1 Prolog

Welcome, please make sure to like and comment.

-----···-----

"Sebelum aku memulai perjalanan singkat ini, bolehkah aku bertanya sedikit dengan kalian? Ini cukup simpel dan kuharap siapapun ada yang bisa menjawabnya."

"Kapan, peperangan bisa berakhir di dunia ini?"

"Mengapa semuanya begitu terobsesi pada memicu perang dan memenangkannya?"

"Tidak bisakah mereka menyelesaikan itu dengan cara yang lebih baik?"

-----···-----

"Dimana... aku?"

Seorang pemuda terjaga dari tidurnya, meski begitu kedua matanya masih terpejam tenang. Ia nampak sedang terlentang lemas di tempat yang tidak lazim untuk ditempati.

"S-sakitnya...."

Ia terlalu lemah untuk mengekspresikan rasa sakit yang terasa, walaupun baginya itu teramat sakit. Seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan, rasa nyeri dan perih yang hebat bertabrakan dalam syaraf. Meski begitu, mengeluarkan suara saja tetap mustahil 'tuk keluar. Telinganya tidak bisa mendengar apapun kecuali sebuah nada yang memekikkan telinga.

"Berisik... sekali..."

Sedikit demi sedikit, kedua matanya pun terbuka untuk memeriksa kondisi di sekitar. Pemandangan pertama yang terlihat hanyalah tanah gersang yang tidak terpijak, atau dengan kata lain, dia sedang digantung.

"Eh?"

Ia baru tersadar jika kedua kakinya terpotong hingga bagian paha dengan rapi tanpa setetespun darah berjatuhan. Begitu ia ganti melihat tangan, mereka juga telah dipotong separuh. Bagian kedua tangan dan kaki yang masih melekat di badan diikat dengan kuat di sejenis tiang salib. Mereka benar-benar terpotong sempurna hingga menunjukkan bagian dalam tulang yang ikut terpotong.

"Oh.... aku baru sadar."

Yang terpampang didepan mata hanyalah lautan api, tumpukan pedang, dan berpuluh lusin mayat manusia dan makhluk yang menyerupai wujud manusia, entah apa sebutannya.

Dihadapannya, terdapat beberapa orang prajurit tempur dan seseorang dengan rupa wajah yang aneh mengenakan pakaian kasual. Dibawahnya terdapat seorang gadis berambut hitam pendek yang dipaksa berlutut sembari menangis melihatnya dipajang diatas salib.

Gadis itu memanggil namanya beberapa kali seakan-akan tidak bisa merelakannya berakhir seperti itu. Sementara pria dengan pakaian kasual tersebut mengambil sebilah pistol laras panjang dari seorang mayat, lalu menodongkannya kearah pria yang tersalib itu.

"「Hancurlah.」"

*dor!!*

"Dan akhirnya mimpiku pun berakhir begitu saja. Semua terasa gelap dan menyakitkan."

-----···-----

06.05 AM.

Tidak ada yang lebih menyegarkan dibanding suasana pagi hari diselimuti awan dan kicauan burung dari balik jendela. Seorang bocah SMA sudah terjaga sedari tadi, menatap telapak tangan sebelah kanannya dengan malas terbaring di kasur.

"....."

(Ini sudah kelima kalinya aku bermimpi seperti tadi.)

"Aneh."

Ia membanting tangannya jatuh ke kasur, sembari menghela napas dan kembali memejamkan mata.

Sepatah suara datang memekakkan telinga dan diabaikan begitu saja, dalam sekejap ia langsung terlelap dalam tidurnya. Suara familiar dari wanita yang terdengar dari balik pintu.

Dan masih diabaikan begitu saja.

.

.

.

06.05 AM.

Tidak ada yang lebih menyegarkan dibanding suasana pagi hari diselimuti awan dan kicauan burung dari balik jendela. Tidak lupa dengan riuh mesin mobil yang sesekali lalu-lalang terdengar.

Begitulah seharusnya keseharian umat manusia di berbagai belahan dunia.

Hari ini adalah hari yang spesial, tergantung dari sudut mana orang memandangnya.

Tidak perlu terlihat spesial bagi diri sendiri, selama ada perbedaan yang signifikan, setidaknya ada satu atau dua orang disekitar yang akan menganggapnya spesial.

Hari spesial ini terasa indah, disaat yang sama pula terasa mengerikan.

Seorang bocah SMA sedang tidur terlelap di kamarnya, perlahan ia membuka matanya begitu merasa kedamaian dalam tidurnya terusik oleh sesuatu.

"Diluar benar-benar berisik."

Karena rasa kantuk yang sudah lenyap oleh waktu, pemuda itu beranjak dari kasurnya lalu berjalan keluar kamar. Jarum detik dalam jam dinding berdetak tanpa guna membuat pemuda itu sedikit merasa terganggu.

Dan tanpa disadari, dia melupakan sesuatu.

Membuka tirai jendela.

Tirai masih tertutup rapat seraya membiaskan sedikit cahaya dari luar yang nampak mencurigakan. Terlalu panas, berasap, dan terang.

.

.

.

"Apa... yang terjadi?"

Ia memutar kenop pintu rumah yang dengan mudah terbuka. Ia seolah-olah menyaksikan hari kiamat sesuai yang diucapkan banyak orang.

Kedua kakinya langsung bergegas lari dengan spontan tanpa memikirkan kemana seharusnya kedua kaki itu membawanya pergi. Ia berlari di tengah aspal retak, terus berlari ke depan mencari teriakan dari siapapun yang terdengar.

(Sial! Apa yang terjadi disini? Kemana semua orang? Kenapa aku tidak mendengar teriakan sedikitpun?)

Bocah berambut hitam itu terus berlari dalam keingintahuan, hingga pada akhirnya ia tiba pada petunjuk pertama tentang pertanyaannya.

Petunjuk pertama itu berupa sebuah pertarungan seseorang melawan puluhan ekor binatang aneh menyerupai serigala.

"Teruslah datang padaku! Ayo, ayo! Terbakarlah!" seru pria itu. Dia membawa pelontar api di tangan kiri seperti sepasang tangan buatan, mengenakan zirah dengan bulatan ditengah yang seperti energi reaktor, dan sepasang kaki palsu. Rambut jabriknya berwarna biru laut dan terdapat sebuah luka sayat di mata sebelah kanan.

(Apakah dia seorang prajurit?), batinnya mengintip pertarungan itu di balik tembok bangunan yang masih kokoh berdiri tanpa ada sedikitpun tanda-tanda hendak roboh.

Kawanan binatang buas tersebut perlahan mati hangus oleh kobaran api, bagian dalam tubuh mereka seakan menyusut seutuhnya, membuat tubuh mereka nampak gosong dan kempes menyisakan bagian kulit luar saja.

(Tapi apa-apaan itu? Bagaimana bisa organ bagian dalam tubuh hangus lebih dulu sementara kulit luarnya masih bertahan?)

"Apa yang kau lakukan disana?" Pria itu menyadari kehadirannya seperti memiliki banyak mata yang memantau daerah sekitarnya.

"E-eh? Aku?"

"Ya, tentu saja kau yang disana! Menurutmu adakah orang lagi disini selain kita berdua?" seru pria itu menunjuknya dari kejauhan.

Ia langsung bergegas mendekat pada pria flamethrower itu.

"Uhh.... maaf sudah menguntitmu."

"Tidak, itu bukan masalah bagiku kecuali kau adalah seorang mata-mata Usurpation."

"Usurp-" Belum selesai mengucapkan seluruh kalimat, pria itu terus menyela tanpa henti.

"Ah? Hmmm..... hm-hm, tidak salah lagi."

"Apa?"

"Tidak ada. Kau nampak mencurigakan tapi kurasa kau bukanlah seorang Usurpation."

"Maksudku, apa itu Usurpation? Lalu ini dimana? Sekarang tanggal berapa? Dan apa yang terjadi disini?"

"Ini masih di Cambridge, lo. Dan bagaimana bisa kau tidak mengetahui tangg-"

Tiba-tiba suara sirene terdengar hingga segala penjuru, diikuti dengan bayangan besar yang terus bergerak mendekat pada mereka berdua.

Sebuah kapal tempur kolosal melayang di udara mengabaikan apapun yang ada di bawahnya, kendaraan itu cukup besar untuk menutupi satu distrik dari cahaya matahari.

"Kapal itu...?!?"

Tak berselang lama, beberapa ekor pesawat tempur datang membentuk manuver menyerang dengan cepat untuk segera menumbangkan kapal tempur tersebut.

Kapal tempur itu tidak melakukan balasan apapun setelah diserang berkali-kali. Yang pasti, dia masih tegap melayang di udara seakan-akan semua serangan yang dilancarkan tidak berefek sama sekali. Meski demikian, perlawanan tetap dilakukan tanpa adanya sedikit keraguan. Sebuah kapal tempur yang lebih kecil datang dari kejauhan, memberondong kawanan pesawat tempur tersebut dengan seperangkat sinar laser yang nampaknya diberi alat pemandu serangan. Kawanan pesawat tempur itupun diluluhlantakkan dalam hitungan detik.

"Hoi, apa kau tidak bisa melakukan sesuatu terhadap kapal tempur raksasa itu?" ucap sang bocah SMA menunjuk sebuah kapal raksasa yang ada tepat diatas kepalanya.

"Tidak bisa."

"Apa? 'Tidak bisa' katamu?"

"Kapal itu bisa jatuh tepat dibawah kita, aku sudah ditugaskan untuk tidak membiarkan warga sipil terbunuh satupun dihadapanku."

"Lalu, bagaimana?"

"Aku akan melakukan hal lain yang kubisa dan tentunya masih menguntungkan."

Pria itu menunjuk kapal tempur bersenjata, 800 meter dari tempat mereka berdua.

"Setidaknya, aku bisa menumbangkan yang itu."

"Nah! Kalau begitu-..... tunggu. Apa kauyakin bisa menyerang musuh dari jarak sejauh itu hanya bermodalkan flamethrower?"

"Ahahah, mana mungkin aku melakukannya...."

"Kau tahu kegunaan reaktor di dadaku ini?" tanya pria itu sembari maju beberapa langkah ke depan.

"Memangnya untuk apa?"

"Lihat saja."

Pria itu maju beberapa langkah, membuka kuda-kuda pada kakinya, lalu mengarahkan flamethrower di tangan kiri kedepan.

(Melepas limit daya reaktor, mengevaluasi target...)

(Target teridentifikasi.)

(Estimasi jarak benturan, 650 meter. Titik inakurasi serangan 0.002 meter. Daya rusak maksimal, 1.800.000 megajoule. Sensivitas arah angin, tidak ada.)

(Menghitung daya rusak dan tingkat efisiensi daya energi...)

(Diterima.)

.

"Baiklah, sudah saatnya..." Pria itu mengarahkan flamethrower di tangan kirinya menghadap kapal tempur yang masih melayang gemulai seakan-akan siap 'tuk dihancurkan.

(Melepas lima persen daya reaktor, bersiap untuk menembak....) Pelontar api di tangan kirinya mengeluarkan gumpalan energi berwarna merah terang yang terus membesar.

"Benar-benar jumlah energi yang besar.... apakah dia menggunakan energi reaktor itu untuk memperkuat serangannya?" gumam bocah itu.

"「 Terhempas bagai mata tombak...」"

"Membaralah, 「 Blazing Halberd!!!」"

Dari tangan kiri pria tersebut terhempas sebuah energi dahsyat, melesat bagai laser dengan kecepatan hipersonik membentuk banyak bulatan menjadi satu keselarasan di dalam treknya. Laser tersebut menghantam kapal tempur dihadapannya, dari kabin bawah menembus atap kapal, membuat kapal itu langsung oleng dengan sendirinya.

"Bagaimana menurutmu? Ahhh aku merinding karena baru pertama kalinya aku melakukan ini!"

"Aku, tidak akan berkomentar apa-apa."

"Begitu? Sayang sekali.... kukira aku bisa menjadi lebih bersemangat setelah mendengar pujianmu-"

"Cukup dengan basa-basinya." Bocah berambut hitam itu kembali mencoba untuk serius.

"Hmm?"

"Beritahu aku..."

"Apa yang terjadi pada tempat ini."

Pria berambut biru itu mengangkat sebelah alisnya, bersamaan dengan kedua mata yang saling melebar dibalut ekspresi keheranan yang datar. Perlahan, wajah itu mengubah ekspresinya menjadi sedikit tersenyum.

"Baiklah, aku akan menjawabnya."

Pria itu kembali menghadap ke depan, kali ini ia memasang raut wajah yang lebih kalem.

.

"Ini semua adalah peristiwa yang berawal dari sejarah panjang."

.

"Melibatkan berjuta ras peradaban dari berbagai gugusan galaksi di alam semesta."

.

"Perang yang hanya didasari oleh keserakahan dari seorang diktator keji nan licik."

.

"Meluluhlantakkan berjuta bintang, membungkus angkasa dengan cahaya kehancuran."

.

"Kita, umat manusia, adalah tuan rumah terakhir yang siap untuk punah, ataupun berdiri di puncak peradaban semesta sebagai ras terkuat."

.

"Perang yang menjadi ajang untuk mengadu pacuan teknologi, ilmu pengetahuan, serta menghantam satu sama lain dengan kekuatan super."

.

"Plazma Burst."

.

"Apakah kamu menikmati setiap hari-hari indah yang ada?"

.

"Kuharap itu cukup bagimu."

***

To be Continued.

avataravatar
Next chapter