18 Menabrak

Ditengah kebingungannya, Isabel terus mencari cara untuk dapat menolong Icha. Dia melihat-lihat sekeliling, berharap ada seseorang yang melewati jalanan itu. Tapi sepertinya harapannya hanya lah angan semata, nyatanya tidak ada satu pun yang lewat.

Isabel sudah putus asa, niat baiknya untuk menolong seseorang ternyata dipersulit. Tapi Isabel tidak akan mudah menyerah begitu saja. Dia tidak ingin membahayakan nyawa orang lain karena kelalaiannya. Isabel akan berusaha sebisa mungkin untuk menolong Icha dan bayi didalam kandungannya.

Dan akhirnya Isabel nekat untuk kembali membantu Icha berdiri dengan kemampuannya sendiri. Dengan tenaganya yang terbatas, Isabel terus mencoba.

"Ayo Icha, aku yang akan membantumu. Aku pasti bisa membantumu," ucap Isabel mencoba meyakinkan Icha.

"Bagaimana mungkin? Suamimu Mbak saja tidak bisa menolong saya, apalagi Mbak. Saya tidak mau! Saya takut," tutur Icha yang merasa ragu.

"Itu karena Mas Azam sedang sakit. Jika dia sehat, pasti dia akan dengan mudah membantumu," terang Isabel.

"Mari, ulurkan tanganmu," titah Isabel.

Walau ragu dan takut, tapi Icha tetap mau untuk menuruti perkataan Isabel. Dia tidak memiliki pilihan lain, selain menerima tawaran Isabel.

Cukup lama Isabel berjuang membantu Icha berdiri, keringat sampai bercucuran. Dengan susah payah dan dengan tenaga penuh, akhirnya Isabel dapat membantu Icha. Isabel mulai memapah Icha secara perlahan, berjalan menuju mobilnya sekarang berada.

Azam merasa sangat tidak berguna, dia merasa bersalah karena tidak bisa menolong seseorang, dan justru istrinya lah yang berjuang mati-matian untuk menolong orang lain.

Hingga sampai lah Isabel dan Icha ketempat mobil Azam terparkir. Isabel membantu Icha untuk masuk kedalam mobil.

Namun saat ini Isabel kebingungan mencari-cari di mana Azam sekarang berada. Harusnya Azam sudah ada didekatnya.

Isabel mencari kesekeliling, hingga arah pandangannya tertuju kearah sebrang jalan. Ternyata Azam masih berada ditempat tadi. Azam masih terduduk dijalanan.

Di sana Azam ternyata sedang kesulitan, kakinya terasa kram yang menyebabkan dirinya susah untuk berdiri.

Susah payah Azam berusaha untuk berdiri, tapi dia tetap tidak bisa. Dia masih sangat kesusahan untuk berdiri.

Isabel dengan secepat mungkin berlari menghampiri Azam.

"Mas Azam, ada apa?" tanya Isabel panik.

"Kaki Mas, kram Isabel. Mas tidak bisa berdiri," jujur Azam.

"Masalah apalagi ini? Terus bagaimana caranya aku bantuin Mas Azam?"

Azam yang tidak ingin merepotkan Isabel, dia terus berusaha untuk berdiri dengan kemampuannya sendiri. Azam berpegangan kesebuah pembatas jalan.

Tapi ketika Azam sudah hampir berdiri, dia kembali terjatuh dan terduduk dijalanan.

"Mas Azam, biar aku bantu," ucap Isabel. Lalu Isabel segera membantu Azam berdiri. Namun Isabel tetap tidak bisa melakukannya.

Disebrang jalan, Icha sudah tidak bisa menahan lagi rasa sakitnya. Dia terus merintih dan menangis merasakan sakit.

"Mas! Mbak! Tolong cepat! Saya sudah tidak tahan lagi!" teriak Icha memanggil Azam dan Isabel.

Azam dan Isabel yang mendengar teriakan Icha, sontak saja langsung dibuat panik.

"Isabel, pergilah! Biar Mas di sini sendiri. Icha sangat membutuhkan pertolongan sekarang. Ayo Isabel cepat pergi!" titah Azam pada Isabel.

Isabel yang memiliki hati baik, tidak akan mungkin tega meninggalkan Azam yang sedang kesakitan berada sendirian dijalanan yang sangat sepi.

"Tidak! Tidak akan!" tolak Isabel dengan begitu tegasnya.

"Aku akan bantu Mas Azam, dan membawa Mas dan Icha kerumah sakit. Aku tidak akan meninggalkan, Mas!" lanjutnya.

Azam tidak menyangka, ternyata Isabel begitu kekeh untuk membantunya.

"Tapi bagaimana caranya, Isabel?" tanya Azam.

"Pasti ada cara, sekarang ayo Mas tunjukan kaki Mas yang kram padaku, aku akan bantu, Mas," titah Isabel.

Azam sebenarnya ragu untuk melakukannya, dia merasa tidak enak kepada Isabel. Tapi karena Isabel terus mendesak, akhirnya Azam menuruti perkataan Isabel.

Isabel mencoba untuk mengatasi kaki kram yang dialami Azam. Isabel memijat kaki Azam dan menggosok pelan otot kaki yang terkena kram agar kaki Azam kembali rileks. Lalu Isabel meluruskan kaki Azam dan meregangkannya.

Isabel terus menerus melakukannya agar kaki Azam kembali seperti semula.

Dan setelah Isabel melakukan hal itu, akhirnya Azam merasa sedikit baikan.

"Isabel, sekarang Mas sudah sedikit membaik," tutur Azam.

"Benarkah? Kalau begitu, cepat sekarang Mas Azam berdiri, aku yang bantuin," ucap Isabel.

Dengan sebisa mungkin Isabel membantu Azam, dan benar saja, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Akhirnya Azam bisa berdiri berkat bantuan Isabel.

"Ayo Mas, kita harus cepat. Icha sudah tidak bisa lagi menunggu lama-lama," jelas Isabel.

"Iya, Isabel," sahut Azam.

Baru saja Azam dan Isabel akan berjalan, namun tiba-tiba saja Azam kembali mendapatkan masalah. Rupanya rasa sakit Azam kembali.

Azam merasakan sakit yang luar biasa dikakinya yang terluka.

"Argghh ..." rintih Azam.

"Kenapa, Mas?" tanya Isabel.

"Kaki Mas kembali sakit," terang Azam.

"Apa Mas masih kuat untuk berjalan sekarang?" tanya Isabel yang sudah mulai takut.

"Iya, Mas bisa. Tenang saja," ucap Azam.

"Baik, Mas. Mas jalannya pelan-pelan saja," tutur Isabel.

Azam hanya tersenyum. Dengan dipaksakan Azam mencoba untuk berjalan. Sampai akhirnya Azam bisa sampai kemobil mereka.

"Cepat Mas masuk, kita harus cepat," titah Isabel.

"He'em," sahut Azam menganggukan kepalanya.

Mereka berdua pun akhirnya masuk kedalam mobil. Tapi didalam mobil, Icha sudah menggertakan giginya. Tangannya mengepal sampai kukunya memutih.

"Maafkan kami, Icha," ucap Azam dan Isabel bersamaan. Mereka tahu pasti Icha sudah sangat kesal kepada mereka.

"Cepat!" bentak Icha.

"Mmm, baik ... baik," turut Isabel.

Isabel segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia tidak ingin membuang waktu lagi.

Azam sampai ketakutan melihat Isabel yang membawa mobil dengan begitu cepat sampai ugal-ugalan.

Perasaan Azam sudah tidak enak. Dia takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Isabel, jangan terlalu ngebut. Tolong sedikit pelan," pinta Azam.

"Sudah tidak ada waktu lagi, Mas. Kita harus cepat. Aku takut Icha kenapa-napa. Mas Azam tenang saja, kita pasti akan baik-baik saja. Jangan khwatir. Tenangkan diri Mas Azam, santai," terang Isabel.

"Aww ... ah ... huh ... huh ... shhh ..." dibelakang Icha terus saja merintih. Isabel semakin takut saja.

Isabel semakin cepat mengendarai mobilnya. Isabel sudah tidak peduli dengan apapun juga, sekarang dia hanya memikirkan Icha saja.

Azam hanya bisa pasrah jika nanti akan terjadi apapun. Didalam hati, Azam terus saja berdo'a sebisa mungkin.

Laju mobil yang begitu cepat sudah seperti tak terkendali. Hingga, tiba-tiba terdengar suara benturan yang sangat keras. Sepertinya Isabel menabrak sesuatu.

Wajah Isabel seketika memucat, dia sudah ketakutan. Tangannya gemetaran, dia sudah yakin, bahwa dirinya telah menabrak sesuatu hal.

Azam dan Icha yang dari tadi membiarkan Isabel mengemudi dengan begitu cepatnya, kini mereka menyesali perbuatannya. Harusnya mereka dari tadi mencegah Isabel untuk kebut-kebutan.

avataravatar
Next chapter