1 DARREN

DI negeri atas awan dunia Fantasi, para malaikat sedang sibuk menjalankan rutinitasnya sehari-hari, mereka punya kedudukan masing-masing dan tugas masing-masing. Hanya seorang ratu saja yang tidak melakukan apa pun, kecuali hanya memerintah bawahannya.

"Enak saja! Siapa yang bilang saya pengangguran dan hanya bisa merintah anak buah?!" protes sang Ratu yang duduk di singasananya, dengan mengenakan gaun biru muda yang melebar ke bawah namun terbuka sebagian di dada.

"Am--am-" Malaikat wanita yang berada di bawah tangga singasana tergugu takut ketika sang ratu sudah marah.

"Ngomong yang betul. Jangan am, am, memangnya saya Ibumu apa? Kausuruh kasih makan!" Ratu berbicara kesal.

"Ampun paduka Ratu malaikat,"

"Saya tidak perlu ampunmu, bilang siapa yang berani ngomongin saya?"

"Darren, paduka Ratu"

"Darren. Si tukang selfie dan bermain boneka itu?"

"Benar paduka Ratu." Malaikat wanita itu mengangguk.

"Panggil dia Ke sini. Cepat!" perintah sang Ratu tegas.

"Ulala... ulala... ulala... ulala." Darren bernyanyi. Pemuda tampan dengan sayap berwarna putih itu sedang asyik melatih senam para ibu malaikat lainnya, yang ingin tampil bugar.

"Darren, dipanggil ratu tuh."

"Ngapain si pemarah itu manggil?" jawab Daren masih bersenam ria.

Malaikat wanita itu marah. "Cepatlah nanti aku yang kena marah ratu!"

"Ish, iya ... iya." Darren bernada malas. Tetapi kemudian wajahnya berubah ceria.

Darren dengan semangat bertepuk sekali.

"Ibu sekalian, senamnya kita lanjut besok ya, maaf lo."

"Cepatlah jangan banyak gaya kamu!"

"Sentimen!" Darren mencibir seraya berlalu.

"Biar rasa! Dimarah ratu." Wanita itu menyumpahi.

*~0~*

SANG ratu sedang gelisah, dia berjalan bulak-balik, duduk lalu berdiri, berdiri duduk lagi

"Posisi yang enak yang mana ya? Kok, ga betul semua?" gumam Ratu. Dia lalu duduk di bawah kursinya, bersila di situ.

"Harus ya? Ratu pakaiannya begini?" Ratu bertanya pada pelayannya yang sedang berdiri untuk bersiaga kalau-kalau sang ratu memerlukan apa-apa.

"Maaf, Baginda saya kurang paham betul tentang mode pakaian."

"Pakaian ini sempit dan terlalu panjang, saya tidak suka bila berjalan di taman, takut gaun saya terkena kotoran." Ratu mengeluh.

"Maaf, baginda tolong jangan mengeluh karena saya yang harusnya mengeluh." Pelayan itu berbicara datar.

"Ada apakah gerangan masalahmu itu, pelayan tercintaku?" Ratu berucap penuh kasih sayang.

"Jangan ada skandal di antara kita, semua terserah padamu aku begini adanya...." Pelayan itu malah bernyanyi.

"Suara mirip tikus beranak dalam kubur, diperdengarkan, mana tahaan ...," ujar Darren yang baru saja memasuki istana ratu.

"Siapa orang ini? Kenapa berani masuk tanpa izin?!" Ratu Elya membentak Darren.

"Sudah dapat izin atau ada buat janji mau ketemu saya?"

"Maaf Baginda, itu yang namanya Darren." Pelayannya menegur.

"Oh, jadi kamu Darren, si penggosip yang bilang saya cuma bisa marah, suka perintah!" ucap Ratu Elya dengan nada menahan marah. Posisi duduk tetap sama yaitu duduk bersila di bawah samping kursi kebesarannya.

"Siapa perempuan cantik yang mengenakan pakaian mewah dan duduk di bawah ini wahai Ratu?" Darren bertanya pada pelayan yang berdiri itu. Sang ratu molotot dan pelayan itu ternganga.

Menurut segi pandang Darren, pelayan itu di bawah dan apabila perempuan itu duduk di bawah sudah dapat diartikan sendiri bagaimana statusnya.

"Ngomong apa kamu barusan?!" Ratu Elya mulai kalap.

"Maaf, baginda Ratu yang terhormat. Kenapa pelayan Anda marah dan pakaian itu terlalu kebagusan untuknya." Darren mengelus dagunya.

"Saya ratu di sini dan dia pelayan saya! Mengerti!"

"Mana ada ratu yang duduk di bawah sementara pelayan berdiri kalau mimpi jangan terlalu jauh nanti tersesat, lo."

Ratu berdiri kemudian dengan kesal duduk di kursinya. Ratu berpaling pada pelayannya.

"Pelayan kasih tahu ke dia, punya mulut dikuras dulu ... pakai obat air, satu kontiner."

"Maaf, saya sudah mengenal yang namanya pasta gigi dan obat kumur, jadi tidak perlu tuh."

"Songong benar orang ini!" batin sang Ratu emosi.

Akhirnya pelayan itu juga yang maju dan berbicara pada Darren. Kalau dibiarkan lebih lama lagi, tidak akan ada habisnya, sementara perutnya sudah keroncongan dari tadi, maklum jam makan siang. "Dia ini ratumu, masa kamu tidak kenal?" Pelayan itu bertanya pelan.

"Sengaja aja, pengen bikin dia marah." Darren berkata santai.

Sang ratu menangis dalam hati. "Ternyata aku ga dianggap." Dia berbicara dengan dirinya sendiri.

"Kalau cuma ngomongin gosip mahalan itu, saya tidak mau membahasnya." Darren berbicara pada ratu.

"Murahan!" Ratu meralat kesalahan bicara Darren.

"Bagi saya mahal karena murahan sudah biasa bagi saya. Hahahaha." Darren tergelak mendengar pernyataan yang keluar dari mulutnya sendiri.

Pelayan dan ratu hanya diam dengan wajah kesal, bola mata mereka berputar.

"Karena kamu lancang ngomongin saya, saya ada tugas buat kamu." Ratu mulai membuka pembicaraan setelah Darren benar-benar diam.

"Aspirasi rakyat Paduka, masa mengeluarkan pendapat saja bisa dapat hukuman? Ini tidak adil pokoknya saya protes!" Darren berseru. Telunjuk jarinya diacung-acungkan ke atas.

Pelayan itu membungguk dan berbisik pada ratunya yang sedang duduk. "Kasih alasan yang masuk akal, biar dia tidak menyadari kalau sedang dihukum."

"Kenapa saya harus berbicara baik ke dia?" Ratu itu berbisik kesal.

"Kualisi-nya ada di mana-mana, dia orang berpengaruh di manajemen Ibu-Ibu kompleks sebelah, bisa bahaya kalau dia bisa menggerakkan demo di kerajaan kita." Pelayan itu menasehati.

"Cih. Laki kok bergaulnya sama ibu komplek gitu." Ratu berdecih

Ratu mulai berbicara lagi pada Darren. Mencoba tersenyum ramah, padahal dalam hati ingin rasanya marah-marah. "Baiklah anggap itu liburan dan bukan hukuman, apa kau mau?" ucap ratu dengan senyum dipaksakan, bila dilihat dengan teliti lebih mirip meringis.

"Hallah, modus! Ngomong tugas apa yang aku perlu kerjakan, lagian aku bosan tinggal di sini?" Darren mengibas telapak tangannya sekali lalu memerhatikan kukunya yang belum disalon. "Ini kuku, kok dekil amat, ya." Darren bergumam sendiri.

"Baiklah, turun ke Bumi cari seorang anak yang mau berpetualang ke dunia Fantasi. Bimbing dan awasi dia, sanggup?"

"Ya, elah, cuma itu doang, kecil." Darren menjentikkan jarinya.

"Dasar songong!" Ratu Elya menggerutu pelan.

"Jadi kapan saya bisa kerja?"

"Sekarang kamu lihat gadis yang sedang berada di halaman sekolah itu." Sang ratu menunjuk cahaya hijau ciptaannya. Sebenarnya cahaya itu berawal dari sinar yang dikeluarkan dari kesaktian sang Ratu, lambat laun sinar itu berubah menjadi cahaya menyilaukan dan pudar menjadi sebuah cermin dan menampilkan gambar seperti yang mereka saksikan saat ini.

Terlihat seorang anak perempuan berumur enam belas tahun, berkacamata, rambut berkepang dua, dengan seragam putih abu-abu sedang berdiri di bawah tiang bendera sambil memberi hormat pada bendera dan lucunya dia hanya sendiri di situ.

avataravatar
Next chapter