1 Tukang Ojek

"Asal tuan tahu. Aku begini-begini adalah anak sah. Bukan anak haram. Jadi, pantang bagiku membiarkan anakku menjadi anak haram nantinya. Karena itu aku ingin tuan menikahiku. Cukup nikah siri saja."

"Hey gadis kecil, kamu ingin bermain-main ya?"

"Bukan, aku hanya menawarkan solusi. Aku tahu jika tuan sangat menginginkan tubuhku ini. Jadi, bagaimana apa tuan setuju?"

'Bitch, gadis ini ternyata tak semudah yang ku pikirkan. Dan sialnya aku hanya bereaksi kepada gadis kecil ini.'

"Baiklah. Tapi, aku tak menginginkan anak. Kita melakukannya harus selalu memakai pengaman."

"TIDAK. Aku tidak mau. Aku ingin seorang anak. Jika tuan tidak menginginkan anak itu, biar aku saja yang merawatnya. Jika nantinya tuan bosan kepadaku. Aku rela bercerai dan membawa anak itu."

"Selain itu aku juga akan merahasiakan identitasnya. Jadi, tuan tidak usah khawatir."

"Untuk harta?"

"Saya tidak akan meminta uang apapun ketika nantinya kita bercerai. Bagaimana?"

'Menarik juga. Semua permintaannya tidak ada yang merugikan untukku.'

Andrea tersenyum nakal. Ia ingin menggoda Anna yang terlihat sedikit takut.

"Kalau begitu. Hari ini juga. Kita harus menikah."

"APA??"

'Dasar laki-laki sinting. Dia begitu tidak sabar ingin menikmati tubuhku rupanya. Jika bukan karena ingin membalas budi kepada paman dan bibi. Aku tidak pernah mau berurusan dengan pria mesum seperti ini.'

Andrea menahan tawanya. Ia sangat tahu jika gadis kecil di depannya ini sangat kesal. Anna berusaha untuk bersikap tenang dan menutupi rasa takutnya.

"Baiklah. Aku setuju."

Andrea tersenyum puas. Usahanya selama satu bulan ini membuahkan hasil. Dan itu membuatnya sangat senang. Anna hanya bisa pasrah.

'Semua ini untuk Paman dan Bibi. Aku pasti bisa.'

"Ya sudah sekarang lebih baik kita ke rumahmu. Untuk urusan yang lain, biar anak buahku yang mengurusnya." Menutup ponselnya setelah memberikan perintah.

"Tunggu tuan."

"Apa lagi?" kata Andrea sedikit kesal.

"Aku masih ingin sekolah ketika sudah menikah. Lagian beberapa bulan lagi aku akan segera lulus."

"Tentu saja. Kamu masih boleh sekolah. Aku tak akan melarangmu. Kamu juga boleh kuliah setelahnya."

Anna bernafas lega. Setidaknya ketakutannya selama ini sudah teratasi. Andrea langsung menggandeng tangan Anna membawa gadis itu ke mobilnya.

Hanya butuh waktu satu jam. Mereka sudah sampai di rumah Anna. Tepatnya rumah Paman dan Bibi Anna yang terlihat sangat tidak layak untuk ditempati. Anna Sekar Alifa, seorang gadis kelas tiga SMA yang memiliki paras bak boneka hidup.

Banyak pria yang begitu tergila-gila dengannya. Namun, ia tak menghiraukan itu semua. Ia hanya fokus belajar dan bekerja paruh waktu di minimarket demi memenuhi kebutuhan keluarga. Orang tuanya meninggal ketika umurnya dua tahun dalam kecelakaan mobil. Dan hanya ia yang selamat.

Sebenarnya Paman dan Bibinya adalah orang yang cukup kaya. Hanya saja hartanya habis untuk biaya pengobatannya. Sewaktu kecil, karena kecelakaan. Wajah Anna mengalami luka bakar yang sangat parah. Karena itu ia harus di operasi plastik dan membutuhkan biaya yang amat banyak. Sampai-sampai Paman dan Bibinya menjual rumah dan barang berharga lain. Hanya saja, Anna tidak tahu itu semua.

Ia baru tahu, ketika Andrea mengungkapkan segalanya dan mengutarakan niatnya. Padahal awalnya, Anna selalu menghindar dan menolak Andrea. Namun, karena sedikit ancaman dan mengetahui fakta sebenarnya membuat Anna menjadi merasa bersalah.

Pamannya sakit-sakitan selama tiga tahun terkahir dan tidak bisa bekerja. Selain itu, harus melakukan pengobatan jalan setiap bulannya. Sedangkan sang Bibi bekerja sebagai buruh cuci dan merawat suaminya.

"Tuan yakin ingin masuk dan mengadakan pernikahan disini?" tanya Anna tak yakin.

"Iya," sahut Andrea.

"Tuan tidak malu? Tuankan seorang dokter terkenal."

"Tidak, aku tidak malu sama sekali. Dan kamu tenang saja, pernikahan kita akan dirahasiakan. Kamu tahukan, jika banyak wanita yang begitu tergila-gila padaku. Nanti, jika mereka tahu aku menikah. Mereka bisa mati dan gila," ucapnya bangga.

Anna mendengus kesal. Selain sifatnya kejam dan dingin, ternyata narsis juga. 'Jika banyak perempuan yang tertarik. Kenapa tidak menikahi mereka semua? Kenapa hanya menginginkan tubuhku? Aku yakin jika sudah banyak perempuan yang ia rusak. Huh, malangnya nasibku.'

"Paman, Bibi," cicit Anna di depan pintu.

"Loh nak, kamu udah pulang sekolah?" Mentari mendatangi keponakannya itu.

"Eh, iya Bi. Hari ini guru rapat," dustanya.

'Bahkan aku tidak sampai ke sekolah, gara-gara diculik oleh dokter iblis ini.'

"Hay tante," sapa Andrea tersenyum manis.

"Loh dokter Andrea," ucap Mentari begitu terkejut.

"Bagaimana kalian bisa bersama?"

"Tadi, kita bertemu di jalan Bi," ucap Anna menimpali.

"Ya sudah, silahkan duduk dok. Saya pamit dulu."

Mentari langsung bergegas menuju kamar. Ia sangat mengenal dokter Andrea yang selama ini telah merawat suaminya. Bahkan selama sebulan ini, dokter Andrea sudah membiayai pengobatan suaminya.

Mentari terus bertanya-tanya, kenapa dokter Andrea bisa sebaik itu kepada mereka. Bagaimanapun, biaya pengobatan suaminya tidaklah murah. Sampai-sampai mereka tidak memiliki barang berharga sedikitpun karena telah habis dijual.

"Mau minum apa tuan?"

"Air putih saja."

"Yakin? Gak mau yang lain? Kayak jus jeruk gitu?"

Andrea menggeleng pelan. Selama hidupnya, ia hanya meminum air putih saja. Walau ia dianggap aneh oleh orang-orang ia tak peduli sama sekali. Andrea Alinski Pradipta, seorang dokter spesialis organ dalam sekaligus seorang pengusaha.

Rumah sakit tempatnya bekerja adalah miliknya sendiri. Namun, hanya sebagian orang saja yang tahu akan hal itu. Andrea hanya memiliki seorang Ibu. Ayahnya telah lama meninggal dunia ketika ia masih sekolah dasar. Sekarang, ia sudah berumur tiga puluh tiga tahun.

Pertemuannya dengan Anna cukup unik. Dimana, Anna mengira jika Andrea adalah seorang tukang ojek dan menyuruhnya untuk mengantarkan ke rumah sakit. Hal itu terjadi selama dua minggu, dan Anna baru menyadarinya.

Waktu itu, Andrea membawa motor ibunya yang sudah sangat lama tidak terpakai. Ibunya dulu adalah seorang tukang ojek.

Satu bulan yang lalu, terlihat seorang anak SMA yang sedang menggerutu. Ia begitu sial, karena lupa membawa ponselnya.

"Ya ampun, pake ketinggalan segala lagi. Gimana mau pesan ojek online? Udah jalanan sepi," ujar Anna begitu frustasi.

"Wah, itu ada tukang ojek. Syukurlah."

"OJEK ..," teriaknya sekuat tenaga.

Andrea yang tak merasa terpanggil hanya fokus mengendarai motornya. Anna sudah berkali-kali memanggil.

"Ya ampun, ganteng-ganteng kok budek."

Anna yang sudah sangat lelah mau tak mau mengeluarkan jurus terakhirnya. Ia membuka sepatunya dan langsung melemparkannya tepat ke arah Andrea.

"Aduh!" Andrea menghentikan motornya seketika.

Ia melihat sosok yang telah bertindak kurang ajar kepadanya. 'Bocah sialan.'

Andrea yang terlihat marah langsung menghampiri Anna. Anna tersenyum puas karena usahanya berhasil.

"Ini sepatu kamu kan?" Menatap tajam.

"Iya Om. Ini sepatu saya, maaf ya punggung Om pasti sakit. Janji dech, nanti saya obati." Mengambil sepatu dan langsung memakainya.

'Apa maksud bocah ini sebenarnya?'

Baru lagi, Andrea ingin membuka mulutnya. Anna dengan santai naik ke motornya itu. "Om, anterin aku kerumah sakit Permata Hati ya."

'Apa dia mengira aku ini tukang ojek?'

"Ayo Om. Aku bisa terlambat. Hari ini, pamanku harus di operasi dan aku harus membayar tagihannya dulu."

'Sudahlah, sepertinya bocah ini terlihat sedang kesulitan.'

Andrea pun langsung melajukan motornya. Sepanjang perjalanan, Anna terus mendesak Andrea untuk cepat sampai. Andrea begitu pening mendengar ocehan Anna. Hari ini, adalah hari perdananya menaiki motor setelah puluhan tahun lamanya.

Karena kesal Andrea menaikkan kecepatan motornya dan membuat Anna terkaget. Anna yang sedikit ketakutan memeluk pinggang Andrea dengan erat. Tentu saja Andrea kaget namun ia tersadar kembali. Ia mengulum senyumnya. Ia rasa, membawa motor juga tidak buruk.

avataravatar