1 1- Awal Yang Licik

"Mama aku punya teman. Dia manis sekali. Tapi dia tak punya orang tua, bahkan dia tinggal di rumah kardus di dekat gunung sampah."

Seorang anak lelaki sedang berbicara kepada ibunya.

"Lalu apa maumu, Xan?" tanya Jesna.

"Aku ingin dia tinggal di sini, Mama. Aku sangat kasihan padanya, dia sendirian di luar sana."

"Hei, Xan! kau tahu? Kita ini keluarga terpandang, jangan kotori tangan kita untuk anak tak jelas seperti teman yang kau bilang itu!" ucap tegas Ethan, Ayah dari Xander.

"Tapi Papa, dia sendirian di luar sana. Dia tak memiliki siapapun," ucap Xander dengan mata berkaca-kaca, karena permintaannya di tolak oleh kedua orangtuanya.

"Tidak!" jawab Jesna dan Ehtan bersamaan.

.

.

"Hei! Kenalkan, namaku ... Xander."

Xander kecil memperkenalkan dirinya untuk kali pertama di hadapan gadis kecil dengan pakaian kumuh yang menutupi kulit putih susu yang dia miliki.

"Hmm?"

Gadis kecil itu tak menjawab apapun, dia hanya bergumam seraya menatap Xander yang jauh lebih tinggi dari tubuh pendek milik gadis kecil itu.

"Aku Xander. Siapa namamu?" tanya Xander dengan pelan agar tak menakuti gadis kecil itu. Xander lalu mulai mendekatkan tubuhnya, melangkah agar semakin dekat dengan tubuh kecil nan mungil itu.

Namun, gadis kecil itu justru memilih untuk mundur, ia juga menundukkan kepalanya dalam-dalam. Niat hati ingin berlari, tapi Xander telah menahan tangannya lebih cepat.

"Tunggu!" Cegah Xander.

"Anu, jangan marahi Isy. Isy akan segera pergi, " ucap gadis kecil itu dengan suaranya yang sangat lirih.

"Jangan takut aku tak akan mengusirmu, Isy."

"Apa Isy adalah namamu? Namanya unik sekali."

Xander sebisa mungkin memperlihatkan sikap ramahnya, agar membuat gadis kecil itu tak lagi memandang takut ke arah Xander.

"Iya, nama Isy adalah Daisy. Isy tak tahu siapa yang memberikan nama itu, tapi sebelum paman Ose meninggal beberapa tahun yang lalu, Paman selalu memanggil Isy dengan nama Daisy."

Daisy menceritakan kisahnya, sebagian kisah kelam di usianya yang baru menginjak tujuh tahun lebih.

Xander menjadi lebih simpati kepada gadis kecil itu. Xander tak pernah menyangka jika dirinya akan menemukan Daisy, gadis kecil nan malang di tempat seperti ini.

"Isy, apa yang kau lakukan dengan karung itu?" tanya Xander sembari menunjuk karung yang ukuranya jauh lebih besar daripada tubuh Isy.

Isy menoleh lucu, dia memandangi karung yang ia letakkan di bahu mungilnya.

Isy tersenyum ceria dengan lesung pipi di bagian kanan pipinya, dia dengan sangat bersemangat menjawab pertanyaan Xander.

"Ini karung berisi botol bekas, kardus, dan banyak rongsokan lain, kak Xander."

Jawaban yang Isy utarakan lagi dan lagi membuat sesuatu di dalam dada Xander kecil berteriak tak terima.

'Mengapa Tuhan memberikan nasib yang sangat buruk kepadanya?' batin Xander penuh tanya.

"Mengapa kau mengumpulkan semua barang itu?"

tanya Xander lagi.

"Isy mengumpulkan ini untuk di berikan kepada Paman Samy, dia nanti akan memberikan Isy sekotak makanan jika Isy membawa banyak karung," jawab Isy dengan wajah ceria, dia bahkan sama sekali tak malu untuk mengakui pekerjaannya sebagai pemulung yang miskin.

Xander memandang lekat wajah Daisy. Dia sedang merasakan sebuah perasaan aneh yang sangat asing di dalam hati dan pikirannya.

"Daisy? Mau menjadi temanku?" pertanyaan itu keluar tanpa mampu Xander tahan.

Xander mulai memiliki ketertarikan dengan Isy, gadis kecil yang takdirnya kejam.

Daisy membelalakkan matanya. Dia tak salah dengar kan?

"Kakak mau menjadi temannya Isy?! Kakak serius?!"

tanya Daisy yang masih tak percaya dengan pertanyaan Xander barusan.

Daisy tak memiliki teman barang seorangpun, sedari ia kecil temannya hanyalah kucing liar dan kupu-kupu berwarna-warni yang menyukai madu bunga yang Isy tanam di depan gubuk reyot miliknya.

"Ya, Daisy, sekarang aku temanmu. Jangan ragu untuk meminta bantuanku, oke?" ucap Xander dengan senyuman yang sangat jarang dia perlihatkan kepada siapapun. Tangan dinginnya ia gunakan untuk mengelus pelan rambut bergelombang milik Daisy.

Tanpa rasa jijik, bahkan Xander juga mengelap buliran keringat yang Isy keluarkan akibat panasnya cuaca hari itu.

"Kakak, jangan mengelap keringat Isy, nanti tangan kakak akan menjadi kotor."

Isy segera menjauhkan tangan Xander dari wajahnya yang berkeringat. Dia takut jika nantinya tangan dari teman barunya itu kotor dan bau akibat keringat Isy yang begitu banyak.

"Kita teman, teman tidak saling jijik, Daisy."

Xander tersenyum, dia kembali mengelap keringat Isy, dan kali ini Isy hanya mengangguk dan setuju. Gadis kecil itu membiarkan Xander mengelap keringatnya.

Sejak hari itu, Xander dan Isy selalu bermain bersama. Walau pada kenyataannya kasta mereka berdua jauh berbeda, mereka bagaikan langit dan bumi. Xander adalah langit dengan kekayaan yang begitu banyak, sedangkan Isy hanya gadis sebatang kara yang hidup di tumpukan gunung sampah.

Setiap hari tanpa sepengetahuan Jesna dan Ethan, Xander selalu menemui sahabat barunya itu.

Bahkan tanpa jijik Xander mengikuti Daisy mengais sampah demi sampah di gunung berisi tumpukan yang memiliki aroma busuk.

Kalian bisa mengibaratkan jika Daisy adalah berlian berkilau yang tertimbun di gunung sampah, lalu Xander adalah orang beruntung yang menemukan berlian seperti Daisy.

Hingga pada suatu hari kejadian tak terduga menimpa mereka berdua.

Sebuah kecelakaan yang mengakibatkan Xander kehilangan salah satu kemampuan tubuhnya dalam bergerak.

Xander merelakan dirinya tertabrak oleh sebuah truk pengangkut kayu. Xander menyelamatkan nyawa Daisy.

"Daisy! Awas!"

Xander mendorong tubuh mungil Daisy dengan kuat, sehingga tubuh itu kini telah berada dengan aman di sisi jalan, menyisahkan Xander yang harus merelakan tubuhnya di tabrak oleh bagian depan truk besar itu.

Brak.

Suara nyaring dari gesekan antara mobil besi dengan tubuh Xander yang terpental jauh hingga membuat tubuh itu tergenangi darah merah yang segar.

Ckit.

Jeder

.

Xander merasakan sakit yang begitu teramat di seluruh bagian tubuhnya akibat terpental.

"Kak Xander!"

Teriakan Daisy yang disertai tangisan adalah hal terakhir yang di dengar oleh Xander yang saat itu terbaring di aspal keras dengan genangan darah merah yang membasahi jalanan yang mulai ramai.

Dari kejadian inilah, kisah antara Xander dan Daisy yang sebenarnya dimulai.

Semuanya berubah dalam sekejap. Baik bagi kehidupan Xander ataupun kehidupan Daisy.

Plak.

Jesna selaku ibu dari Xander menampar kuat wajah putih Daisy.

"Kau! Dasar sampah! Hiks ... Xander. Xanderku yang malang," tangis Jesna yang pecah di saat ia mendapati putra semata wayangnya yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan beragam alat aneh yang menempeli tubuh anak lelakinya.

Jesna menangis di pelukan Ethan. Tangisan wanita itu terdengar mengisi lorong rumah sakit.

Sedangkan Daisy berada tak jauh dari Jesna dan Ethan juga menangis terisak, dia tahu jika semuanya terjadi kepada Xander adalah karena anak lelaki itu ingin mencoba menyelamatkan Daisy.

Jesna yang kembali tersadar, langsung mendekati Daisy yang juga menangis dengan memeluk lututnya. Gadis kecil itu menangis dengan menyembunyikan wajahnya diantara kedua lututnya.

"Kau--" saat Jesna ingin menampar wajah Daisy untuk ke tujuh kalinya, namun ruang rawat tempat Xander dirawat terbuka.

Dokter yang menangani Xander keluar dengan ekspresi raut wajah yang menunjukan sebuah kesedihan.

"Dokter, bagaimana? Anakku? Katakan bagaimana keadaan anakku!!" tanya Jesna dengan emosi.

Mendapati istrinya yang menangis dengan tampilan berantakan dan emosi itu, Ethan hanya mampu terdiam. Dia juga sangat berduka atas kejadian ini.

"Maaf, Nyonya tapi keadaan Tuan muda Xander tidak baik-baik saja."

"Apa?! Ada apa dengan anakku?!" Jesna menatap mata dokter itu dengan

berkaca-kaca.

"Kecelakaan yang dialami oleh Tuan Muda Xander mengakibatkan beberapa alat geraknya tak lagi berfungsi," ucap dokter itu dengan penuh penyesalan.

"Apa?!" Jesna terjatuh ia tak percaya dengan apa yang si dokter katakan.

"Hiks. Tak mungkin, kan? Xanderku tak mungkin cacat?!" ucap Jesna sebelum wanita itu kehilangan kesadaranya dan jatuh ke dalam pelukan Ethan.

.

.

"Mama? Kakiku tak bisa digerakkan. Aku tak bisa merasakan kakiku."

Xander telah siuman, dan hal pertama yang ia sadari adalah kakinya yang tak mampu ia gerakan bahkan rasakan.

"Xan, sayang. Ini akan sembuh, kakimu akan sembuh, Xander. Mama janji, hmm ...." Jesna langsung memeluk tubuh putranya, ia masih menangis.

"Daisy, di mana dia berada, Mama?"

Jesna terdiam, pandanganya menjadi menggelap.

Mengapa putranya itu justru mencari keberadaan gadis yang membuat kondisi putranya buruk seperti sekarang ini?! Jesna sungguh tak habis pikir.

"Mama? Di mana Daisy?" tanya Xander dengan meninggikan suaranya.

Jesna masih terdiam. Jujur saja dia enggan menjawab pertanyaan putranya.

Hingga sebuah pernyataan putranya membuat Jesna kembali tertarik untuk membicarakan gadis kecil itu.

"Daisy yang membuatku seperti ini, Mama."

Xander menatap kosong ke dinding di depannya, dia menyentuh kakinya yang tertutupi oleh selimut.

"Dia membuatku cacat. Dia, dia harus membayar semua pengorbananku untuknya."

Jesna masih tak mengerti dengan apa yang putranya maksud.

"Hah?" Jesna tak mengerti.

"Aku mau dia, Mama. Dia tak boleh lepas sesudah aku menyelamatkanya dan membuatku tak bisa lagi berjalan."

"Jika itu keinginanmu, maka Mama akan mengabulkannya, sayang."

avataravatar
Next chapter