1 satu

Malam begitu lengang. Awan mendung terlihat menutupi purnama yang seharusnya memberi sedikit penerangan di malam hari. Seorang berpakaian serba hitam melompat keluar dari jendela yang dibuka dari dalam seiring teriakan pencuri dari penghuni rumah.

Weiwei yang sedang berjalan dekat situ segera mengejar sosok pencuri itu. Mereka yang bersamanya juga segera mengikuti.

Pencuri tersebut berlari dengan cepat, kemudian melompat dengan lincah dari satu atap rumah ke atap rumah lainnya. Tubuhnya terlihat begitu ringan hingga pijakan tersebut tidak menimbulkan bunyi sama sekali. Penghuni rumah pasti tidak akan menyadari jika ada orang di atap rumah mereka.

Weiwei yang tengah mengejar juga tidak kalah. Di belakang, tampak mereka yang tadi bersamanya tertinggal jauh. Namun Weiwei tidak peduli. Ia tetap saja mengejar sang pencuri. Melompati atap-atap rumah dengan lincah. Dalam gelapnya malam, Weiwei dan si pencuri tampak bagai lukisan dua orang yang tengah menari.

"Nona, sampai kapan kau akan mengejarku?" tanya si pencuri yang akhirnya berhenti di salah satu atap dan berbalik. Selembar kain hitam menutupi hidung dan wajahnya. Rambut hitam yang panjangnya dikuncir ekor kuda dengan pita hitam terburai dimainkan angin yang berhembus cukup kencang.

Weiwei yang berdiri tidak jauh tertegun. Tidak diduga, pencuri tersebut tahu bahwa ia seorang wanita. Maklum rambut Weiwei kini digulung ke atas dan hanya berhias tusuk konde sederhana. Ia juga mengenakan baju zirah layaknya prajurit di kerajaan tersebut. Wajah Weiwei bahkan bersih dari polesan make up.

Sang pencuri tertawa lebar.

"Kau terlihat begitu terkejut. Penglihatanku memang tajam, tidak akan melewatkan wanita cantik meski dia masuk dalam lumpur sekalipun."

Weiwei tidak menjawab. Ia segera mengeluarkan pedang yang berada di pinggang dan mengarahkan pada sosok di depannya tersebut. Dari suaranya, Weiwei yakin bahwa orang tersebut adalah seorang pria.

"Tuan, sebaiknya kau menyerah," ancamnya kemudian. Pencuri tersebut meraih kantong kain di bajunya dan melempar-lemparkan di udara.

"Kalau kau bisa merebut kantong kain ini, aku akan menyerah."

"Baiklah, kalau begitu aku tidak akan segan."

Weiwei bergerak maju sambil mengarahkan pedangnya pada orang tersebut. Sosok pencuri itu hanya melihat dengan tenang. Namun, saat pedang Weiwei semakin dekat, dia menghilang. Weiwei berhenti di tempat tadi pencuri itu berada. Ia menatap sekeliling sambil berteriak,

"hei kau, jangan menjadi pengecut. Jika berani, ayo keluar dan lawan aku!"

Sebuah bisikan terdengar di telinga Weiwei,

"mana bisa aku melawan gadis cantik sepertimu?"

Mendengar itu, Weiwei dengan cepat berbalik dan langsung menyerang pencuri yang kali ini tidak menghilang. Serangan-serangan Weiwei terbilang cepat dan mematikan. Selama ini, gadis itu memang sangat terlatih dalam ilmu bela diri. Para pria bahkan segan berhadapan dengannya. Sang guru yang mengajari bahkan memberi pujian pada gadis itu. Namun kali ini semua berbeda.

Weiwei telah berulangkali menyerang. Namun sosok pencuri itu juga menghindar dengan lincah. Tidak hanya itu, ia berhasil menangkis gerakan tangan gadis.

Tubuh pencuri tersebut kemudian melayang terbang. Weiwei hendak menyusul, tetapi ia kemudian justru berdiri tertegun saat rambutnya tiba-tiba terurai.

"Aku tidak salah, ternyata kau memang cantik," komentar si pencuri yang kini telah kembali berada di depan Weiwei.

"Dasar kurang ajar. Kembalikan tusuk kondeku!" Tangan Weiwei terulur sambil melangkah cepat hendak merebut. Akan tetapi, lagi-lagi si pencuri berkelit.

"Tusuk kondemu, aku akan menggantinya," seru pencuri tersebut sambil melayang pergi dengan cepat. Weiwei hendak mengejar, tetapi kemudian telinga tajamnya mendengar suara orang tengah mempercakapkan dirinya. Gadis berkulit kuning langsat hanya bisa menggerutu kesal dalam hati.

***

"Sungguh, aku juga tidak akan percaya kalau tidak melihatnya sendiri, pencuri itu bahkan membuatnya tidak berdaya," ucap salah seorang yang mengenakan seragam pasukan kerajaan berwarna merah dengan tulisan dan simbol naga di bagian punggung. Prajurit lain yang berdiri di dekatnya mengangguk.

Weiwei hanya bisa menahan kesal melihat kedua orang yang saling berbisik itu. Sebenarnya mereka tidak perlu bercakap begitu pelan karena Weiwei tetap mendengar dengan jelas. Lagipula telah banyak orang yang mempercakapkan dia. Gurunya di perguruan juga menasehati agar dia lebih bersabar.

Jemari tangan Weiwei tergenggam erat. Jantungnya berdetak cepat karena menahan amarah yang seolah hendak meluap keluar. Bagaimana ia bisa bersabar setelah dipermalukan dan menjadi bahan tertawaan?

"Ternyata dia gadis normal yang mudah untuk dikalahkan," ucap seorang dari prajurit itu sambil tertawa keras. Prajurit yang satu lagi juga ikut tertawa.

"Apa itu lucu?" tegur Weiwei yang sekuat tenaga menahan geram.

"Tentu saja itu lucu, itu ...." Sahutan dari prajurit bertubuh sedang tersebut berhenti saat menoleh dan melihat Weiwei tengah menatap sambil bertolak pinggang. Prajurit itu lalu menoleh sekilas pada temannya yang tadi dia ajak bicara. Namun kini sang teman hanya berdiri membeku. Wajah dia juga terlihat pasi.

Prajurit tersebut terlihat kesal melihat temannya justru seperti itu.

'Bukannya memberitahuku, malah bengong. Apa ingin kita semua kena masalah?'

Ia kemudian segera menggamit tangan temannya itu.

"Kami lupa kalau masih ada urusan, kami pergi dulu ya?" pamitnya pada Weiwei.

Weiwei hanya mengangguk saja sambil tersenyum manis. Pria muda di sampingnya itu segera menyeret temannya yang masih berdiri diam untuk segera pergi.

'Tumben dia tidak marah. Mungkin tadi ada hal baik yang terjadi padanya atau dia mulai takut pada kami?' pikirnya geli.

Baru saja kedua orang itu berjalan beberapa langkah, Weiwei segera melayang terbang menyusul dan berdiri di depan mereka. Gadis itu kini tengah bersidekap sambil menatap kedua orang tersebut bergantian.

"Pencuri itu lepas dan aku tidak bisa memberi pelajaran. Aku juga ditertawakan oleh kalian. Itu artinya kalian sama saja dengannya. Kalau begitu, artinya aku juga harus memberi pelajaran pada kalian," ucapnya.

"Ka-mi ... kami masih ada urusan. Jadi, tolong biarkan kami pergi."

"Tidak bisa, aku sudah begitu kesal. Jika tidak dikeluarkan, aku mungkin akan memukul orang yang lewat. Jadi sebaiknya kulampiaskan pada kalian saja."

Weiwei bergerak untuk memukul. Kedua prajurit itu juga telah bersiap untuk menepis. Meski ilmu beladiri mereka di bawah Weiwei, mereka juga tidak akan diam untuk menjadi samsak gadis itu.

"Gadis seperti itu terlalu kasar. Pria manapun tidak akan jatuh cinta padanya," cetus sebuah suara.

Weiwei menghentikan niat untuk menyerang dua prajurit itu. Ia kemudian berbalik dan bertemu tatap dengan seorang pria. Wajah pria itu rupawan. Mata hitam jernih dengan hidung yang bangir. Bibir tipis yang menampilkan seulas senyum memamerkan deretan gigi putih nan rapi. Kulitnya yang putih tampak bagai pualam. Dilihat sekilas pria itu tampak seperti kaum terpelajar atau bangsawan. Namun tidak untuk Weiwei. Hari ini dia sudah memiliki mood begitu buruk. Yang dia inginkan hanya menghajar seseorang yang sengaja mencari masalah dengannya.

avataravatar