webnovel

Tiba di Kota Seul

"Bro... apa kau bercanda? Dengan tinggimu yang lebih dari 180 cm dan tubuh tegapmu itu, kau bilang kalau kau lemah, lalu bagaimana dengan orang sepertiku ini?" Buya merasa jika Hagin Nariya tengah bercanda dengannya, dia tidak percaya jika orang seperti Hagin akan menyatakan dirinya lemah.

Dengan wajah maskulin yang memancarkan kedinginan serta memiliki tubuh yang tegap bak pilar setinggi 185 cm, bagaimana bisa Buya mempercayai perkataan Hagin. Buya sendiri memiliki penampilan rata-rata serta dengan tingginya yang hanya 175 cm dia lebih pendek daripada Hagin. Pantaslah, jika Buya merasa aneh dengan perkataan Hagin yang menyatakan kekuatannya, dari penampilan fisik saja sudah terlihat betapa kuatnya Hagin bukan.

Kesampingkan soal tinggi Hagin, hanya dengan menatap matanya saja orang-orang akan merasa tak berdaya dan lemas. Buya yakin jika saja Hagin berada di samping seorang preman maka preman itu tampak seperti bayi, aura dingin dari Hagin begitu menusuk. Hanya saja aura dingin itu jarang Hagin Tampilkan.

"Apa aku tampak seperti itu Bro? Hei.. jangan melihatku seperti itulah, daripada memikirkan perkataanku tadi--- " Hagin mengambil salah satu snack yang dia beli di toko lalu membaginya pada Buya."Lebih baik kau makan ini saja Bro, perjalanan ini akan memakan waktu cukup lama, jangan sampai perutmu itu kosong melompong."

Setelah mengambil Snack yang diberikan Hagin serta memakannya, Buya mengatakan, "Snack ini cukup enak. Tentu saja Bro, tapi kereta ini lebih tenang daripada biasanya. Aku heran... biasanya jam-jam seperti tadi kereta akan selalu penuh namun saat ini terasa sangat longgar. Aneh, bukan? Biasanya kereta ini tidak kosong."

"Iya aku baru sadar setelah kau mengatakannya memang aneh. Ini tidak seperti biasanya. . apakah ada sesuatu yang terjadi? Hei, carilah di internet mungkin saja ada berita atau ini hanyalah hari keberuntungan kita." Tidak hanya meminta Buya mengecek berita di ponselnya, Hagin sendiri juga mencari berita di ponselnya.

Selang beberapa saat, Buya dan Hagin menaruh ponselnya lalu mereka berdua menggeleng serempak. Kekhawatiran mereka akan anehnya suasana di kereta hanyalah asumsi semata dan mereka hanya beruntung saja karena mendapatkan kereta yang kosong, sehingga mereka dapat leluasa di kereta tanpa harus berdiri seperti biasanya.

"Maaf, Bro, aku kira ada sesuatu yang aneh dengan situasi ini ternyata tidak ada apa-apa hehe.... " Dengan senyum permintaan maafnya Buya melihat Hagin.

"Huh... sama aku juga berpikir begitu, jadi semuanya baik-baik saja. Oh ya... bagaimana dengan tempat tinggalmu di kota Seul nanti, apa sudah menemukan apartemen untuk tinggal?" tanya Hagin, dia sendiri telah menemukan apartemen kecil untuk menjadi tempat tinggalnya sehingga dia sedikit khawatir dengan Buya. Jika Buya belum menemukan tempat tinggal, Hagin hendak menawarkan tempatnya agar mereka dapat tinggal bersebelahan.

"Apartemen ya... tentu saja aku sudah menemukannya Bro... meskipun hanya apartemen kecil saja, kenapa kau menanyakannya, apa kau belum mendapatkannya Bro---" Buya balik tanya pada Hagin perihal hal yang sama.

"Jika belum menemukannya aku merekomendasikan Apartemen Ichidori Bro... meski hanya memiliki Apartemen kecil saja , fasilitas yang mereka punyai cukup baik dan tentunya dengan harga yang murah tempat itu bisa jadi tempat yang cocok bukan untuk kita," lanjut Buya.

"Eh, kau juga tinggal di Apartemen Ichidori, haish... ini menjadi menarik, Bro... aku juga tinggal di apartemen itu. Tampaknya tahun-tahun mendatang aku akan mengandalkanmu bahkan mungkin saja besok aku akan merepotkanmu," seru Hagin sambil memegang pundak Buya.

"Hahahaha, tak kusangka kita akan tinggal di satu tempat yang sama, Bro. Seperti katamu, ini bakalan menarik, aku tak sabar melihat apa yang akan terjadi esok hahaha---" ujar Buya sembari tertawa.

"Eh, kenapa esok, Bro, memangnya apa yang terjadi esok hari? Bukankah ini membingungkan kenapa kau bilang seperti itu. Ada kejadian apa esok hari?" tanya Alder Buya melanjutkan perkataannya.

"Huft... tampaknya kau tidak mencari informasi tentang SMA Hanju lebih dalam lagi bukan---" Hagin tidak menduga jika Buya tidak mengetahui tentang Freshman war di SMA Hanju, dimana para murid baru SMA Hanju akan bertarung satu sama lain untuk menjadi petarung nomor satu kalangan murid kelas satu di SMA Hanju dan mendapat julukan Freshman.

"Ya... mungkin kau tidak tahu, di SMA Hanju setiap tahunnya diadakan Freshman War, di mana akan ada pertarungan antara seluruh murid baru atau kelas satu. Dan dari pertarungan itu orang terakhir yang mampu bertahan akan mendapatkan gelar Freshman. Jadi aku minta bantuanmu untuk menjadi partner di Freshman war tersebut," seru Hagin memberitahu tentang Freshman War pada Buya.

"Oooh, tentu saja, Bro. Aku akan membantumu, bukankah hanya satu orang saja yang dapat memegang gelar Freshman Bro." Meski Buya menyetujui permintaan Hagin, masih ada hal yang mengganjal di benaknya sehingga dia mengatakannya pada Hagjn.

"Hanya satu orang saja tapi aku tidak memedulikan itu karena di SMA Hanju lebih berbahaya jika tanpa partner. Lebih baik aku kehilangan gelar itu daripada harus bertarung denganmu tanpa alasan yang sepadan." nada tenang Hagin membuat Buya tersenyum, terutama kata-kata yang keluar dari Hagin senada dengan apa yang dia pikirkan.

Setelah mereka membahas tentang Freshman War, Buya mulai membicarakan tentang perkelahian yang pernah mereka berdua hadapi bersama. Mengingat perjuangan mereka bersama, Hagin tersenyum lebar. Dia masih ingat bagaimana dia terpesona dengan adegan perkelahian yang akhirnya menjerumuskannya melakukan pertarungan.

Meskipun Buya tidak memiliki fisik setangguh Hagin, dia tetap memiliki kualitas yang baik untuk seorang petarung. Dari sikapnya yang tidak pernah membiarkan Hagin bertarung sendiri itulah yang membuatnya menjadi sahabat Hagin hingga sekarang, ia akan selalu menemani Hagin bertarung dalam kondisi apa pun, baik perkelahian tunggal atau pun perkelahian antar kelompok.

Kereta yang sedari tadi melaju kencang pun perlahan mulai memelan, tak jauh di pandang mata terlihat sebuah stasiun kereta dengan tulisan Kota Seul di atasnya. Mereka berdua tiba di kota Seul, tak berlama-lama di kereta mereka berdua mengambil koper masing-masing dan turun dari kereta sebelum pergi keluar dari stasiun serta mencari taksi.

Beberapa menit setelah mereka meninggalkan stasiun datang sebuah taksi berwarna kuning, sopir taksi segera menawarkan jasa antarnya. Mereka berdua masuk ke dalam taksi setelah sopir taksi menaruh koper mereka ke bagasi mobil.

Hagin menunjukkan alamat yang mereka tuju pada sopir taksi, dan sopir taksi yang paham betul dengan alamat yang diberikan Hagin segera memacu mobilnya dengan kencang.

Next chapter