28 Ch 28. Persiapan Ujian Akhir Semester Ganjil (1)

Hari ini aku sedang belajar bersama Shella di perpustakaan. Setiap istirahat kedua, kami memanfaatkannya untuk mengerjakan latihan soal.

"Gimana Kei ... ada yang kamu ngga ngerti lagi?" tanya Shella sesudah menjelaskan materi turunan fungsi dari pelajaran matematika.

"Sekarang udah ngerti kok, ngga tau deh nanti hehehe ..." ucapku.

"Dasar kau ini, bagaimana bisa mengerjakan soal jika seperti itu?" heran Shella.

"Santai aja Shella, aku punya caranya sendiri ketika benar-benar tak bisa menemukan jawabannya," kataku bangga.

"Apa itu?" tanya Shella penasaran.

"Menghitung kancing!" jawabku.

Tak!

Shella menjitakku.

"Ih sakit tau ..." ucapku meringis kesakitan.

"Siapa suruh ngomongnya asal-asalan gitu! Ayo belajar lagi biar kamu ngga ngitung kancing!" omel Shella.

"Iya iya ..." balasku seraya mengusap kepala.

***

Beda halnya denganku dan Shella, Farel sedang makan bersama Mia. Semakin hari mereka semakin dekat membuat seluruh sekolah yakin kalau mereka telah menjalin sebuah hubungan.

"Farel, pulang sekolah mau ajarin aku matematika ngga? Ada yang ngga aku ngerti nih," pinta Mia.

"Maaf Mia aku ngga bisa, hari ini aku udah janji bakal belajar bareng ade," ucap Farel bohong. Pulang sekolah Farel ingin mengajariku agar rankingku naik.

"Lho kamu punya ade?" tanya Mia yang baru tahu.

"Iya punya ... udah makan lagi sana, nanti keburu habis," Farel menghentikan pembicaraan lantaran tidak tahan berbicara lama-lama dengan Mia.

Mia mengerucutkan bibir seraya bergumam, "padahal aku tahu adik kamu."

Farel menghela napas yang dilanjut mengusap kepala Mia, "nanti juga kamu tahu," ucap Farel kemudian.

Blush!

Mia masih belum terbiasa dengan perlakuan Farel yang lembut.

Dari jauh Nadine melihat interaksi antara keduanya. Senyum licik terpampang di wajahnya. Nadine senang Farel jatuh keperangkapnya.

***

Setelah pulang sekolah, aku tidak langsung pulang. Aku mampir ke supermarket untuk membeli cemilan guna menemaniku belajar. Disana aku bertemu dengan Farel.

"Lho Farel?" panggilku.

"Oh hai Kei, lagi jajan juga?" balas Farel basa-basi.

"Iya dong! Tumben banget kamu jajan, biasanya kamu lebih milih nabung," komentarku sembari memilih cemilan.

"Untuk sekarang sih ngga nabung dulu. Soalnya ada yang doyan makan cemilan saat belajar," ujar Farel.

"Siapa?" tanyaku.

"Namanya sih Keisha Ayudia," jawab Farel santai.

"Lho aku dong? Bentar ... emang kita mau belajar bareng?" heranku.

Farel mengangguk dan berkata, "iya! Aku mau ajarin kamu biar rangkingmu naik! Setidaknya masuk 10 besar."

"Ngga usah repot-repot, ngga di remed aja aku udah seneng," ucapku.

"Kapan sih Kei repotin aku?"

Aku melirik Farel sekilas sebelum berkata, "terserah Farel aja."

"Yes!" Farel bersorak dalam hati.

Dirasa sudah cukup, aku pergi ke kasir untuk membayar, begitu juga dengan Farel. Sesudah membayar kami berjalan ke rumahku. Tidak ada yang istimewa, kami hanya membicarakan suasana kelas yang semakin hari semakin ribut dan pusingnya materi pelajaran.

Drttt ... drttt!

Aku berhenti ketika merasakan getaran pada ponsel yang menandakan ada pesan masuk. Aku melihat nomor tak dikenal yang pernah mengirim pesan sebelumnya. Dia menyemangatiku, dia berharap aku dapat mengerjakan soal ujian dengan lancar. Tanpa sadar aku tersenyum.

Farel yang melihatnya bertanya-tanya, apa yang aku baca dan siapa yang membuatku tersenyum?

Diseberang sana seorang laki-laki sedang bersandar pada kursi yang ia duduki di lingkungan sekolahnya. Ia senang saat mendapat balasan dariku yang berisikan rasa terima kasih serta menyemangatinya dengan emotikon tersenyum.

"Tunggu aku Kei," gumam laki-laki itu.

***

"Farel istirahat dulu 5 menit aja," pintaku lelah. Sudah hampir 2 jam kami belajar tanpa istirahkan bahkan cemilan yang aku beli tidak tersentuh.

"Ok, 5 menit," ucap Farel mengiakan.

Aku langsung merebahkan tubuhku dikasur. Aku sudah kelewat pusing mengingat cara penyelesaian matematika dan juga menghafal materi ekonomi. Aku heran walaupun Farel anak IPA, ia tetap mengerti pelajaran IPS. Memang otaknya tidak sebanding denganku.

"Ayo Kei, udah 5 menit," ucap Farel tepat waktu.

"Farel aku masih cape, otakku ngebul. Tuh lihat ada asapnya," balasku masih tiduran.

"Mana? Ngga ngebul tuh hahaha ..." ledek Farel.

"Cuma orang tertentu yang bisa membalasnya," ucapku kembali duduk.

"Hahaha ... ya udah kita makan dulu cemilannya, sayang bukan udah dibeli tapi ngga dimakan?" ujar Farel.

Mataku langsung berbinar-binar, "beneran?"

"Iya," ucap Farel mengangguk.

"Ok!" Aku langsung mengambil salah satu cemilan kesukaanku.

"Pantes Devan suka sama Kei. Orangnya aja ngegemesin gini," batin Farel.

Aku asik makan sampai tidak menawarkannya pada Farel.

"Aku ngga ditawarin nih?" goda Farel.

"Oh iya lupa hehehe ... nih ambil aja," Aku memberi beberapa cemilan yang langsung ditolak Farel.

"Buat kamu aja," ucapnya lembut.

"Hmm ... ok!" balasku cepat.

Farel mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu, tempat yang memiliki kenangan semasa SMP. Farel tidak menyangka akan kehilangan moment-moment kebersamaannya dulu.

***

"Ih Devan penghapusnya jangan dikemana-manain!" omelku.

"Kok aku sih? Aku pake penghapus sendiri kok," ucap Devan membela diri sendiri.

"Terus kemana penghapus aku?" ujarku mencari penghapus.

"Ini ada sama aku," celetuk Nadine mengembalikan penghapusku.

Saat ini kami sedang belajar bersama untuk menghadapi ujian akhir semester ganjil yang akan dilaksanakan minggu depan. Kami sepakat untuk belajar di rumahku.

Farel yang baru datang hanya menggelengkan kepala melihat ruang tamuku berantakan. Buku tidak dibereskan kembali, peralatan tulis dimana-mana.

"Kalian belajar apa ngapain sih? Kok rusuh amat," komentar Farel.

"Dateng-dateng langsung komentar, udah sini duduk bantuin kita!" sahut Nadine tidak mengalihkan pandangannya dari buku.

"Iya tuh bener!" sambungku.

"Bentar atuh, baru juga nyampe," protes Farel.

"Siapa suruh ikut ekskul pramuka!" omelku.

"Ikut doang, aktif mah ngga," ledek Devan.

"Ck, mana sini!" ucap Farel meminta materi yang tidak kami mengerti.

Cekrek!

Seorang anak laki-laki memotret kami yang sedang memperhatikan dengan seksama penjelasan dari Farel.

Anak laki-laki itu tersenyum melihat kami. Ia senang dapat berteman dengan kami, ia berharap pertemanan ini akan bertahan lama.

"Lho kamu ngapain disitu? Ayo sini! ucapku yang langsung ditanggapinya.

Akhirnya kami dapat belajar bersama dengan tenang.

***

"Farel! Farel!" panggilku.

Perlahan Farel membuka mata, ia tertidur selama menungguku mengerjakan soal yang Farel minta.

"Bisa-bisanya kamu ketiduran saat aku lagi serius belajar!" omelku.

"Aku? Ketiduran?" Farel masih tidak percaya kalau ia ketiduran.

"Iya! Pulang gih, udah jam 6. Nanti kamu dicariin," ucapku.

"Ngga apa-apa kalau aku pulang? Nanti kamu sendiri."

"Iya, ngga apa-apa kok," jawabku meyakinkan.

"Kalau gitu aku pulang ya. Kamu hati-hati," ucap Farel sambil merapikan buku beserta alat tulis.

"Ok siap!" balasku.

Farel masih tidak menyangka akan memimpikan kenangannya dulu.

***

Nadine tengah memandang foto kami saat SMP, foto yang pernah aku lihat sebelumnya. Nadine sangat merindukan Devan, sahabat sekaligus orang yang ia sukai.

Nadine akan berusaha membuatku mengingat kembali agar merasakan sakit yang sama sepertinya.

"Aku akan pastikan Kei mendapatkan ingatannya kembali," gumam Nadine seraya merobek foto sebelum membuangnya.

***

avataravatar
Next chapter