18 Tak Berdaya

"Oh dengan penampilan seperti itu, kau pasti dari desa ya? Hahaha." Silva tertawa mengejeknya. Bruno pun berpikir mungkin seragam yang ia terima dari Arstya terlihat tidak pantas untuknya, bahkan penampilan itu tak bisa menutupi bahwa ia orang desa.

"Orang desa sepertimu tak pantas mengikuti ujian seperti ini. Coba lihat aku, seragamku terlihat mewah bukan? Tentu saja, karena aku anak dari salah satu menteri di kerajaan ini. Orang desa sepertimu tak akan bisa membelinya. Hahaha." Silva tertawa lagi.

Merasa kesal mendengar ocehannya, Bruno tiba-tiba saja berkecumik dan langsung menggertakan tangannya di atas tanah. Silva yang masih memamerkan kesombongannya seketika terpental, melayang di udara terkena sihir tanah milik Bruno.

Silva yang tadinya sombong, terlihat panik dan ketakutan, melihat dirinya melayang dan berteriak meminta tolong seraya menangis. Kemudian ia terjun jatuh ke halaman itu dan Bruno pun menangkap dengan kedua tangannya seraya membisikkan,

"Aku memang orang desa, tapi jangan pernah menganggap remeh orang desa."

Bisik Bruno dingin, terlihat marah dan membantingnya ke tanah sangat keras. Silva menggigil ketakutan dan berlari ke luar area pertarungan. Namun hal itu ia lakukan hanya untuk mengecoh Bruno dan kemudian ia menggunakan sihir kayunya, membuat Bruno terhempas membentur tembok.

Kejadian itu mengingatkannya pada pertandingan yang mana Max juga terhempas karena sihir Api milik lawannya. Bruno pun tergeletak tak berdaya di hadapan Silva, pandangannya mulai kabur, kepalanya meneteskan banyak darah akibat benturan tadi sehingga ia tak bisa berpikir dengan tenang, tubuhnya terasa lemas setelah mengeluarkan sihir tanah.

Silva berhasil membuat Bruno terpojokkan, merasa sombong dan tertawa sangat keras.

"Apa hanya segitu kekuatanmu, orang desa!?" kata Silva seraya tertawa menghina Bruno.

"Aku memang dikenal sebagai orang yang licik, banyak orang yang sudah terkena kelicikanku dan kau adalah salah satunya, orang desa."

Bruno yang sedang terkapar berusaha bangkit untuk melanjutkan pertarungannya. Namun setiap dia berusaha berdiri, tubuhnya tak sanggup menahan semangatnya yang membara.

Silva masih mengoceh panjang, tak segan-segan menendang Bruno berkali-kali sambil mengejek dan meneriakinya. Tak ada peringatan apapun dari Byrne.

Bruno tak mau dirinya dipermalukan dihadapan banyak orang, tiba-tiba saja gelang sihir Bruno menyala terang seperti tambang berlian. Gelang itu menyala tanpa ada yang menyadarinya bahkan Bruno sendiri. Tiba-tiba saja Bruno melonjak, melompat seraya menendang Silva tepat di mukanya, membuat ia terpental menjauhi Bruno.

Bruno memang sudah bangkit namun tubuhnya seperti dikendalikan oleh gelang sihirnya. Kemudian ia mengombinasikan sihir api dengan sihir tanahnya yang membentuk bola api raksasa dan bongkahan-bongkahan tanah mengelilingi bola api itu. Silva yang melihat bola api itu juga berupaya menahannya dengan sihir kayunya.

"Lumber Shield!"

Namun sihir bola api Bruno lebih tangguh dan Silva gagal menahan dan terkena bola api itu. Dengan sihir pertahanan yang dimiliki Silva, ia terkapar, tak sadarkan diri dan seragam yang ia kenakan, dihiasi robekan akibat sihir apinya.

Para peserta merasa terkesima melihat pertandingan itu, terkagum pada Silva yang masih bisa bertahan dari sihir api yang gila itu.

Normalnya orang terkena sihir itu sudah pasti gosong terbakar. Namun peserta lainnya lebih terkesima melihat Bruno yang melakukan serangan balik yang dahsyat. Byrne yang mengawasi pertandingan tak melihat niat Bruno untuk membunuh Silva, pertandingan ini masih bisa dilanjutkan

Namun tahu-tahu Bruno sudah terkapar lagi dan kali ini ia pingsan. Disisi lain, Silva yang menjadi lawannya juga pingsan karena syok menahan bola api raksasa itu. Gelang sihirnya pun kembali seperti semula.

Pemenang pertandingan ini pun belum ditentukan karena mereka sama-sama tumbang. Byrne lebih mengutamakan keselamatan mereka dan memanggil pengurus Green Vallen untuk menggotong mereka ke rumah sakit menyusul Max. Byrne pun melanjutkan ujian itu dan kali ini ditemani oleh Cadmus untuk berjaga-jaga jika ada situasi lebih parah dari sebelumnya.

Disisi lain, Arstya, Myne dan Malvia berjuang mati-matian membuat ramuannya masing-masing. Arstya berencana membuat ramuan yang bisa menyembuhkan luka, Myne dan Malvia pun berencana membuat ramuan yang bisa membuat seseorang menjadi tak kasat mata.

Tingkat kesusahan tentu lebih rumit ramuan yang akan dibuat si kembar itu. Membutuhkan waktu 5 jam, Arstya berhasil menyelesaikan ramuannya dan menjadi peserta pertama merampungkan ujian itu. Selang satu jam disusul oleh Myne yang berhasil menyelesaikannya.

Malvia pun mulai panik, melihat teman dan kakaknya telah mendahuluinya meninggalkan ruang ujian. Ia juga terlihat panik karena waktu ujian yang ditentukan sudah hampir selesai. Ramuan buatannya sempat terhenti sebab tak ingat beberapa bahan ramuan untuk menyempurnakan ramuannya.

Dua menit sebelum waktu ujian selesai, Malvia pun mulai kacau pikirannya. Ia langsung meracik ramuan itu tanpa ramuan dasar dan menyerahkan ramuan itu dengan raut muka pasrah, kemudian menyusul Myne dan Arstya yang sudah menunggunya di ujung lorong.

"Bagaimana dengan ramuan yang kau buat? Apakah lancar?" tanya Arstya. "Wajahmu terlihat sedikit panik dan tegang."

"Ya, semua lancar. Kita hanya menunggu hasilnya," kata Malvia, tangannya sedikit gemetar.

"Aku dengar di ujung lorong lainnya ada sebuah kaca raksasa, kita bisa melihat halaman depan dari bangunan ini."

"Kalau begitu, ayo kita kesana sebelum ujian itu berakhir. Aku ingin melihat keadaan mereka berdua." Myne mendahului Arstya dan Malvia menuju kaca raksasa itu.

"Sepertinya ini pertarungan terakhir, dilihat juga matahari sudah hampir sirna. Tapi aku tidak melihat mereka berdua. Dimana ya Bruno dan Max?" tanya Arstya pada si kembar itu.

Tiba-tiba saja ada dua gadis lewat, sedang membicarakan peserta yang sedang dirawat.

"Apa kau tahu, ada tiga peserta belum-belum sudah masuk rumah sakit. Katanya mereka semua terluka."

"Ya kau benar. Aku dengar dua diantaranya berasal dari desa yang sama."

"Sial sekali mereka ya, kuharap mereka segera siuman."

Mereka bertiga mendengar percakapan singkat itu pun entah mengapa Bruno dan Max yang ada dipikiran mereka. Arstya mengajak Myne dan Malvia melihat keadaan mereka berdua, namun sebelum sampai rumah sakit, pengumuman untuk para peserta baru berkumpul di halaman depan sudah diumumkan.

Tepat jam lima sore, semua peserta sudah berbaris di depan gedung sesuai pilihannya, kecuali mereka Bruno, Max dan Silva. Tak lama, Cadmus dan Catherine dan pengurus lainnya pun mulai terlihat satu-satu persatu. Dan di belakang mereka muncullah Profesor Nepomuceno berjalan pelan melewati diantara pengurus lainnya yang sudah berbaris memanjang ke belakang.

Nepomuceno pun berpidato selama 20 menit lamanya membuat para peserta itu merasa bosan dan kelelahan.

"Dan tiba saatnya untuk mengumumkan para peserta yang lolos ujian Green Vallen ini," teriak Nepomuceno, dan diikuti pukulan gong, membuat situasi di halaman semakin tegang.

Namun tiba-tiba saja Silva, Bruno, dan Max menyelinap keluar dari rumah sakit dengan perban-perban tebal berwarna krim yang melilit beberapa tubuh bagian mereka tanpa sepengetahuan pengurus Green Vallen.

Kemudian mereka bergabung diam-diam di barisan paling belakang, yang mana mereka membuat barisan sendiri. Arstya tak sengaja mengetahui hal itu, tak tahu harus merasa sedih, senang, atau kesal.

Tubuh mereka bertiga dipenuhi perban yang melilit kencang, namun Max lah paling banyak lilitan perbannya.

Kemudian salah satu pengurus Green Vallen bernama Neger, keluar dari barisan dan membuka perkamen yang ia simpan di dalam saku jubahnya dan teriak jelas "Aku akan membacakan nama peserta yang lolos ujian tahun ini. Aku harap kalian mendengarkan, karena aku tak akan mengulangi."

Peserta yang diumumkan pertama kali ialah peserta yang akan menghuni gedung SouthEater.

"Peserta yang pertama lulus ialah Claude de Hans."

Para profesor dan peserta tak segan-segan memberinya tepuk tangan yang keras karena bakat sihir yang ia punya.

"Silahkan berdiri di barisan paling depan."

Satu per satu nama disebutkan tapi tidak terdengar nama Bruno dan Max. mereka pun pesimis tidak lolos, lantaran mereka berdua tumbang di ujian tadi. Mereka berdua menundukkan kepala, merenung apa yang harus mereka lakukan jika tidak diterima sebagai siswa Green Vallen.

Kemudian sudah sampai ujung peserta, hanya tersisa tiga peserta lagi yang akan mengisi kedudukan sebagai siswa di SouthEater. Bruno dan Max masih saja pesimis, muka mereka lebih suram dari sebelumnya, bahkan Max sempat bergurau dingin lebih baik mati daripada tidak termasuk dalam bagian Green Vallen.

"Baiklah tinggal tersisa 3 peserta yang lolos ujian tahun ini. Silva!" teriak Neger sangat jelas, membuat Silva menunjuk dirinya sendiri dan melongo kenapa ia bisa lolos ujian ini. Bruno merasa iri terhadap Silva, ia merasa dirinya lebih pantas daripada Silva.

Silva pun masa bodoh dengan keputusan Green Vallen dan melonjak-lonjak girang seperti kera yang berhasil menaklukkan mangsanya.

"Dan dua berikutnya ialah…." Bruno dan Max yang tadinya pesimis, tiba-tiba saja memejamkan matanya, mengepal kedua tangan, berharap bisa lolos ujian juga.

"…. Bruno dan Max!!" teriakan Neger lebih lantang lagi, bahkan suaranya terdengar sampai ujung Ibukota Kerajaan. Mereka pun membuka mata lebar-lebar dan langsung melonjak mengikuti gerakan selebrasi Silva.

"Hei, Kepala Lemon. Kita berdua lolos" ucap Bruno pada Silva terkekeh keras.

"Ya kau benar, orang desa," entah mengapa mereka berdua jadi lebih akrab yang sebelumnya mereka seperti saling membunuh. Arstya, Myne dan Malvia tersenyum bahagia, senang melihat teman dekatnya selangkah mencapai impiannya.

Kemudian Neger membuka perkamen selanjutnya yang berisi nama-nama peserta yang akan masuk ke bagian Higibana. Kini giliran mereka bertiga yang sama-sama menelan ludah, resah dengan perkamen yang dibawa Neger.

"Peserta pertama yang lolos ialah… Verraman." Arstya, Myne dan Malvia memutar kepala ke kanan dan kiri mencari orang yang bernama Verraman. Nama itu terdengar seperti laki-laki. Kemudian keluarlah ia dari barisan dan berdiam di hadapan para peserta Higibana.

"Selamat kau membuat sejarah baru. Sejauh ini peserta pertama yang lolos ujian selalu perempuan. Tentu saja kau lolos pertama karena kualitas ramuan buatanmu sangatlah bagus dan langka. Kuharap kau bisa menciptakan ramuan baru, yang belum ada di tahun-tahun sebelumnya," kata Neger penuh harapan.

avataravatar
Next chapter