webnovel

Petals Girl (A Girl Who Owned By Possessive Devil)

Xander dan Daisy dipertemukan pertama kali oleh sebuah situasi dan keadaan yang salah. Xander kecil menemukan Daisy di gunung sampah, sendirian tanpa orang tua. Xander kecil meminta orang tuanya untuk membawa Daisy ikut ke rumah mewah mereka, tentu saja keluarga Xander yang merupakan orang kaya menolak permintaan putra mereka. Xander tak bisa. Hingga suatu hari sebuah kebetulan yang mambuat Xander harus menahan sakit selama beberapa waktu karena menyelamatkan Daisy dari kecelakaan. Xander yang licik memanfaatkan semua itu untuk membawa Daisy untuk tinggal dan sekalu ada di sisinya. Xander yang semain dewasa semakin mencintai Daisy, sudah da banyak hal yang terjadi dari masa kecil ke masa dewasa mereka. Hingga Daisy dan Xander saling mencintai, sebuah kejadian tak terduga terjadi. Sebuah malapetaka datang menghampiri mereka yang baru saja ada di dalam lautan cinta. Mereka mati! Mereka berdua mati dan kembali dipertemukan di dalam dunia fantasi baru bernama SilverDusk. Dengan Xander yang terlahir sebagai putra mahkota, dan Daisy yang terlahir di dalam jiwa seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun yang posisinya hanya pelayan. Xander tak mengingat apapun tentang Daisy sebelum kehidupan di SilverDusk. Tetapi Daisy tentu mengingat semua hal yang pernah ia alami sebelumnya. "Prince Xan, kenapa kau sangat posesif kepadaku? Aku kan sudah dewasa, aku juga ingin memiliki kehidupanku sendiri." "Tak boleh! Isy harus selalu di sini denganku! Aku akan menghancurkan apapun yang berusaha untuk membawa Isy pergi dariku!" Xander yang terlahir kembali menjadi putra mahkota itu semakin posesif kepada Daisy, sama seperti sebelumnya. Bagaimanakah kelanjutan kisah Xander dan Daisy? Nantikan kelanjutannya hanya di dalam Kisah Petals Girl.

Eve_Miraa · Fantasy
Not enough ratings
14 Chs

2- Gadis Tanpa Kebebasan

-6 Tahun Kemudian-

"Daisy," panggil seorang wanita tua dengan seragam maid miliknya.

"Ah ... Bibi, ada apa, Bi?" jawab Daisy dengan kedua tangannya yang sibuk dengan tanaman yang sedang ia rawat.

Saat ini Daisy sedang merawat dan menanam beberapa bunga mawar merah.

"Tiga belas tahun sudah berlalu sejak kejadian hari itu, Isy. Tepat di hari ini," ucap Bibi tua itu-- Arin, dengan menatap sedih kepada Daisy.

Taukah kalian? Sejak kejadian tiga belas tahun lalu, di mana Tuan muda keluarga Alexander mengalami kecelakaan yang telah merenggut kemampuan berjalannya. Sejak hari itu pula Daisy kehilangan kebebasan akan hidupnya.

Mereka menganggkut paksa Daisy, menariknya keluar dari tempat kumuh, tempat di mana Daisy ditemukan dan tinggal sejak kecil.

Ya. Waktu itu Daisy kecil tak tahu apa- apa, yang ia tahu adalah teman barunya yang sangat baik telah menyelamatkannya dan masuk rumah sakit.

Daisy masih polos bahkan hingga kini. Dia sangat malang.

"Daisy, Kaburlah ... pergi dari tempat ini. Hidupmu masih panjang. Kau masih muda," ucap Arin seraya membelai rambut bergelombang sepinggang milik Daisy.

Ya. Daisy kini telah berusia dua puluh tahun. Di usianya yang cukup muda.

"Bi, aku berhutang nyawa kepada Tuan Xander. Aku bahkan tak akan pernah bisa untuk membayar semua hutangku kepadanya," ucap Daisy dengan raut wajah cantiknya yang nampak sangat murung.

"Dia menyelamatkanku dari rasa sakit tiga belas tahun yang lalu, bahkan karena menyelamatkan aku, Tuan Xander sekarang tak lagi mampu berjalan," ucap Daisy menambahkan.

"Daisy," tegur Arin dengan sangat lirih. Arin paham betul bagaimana beratnya beban yang saat ini tengah Daisy tanggung. Daisy masih muda, bahkan tiga belas tahun yang Daisy habiskan di mansion mewah keluarga Alexander ini membuatnya terkurung dari dunia luar.

Sejak Daisy menginjakan kakinya di dalam bangunan mewah ini, sejak saat itu juga kebebasan terenggut dari kehidupannya. Daisy bak seorang merpati yang sayapnya dipatahkan, lalu ditempatkan di sebuah sangar burung.

Ucapan Jesna dan semua yang Daisy dengar hari itu membuatnya selaku sadar apa, siapa, dan di mana posisinya berada.

"Kau berhutang budi pada anakku! Kau, akan menjadi pembantu di sini mulai detik ini!" Jesna berucap lantang pada Daisy kecil saat itu.

"Tapi, Daisy--"

"Kau tak perlu bersuara! Kau hanya perlu menuruti perkataan kami, terkhusus perkataan anakku. Bukan begitu Xander?" tanya Jesna dengan membelai rambut tebal Xander yang sedari tadi terdiam di kursi rodanya.

"Iya," jawab Xander dengan suaranya yang bernada datar.

Daisy sangat sedih, tentu saja, hidupnya bukan lagi miliknya. Iya, tak apa, dia masih bisa hidup dan makan makanan layak. Tapi semuanya hanyalah semu.

.

.

"Daisy!" panggil suara lain dari dalam mansion.

"Bibi, Nyonya sudah memanggilku. Aku harus segera masuk ...," ucap Daisy yang bergegas bahkan berlari, ia terlampau takut jika membuat kesalahan sekecil apapun kepada keluarga Alexander ini.

"Daisy, kuharap suatu saat kau akan bahagia," gumam Arin, maid tua yang tak lagi muda.

Di dalam mansion ini Daisy segera menemui Jesna yang tadi memanggilnya. Daisy membungkuk hormat kepada Jesna.

"Iya Nyonya? Apa Nyonya membutuhkan sesuatu?" tanya Daisy tanpa berani menatap mata Jesna.

Jesna itu sangat membenci Daisy, sejak dulu bahkan hingga detik ini.

"Aku dan suamiku akan pergi selama dua bulan. Kau harus menjaga dan memenuhi segala kebutuhan Xander. Aku tak ingin mendengar keluhan apapun dari Xanderku. Apa kau paham?"

"Iya, saya paham, Nyonya Jesna."

"Bagus. Andai saja putraku mau perawat lain yang lebih profesional. Huh, aku akan membuang dirimu detik itu juga!" ucap Jesna berkeluh kesah.

Pasalnya Xander tak mau perawat ataupun yang lainya, ia hanya ingin gadis tak berpendidikan seperti Daisy untuk merawat dan membantunya mengurus segalnya.

"Berterima kasih lah kepada putraku! Jika tidak, hingga kini kupastikan kau masih menjadi sampah di tempat itu!" ucap Jesna tanpa iba dan pergi begitu saja.

Daisy menunduk, ia tahu jika dirinya memang bersal dari tempat kumuh penuh sampah, ya ... dia tahu, tapi tak bisakah sehari saja ia tak mendengar hinaan atas dirinya?

Daisy juga bisa merasakan sakit di hatinya, setiap cacian dan hinaan yang ia dapatkan selalu membuat bekas luka baru di hatinya yang kini sudah dipenuhi oleh luka.

.

.

Tok, tok, tok.

"Tuan Xander, ini aku, Daisy. Aku membawakan makan siangmu, Tuan."

Daisy berdiri dengan sebuah nampan berisi menu makan siang yang ia masak untuk Xander.

'Cklek'

Pintu itu terbuka secara otomatis. Ya. Ini rumah canggih, kau bisa katakan teknologi sudah sangat maju kala itu.

Dengan segera Daisy memasuki kamar itu. Hal pertama yang akan kalian lihat adalah Hitam.

Benar sekali, Xander adalah penyuka warna hitam, dan Daisy sejujurnya tak pernah menyukai warna hitam itu.

"Tuan Xander, ayo makanlah. Ini sudah masuk jam makan siangmu, Tuan."

Xander, ia semakin tampan walau ia duduk di kursi roda.

Tapi tak bisa dipungkiri jika bahkan wajah rupawan yang Xander milikki bisa membuat setiap wanita mengabaikan dunia jika kalian ersitatap langsung dengan Xander. Dia bak dewa yang begitu sempurna dari berbagai sisi.

Walaupun begitu, tatapan Xander itu begitu tajam. Seperti saat ini, dia tengah mengamati Daisy dari atas hingga bawah. Seolah olah ingin melahapnya hidup-hidup.

"Kau darimana?" pertanyaan singkat itu keluar dari bibir berbentuk hati milik Xander.

"Angg?"

Daisy binggung. Ia ingat, ia lupa jika Xander memang tak mengizinkanya keluar dari bangunan utama mansion.

"Dari mana?" tanya Xander dengan mendesis.

"Aku dari kebun mawar, Tuan. Maaf sebelumnya aku tak meminta izinmu," ucap Daisy dengan sedikit gugup.

"Kau lupa peraturanya?" tanya Xander kemudian.

Daisy menggeleng, ia sebenarnya hanya menggantikan tugas salah satu pelayan yang sedang sakit, ia pikir tak masalah, kan? Lagipula seharusnya Xander tak tahu.

"Jawab aku, Isy."

"Tuan Xan, tadi aku hanya menggantikan Bbi Ata. Bibi Ata terkena demam tadi pagi, badanya sangat panas, dan aku menggantikan tugasnya untuk menanam mawar di kebun," ucap Daisy dengan jujur dan terlampau polos.

Xander lagi-lagi terdiam. Ia memandangi Daisy dengan sangat tajam, hingga yang ditatap takut sendiri.

"Suapi aku!" perintah Xander dingin dan datar.

Dengan segera Daisy menyuapi Xander, ya.. Ini hal biasa, Daisy akan selalu menyuapi Xander makan.

Jika kalian pikir sikap Xander pada Daisy masih lembut seperti awal pertemuan mereka, maka kalian salah besar. Xander berubah, ia menjadi pribadi yang sangat dingin dan ya.. Menyeramkan.

"Jangan keluar mansion tanpa memberitahuku. Apa kau lupa?" ucap Xander memandang Daisy yang menyuapinya.

"Maaf," cicit Daisy.

"Jangan ulangi."

"Tap--"

"Diam!" desis Xander dingin.

Setelahnya hening tak ada yang membuka suara, Daisy bergegas ia telah selesai menyuapi Xander makan.

"Masuk kamarmu dan jangan keluar sampai aku membutuhkanmu." ucap Xander pada Daisy yang ingin melangkah keluar.

"Baik Xander," ucap Daisy dengan patuh dan pergi dari sana.

"Daisy. Wajah ketakutanmu sangat manis" gumam Xander dengan tersenyum licik.

.

.

Kamar yang tak besar ataupun kecil. Ah. Ini pas.

Daisy tengah duduk di ranjangnya. Ini masih siang. Dan ia tak akan bisa melakukan apapun hingga Xander datang dan menyuruhnya melakukan sesuatu.

Daisy sungguh bosan.

Kamarnya sangat membosankan, tak ada apapun. Hanya ada ranjng, lemari berukuran sedang, penghangat ruangan, dan Jendela kecil bertrails dipojok ruangan.

Daisy duduk memeluk lututnya. Menutup matanya seolah mengistirahatkan jiwa dan raganya.

"Aku lelah ...," gumam Daisy murung.

"Tuhan, apa kau kini tengah mendengarkan aku?"

"Aku ingin sedikit membagi bebanku padamu. Tuhan tahu? Kak Xander telah banyak berubah. Dia tak sama seperti Xander yang aku kenal tiga belas tahun yang lalu ...." Daisy berucap sendiri. Seolah sedang berdialog dengan Tuhan. Ah, dia memang sangat polos.

"Tuhan, kenapa aku ada di dunia ini? Kenapa kau tidak mencabut nyawaku, dan biarkan aku menjadi pembantu di surgamu saja?"

"Setidaknya, akan lebih baik untukku menjadi pembantu di tempatmu, ketimbang berada di dalam mansion ini."

'Tes'

'Tes'

Daisy menangis di kamarnya, ia menangis dalam diam, terlalu takut untuk bersuara.

"Bisakah aku pergi dan mengakhiri ini semua? Tuhan?" lirih sekali Daisy berucap.

Di ruangan lain tanpa ada yang tahu ternyata Xander mendengar semua keluh kesah Daisy.

"Daisy, aku tahu caraku untuk memilikimu ini sangat salah. Tapi percayalah aku menginginkanmu, aku mencintaimu. Dan ya, kau tak akan bisa pergi dari sini, dari hidupku."