahkan?, aku ga suka sama dia.."

"Kamu bilang aku yang pertama cium kamu .."

"Iya emang bener, aku ga bohong."

"Itu buktinya Nino.."

"Dia ga masuk hitungan, yang boleh cium aku cuman perempuan dan perempuan yang pertama lakuin itu kamu." Dariel menjelaskan sambil memegangi tangan Ara.

"Aku ga suka main pedang-pedangan sayang.." Dariel dengan yakin.

"Akukan jadi sempet mikir kamu..."

"Engga, aku cerita ini ke kamu bukan berarti aku pernah belok. Aku cuman pingin diantara kita ga ada rahasia lagi."

"Saingan akukan jadi nambah, dari perempuan aja aku udah cape apalagi dari laki-laki.."

"Ga ada saingan lagi, aku udah jadi calon suami kamu." Dariel menatap sejenak kearah cincinya. Ara senyum-senyum.

"Satu lagi yang kamu harus tahu.."

"Apa?."

"Aku...aku pernah suka sama Farah."

"Tuhkan...." Ara langsung melepaskan genggaman Dariel.

"Ehh...denger dulu jangan mikir yang macem-macem.."

"Aku udah feeling tahu ga, kamu sama Farah ada affair."

"Feeling-nya salah. Ga gitu kok, dengerin aku." Dariel mengambil tangan Ara lagi. Wajah Ara memang terlihat sedikit kesal tapi...dia masih mau mendengarkannya.

"Karena dulu bapak pingin aku pacaran dan ternyata temen-temen terus-terusan jodohin aku sama Farah. Ya... lama-lama juga aku jadi...suka." Dariel berhenti sejenak.

"Aku deketin Farah dan kayanya orang tuanya sadar sampai aku beberapa kali main kerumah Farah dan ayahnya ngasih teguran untuk ga deketin Farah. Alasannya ya karena latar belakang aku. Aku jujur sama Farah begitupun sebaliknya tapi kita ga pernah pacaran kok cuman saling tahu."

"Masa?."

"Iya seurius, aku tuh mikir waktu itu. Kalo aku nyobain juga ayahnya udah ga setuju. Farah itu ada keluarga ningratnya jadi...pasti lebih hati-hati soal jodoh. Terus aku ketemu kamu deh. Udah jangan bete sayang, cuman sama kamu aku berani nyobain.." Dariel mencium tangan Ara.

"Tapi kamu sempet jauhin aku.."

"Ya karena aku takut sama kaya Farah, tapi...cuman sama kamu aku berani bilang sama bapak dan dia dukung. Waktu aku suka sama Farah aku ga bilang bapak, aku juga ga bilang aku ditegur ayahnya. Aku takut bapak marah sama Farah, tapikan kalo sama aku beraniin jadi udah ya jangan gimana-gimana sama Farah. Dia juga ga ganggu aku, udah mau nikah lagi sama Sandi. Rasa sayang aku ke Farah beda sama rasa sayang aku ke kamu. Aku ga cemburu liat dia sama orang lain tapi liat kamu deket cowok lain aku bisa cemburu bahkan marah."

"Bohong..."

"Kok bohong sih?, kamu sendiri yang bilang aku lagi cemburuan." Dariel tanpa aba-aba mengecup pipi Ara.

"Dasar..nyebelin.."

"Kalo gitu aku sekarang yang nanya sama kamu."

"Nanya apa?."

"Kenapa harus aku?, kamu ga lagi mainin aku kan?."

"Kok ngomong gitu sih?."

"Aku tahu kamu dulu punya title 'playgirl', aku coba untuk ga denger itu tapi lama-lama juga sedikit ganggu . Belum lagi aku cuman segini-segininya, dibanding yang lain kan kamu bisa milih. Keluarga kamu juga kaya, terhormat, ga cuman ayah kamu, ibu kamu juga dikenal sama orang." Pertanyaan Dariel hanya disambut senyum-senyum oleh Ara. Dia malah melahap makanannya lagi dan minum.

"Ayo dong jawab, aku malu nih udah nanya gini.." Dariel melingkarkan tangannya dipinggang Ara dan menyembunyikan wajahnya dipunggung. Dia tak ingin melihat wajah Ara yang malah cengegesan mendengar perkataannya.

"Sini dong liat .."

"Ga mau ah, kamunya senyum-senyum terus, ngeledek.."

"Cepet duduk yang bener, aku kasih jawabannya." Ara menepuk-nepuk lengan Dariel dan akhirnya Dariel duduk seperti posisi semula.

****To be continue

Next chapter