webnovel

Please Fall For Me

warning mature content 21+ Lili, gadis muda sebatang kara yang harus menikahi teman masa kecilnya dikarenakan orang tuanya meninggal. Alan yang semula berhubungan baik dengan Lili entah kapan mulai berubah sangat dingin terhadap Lili, bahkan setelah mereka menikah. apa yang sebenarnya menimpa mereka? mengapa Alan menikahi Lili jika tidak mencintainya? pelan-pelan tabir rahasia mulai terungkap "Mungkin pernikahan kita adalah sebuah kesalahan. bukankah begitu? meskipun aku sangat mencintaimu. mungkin selamanya kau hanya menganggapku sebagai adikmu. mungkin selamanya kau tidak akan pernah mencintaiku. lagipula, bagaimana mungkin pria setampan dirimu, sedewasa dirimu dan semapan dirimu akan tertarik padaku."- Lili "Cinta adalah kelemahan, dan aku tidak mau larut dalam suatu kelemahan yang tak berujung"- Alan follow instagram : Saavana_wn favebook : Saavana

Saavana · Urban
Not enough ratings
124 Chs

Apa Tawaranmu?

"Apa saja yang kau lakukan? kenapa lama sekali?" aku mendelik mendengar ucapan kak Genta. Aku sedang dalam mood yang buruk sekarang. Aku tidak ingin berdebat dengannya. sebelum pulang kerumah, aku memintanya mengantarkanku ke sebuah supermarket untuk membeli titipan Dela nanti malam.

"hmmm" aku hanya merespon sekenanya. Ia menolehkan wajahnya memperhatikanku yang sedang menyandarkan punggungku sambil melihat keluar jendela. entah kenapa aku merasa sangat lelah, lelah fisik juga lelah hati.

"kau bahkan mulai mirip dengan 'nya' " ia mendengus kesal. Aku masih tetap cuek pada perkataannya. Aku tahu siapa yang dimaksud. Tentu saja kak Alan. Aku menegakkan kepalaku yang semula tersandar. Aku teringat sesuatu, kenapa tidak kugali saja informasi tentang kak Alan melalui kak Genta, dia kan anak buahnya. Dia pasti tau banyak hal tentang kak Alan. Mungkin saja melebihi semua yang diketahui pria bernama Chris itu. Yah, walaupun aku ragu dia mau memberitahuku informasi tentang bosnya, tapi apa salahnya mencoba?

"kak Genta akrab dengan kak Alan?" aku bertanya padanya. Kak Genta sempat mengalihkan pandangannya padaku sebelum kembali fokus pada kemudi.

"hmm mungkin..?" lama dia terlihat berpikir sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku.

"apa kak Genta tahu tentang wanita bernama Cassie?" tanyaku to the point. Aku tahu aku pasti terdengar sangat kekanakan. Tapi siapa peduli? Aku sudah terlanjur frustasi

"Tentu saja aku tahu. Memangnya kenapa?" dia menarik sudut bibirnya ke atas membentuk sebuah seringai menyebalkan. Astaga, kurasa aku salah menanyakan hal ini padanya. Pasti dia akan berpihak pada kak Alan, dia kan anak buahnya! Aku merutuki kebodohanku sendiri. kurasa aku terlalu gegabah.

"Tidak apa-apa" balasku lirih.

"Kau cemburu padanya ya" ah, aku benci sisi dirinya yang selalu bicara se frontal itu seolah-olah mempermainkanku.

"Kau salah jika cemburu pada Cassie. Dia hanyalah salah satu dari sekian banyak wanita yang ada disekeliling Alan" kak Genta menyeringai tajam. Aku tidak mengerti apa maksudnya. Apa benar kak Alan adalah tipe pria yang selalu dikelilingi wanita dan bergonta-ganti pasangan?

"Apa maksudmu?"

"Kau seharusnya lebih tahu, apa kau tidak mengenal siapa suamimu?"

"Aku tidak tahu, jadi tolong beritahu aku"

"Aku bukan seseorang yang berhak menjawabnya" kak Genta tidak memberitahuku lebih jauh tentang itu membuatku mendesah frustasi.

Jika dipikir-pikir lagi, bukan tidak mungkin kak Alan memiliki banyak wanita.

Dia tampan, memiliki kekuasaan, berkharisma dan bergelimang harta di usianya yang terbilang muda. Pasti banyak sekali wanita cantik yang akan melemparkan diri padanya, hanya saja aku tidak pernah tahu kalau kak Alan juga seorang pria yang selalu meladeni semua wanita di sekitarnya. melihat dari fakta itu membuatku berpikir wajar saja kak Alan sangat membenciku. Kenapa dia harus meninggalkan kehidupan gemerlapnya dan malah berakhir dengan gadis sepertiku? Mengetahui semua ini malah semakin membuatku frustasi. Apa aku sanggup mengetahui segala sesuatu tentangnya lebih jauh lagi tanpa berdarah-darah? mungkin saja dulu aku adalah gadis yang paling dekat dengannya, tapi itu dulu, kak Alan yang sekarang benar-benar seorang pria asing yang tidak ku kenal.

***

Malam ini niatku sudah mantap, aku sudah mempersiapkan diri untuk menjalankan rencanaku dengan Dela. Aku mengenakan blouse putih dengan rok marun pendek yang tidak terlalu mencolok perhatian. Surai panjangku kubiarkan tergerai. Semua sudah kususun dengan rapi hanya tinggal meminta ijin kak Alan untuk menemui Dela. Kak Alan akan membunuhku jika saja tiba-tiba aku menghilang malam-malam begini. Aku jarang sekali keluar malam karena sulit mendapat ijin dari kak Alan, akupun lebih suka untuk tidak membuatnya marah, tapi malam ini aku akan memberanikan diriku menghadapinya.

Tok..tok...

Aku mengetuk pintu ruang kerjanya. Dia memang lebih sering menghabiskan waktunya di ruang kerja jika sedang berada dirumah. Tentu saja dia lebih sering disana, dia pernah bilang padaku bahwa dia tidak ingin berlama-lama melihat wajahku. Ya, ruang kerja menjadi satu-satunya tempat yang tidak boleh kumasuki di rumah besar ini.

Pintu perlahan terbuka ketika aku hendak mengetuknya lagi. Kak Alan keluar dengan ekspresi datarnya menatapku. Mata elangnya membuat nyaliku menciut bahkan sebelum aku mengutarakan keinginanku padanya. Lagi-lagi aku hanya bisa menunduk sambil meremas rok bagian bawahku untuk mengurangi kegugupan.

"Apa?" Suara baritonnya membuat dadaku naik turun mengatur napas. Dengan mantap aku membulatkan tekad dan mencoba angkat bicara.

"Aku mau ke tempat Dela menemaninya ke acara ulang tahun. Kemungkinan akan menginap. Bolehkah?" Ternyata nyaliku tak begitu besar dihadapannya, nyatanya aku masih memandangnya takut-takut. Aku tahu aku tidak pandai berbohong. Aku hanya bisa berdoa agar aku terlihat meyakinkan di matanya.

"Aku pernah memberitahumu bahwa kau tidak ku perbolehkan keluar malam" ujarnya datar.

"Tapi acara ini sangat penting untuknya dan untukku, kumohon. Dela sahabatku satu-satunya" tidak bisa mundur lagi. Aku harus bisa meyakinkannya.

"Apa kau tuli? Ku bilang tidak ya tidak!. Aku tidak peduli dengan alasanmu. Pergilah, Kau menggangguku" kak Alan hendak menutup kembali pintu ruang kerjanya, aku buru-buru menahan pintu itu membuatnya melayangkan tatapan mematikan padaku.

"Ku mohon kali ini saja, atau aku tidak akan mau menggunakan jasa supir pribadi yang kak Alan perintahkan untukku. Aku akan selalu kabur darinya!" Entah dari mana aku mendapatkan keberanian untuk mengatakan hal itu padanya.

"Kau membangkangku?" Kak Alan menekankan kalimatnya membuatku bergetar takut. Aku tidak punya pilihan lain.

Kak Alan berjalan mendekatiku perlahan. Aku memasang sikap defensif dengan melangkah mundur menjauhinya. pandangannya menghujamku seolah menelanjangiku. Kak Alan menatapku lekat dan tidak mengalihkan sedetikpun sorot mata tajamnya dariku. Langkahku harus terhenti ketika punggungku telah mencapai dinding. Aku merasa seperti mengalami deja vu

"Kau harus menawarkan sesuatu yang lebih besar jika ingin memohon sesuatu padaku" ujarnya mendekatkan wajahnya padaku. Tubuhku bergetar takut dengan kedekatannya padaku. Aku menahan napas tegang.

"Ta.. tapi aku tidak memiliki apapun untuk ku tawarkan"

"Kau terlalu naif lil sist, kau bisa menawarkanku..." Kak Alan menggantung kalimatnya. Ia menurunkan pandangannya ke dadaku. Sontak aku langsung bersedekap waspada menutupi dadaku dengan tangan. Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku membuatku bisa dengan jelas mencium aroma tubuhnya yang maskulin. Deru napasnya menerpa kulitku seolah menggelitik.

"Kau bisa menawarkanku pelayanan dengan tubuhmu" lanjutnya dengan suara seduktif di telingaku. Sontak aku terkesiap dengan pernyataannya, dia sudah benar-benar menganggapku budak seksnya. Aku terpukul dengan kenyataan yang ada. Kemana kak Alan yang dulu selalu membelaku saat aku dilecehkan? Bukankah dia sekarang yang paling melecehkanku? Menyakitiku hingga relung hatiku yang paling dalam.

"Ap.. apa yang ha.. harus kulakukan?" Suaraku terputus-putus dan lututku terasa lemas. Tenggorokanku tercekat. Aku menunduk menyembunyikan wajahku masih dengan tangan yang memeluk tubuhku sendiri. aku gugup hingga peluh meluncur dari dahiku

"Layani aku diranjang" jawabnya tanpa ragu. Ia masih terdiam menunggu reaksiku. Memberiku ruang untuk berpikir.

"Kalau kau tidak mau tak apa, masih banyak wanita koleksi sewaanku. Kupikir kau tidak serius meminta ijinku" kak Alan membalikkan tubuhnya hendak meninggalkanku. Baru tadi sore aku berpikir dia selalu bergonta-ganti wanita. Dan sekarang aku mendengar hal itu keluar dari mulutnya sendiri malah membuatku tidak percaya. Ah, kak Alan selalu pandai membuatku jatuh dalam jurang kepedihan. Ia menunjukkan ku kekejaman cinta yang nyata. Apa aku benar-benar butuh alasan untuk tetap bertahan? Tidakkah luka ini cukup untuk membuatku meninggalkannya? Satu kebenaran kembali menamparku, kebenaran yang menunjukkan bahwa sebenarnya aku masih sangat mencintainya. Bodohnya aku masih berharap pada pria brengsek ini.

"Baiklah" tuturku lirih. Aku tidak peduli lagi dengan apa yang akan dia lakukan padaku. Luka yang dia berikan membuatku melupakan rasa malu dan harga diriku. Aku rendah dimatanya. Tetapi tidak bisa kupungkiri bahwa bagian dari diriku menolak menerima bahwa dia akan menyentuh wanita lain.

Kak Alan menaikkan sudut bibirnya membentuk sebuah seringai kejam.

"Aku tunggu pelayanan terbaikmu" kak Alan tersenyum miring. Wajahku pias tak bernyawa. Aku harus mempersiapkan diriku saat ia menyeretku ke dalam nerakanya lagi. Aku harus mengalami hal itu lagi. Aku pasrah. mama.. papa, aku ingin pulang.

***