24 Iblis Bermulut Lemes

"Mau lari?" Suara itu menghentikan langkah Arsyilla.

'Suara di Gundu ni, tapi dia kan lagi di  Ame' batin gadis itu.

Berpikir jika suara itu halusinasinya, Arsyilla semakin cepat melangkahkan kaki menuju lift yang jaraknya lima langkah kayak judul lagu.

"Melangkah lagi saya peluk kamu."

'Fix ini Gundu beneran' sedikit lagi jari jemarinya Arsyilla hampir sampai di tombol lift, hayalin aja adegan slow motion Dhika benar-benar memeluk Arsyilla dari belakang dan adegan itu berakhir dengan Arsyilla menyikut kuat perut Dhika, pria itu membelalakkan matanya, dia mengalami kram perut.

"Kaaammmuu,,, sstttt!" Desis Dhika sambil menatap Arsyilla tajam, gadis itu menjauh darinya dengan tatapan acuh.

Arsyilla menyilangkan tangannya ke dada memperhatikan dengan seksama pria misterius bersuara Gundu. Dhika yang kesakitan mengumpat kesal karena Arsyilla berubah jadi patung, tidak mau menolongnya berdiri, sungguh perutnya sangat sakit. Matanya memerah hampir mengeluarkan air.

"Tidak niat membantu saya?" Dhika melepas maskernya, ia menyandarkan tubuhnya di dinding.

"Nggak." Ketus Arsyilla. Setelah mengatakan itu Arsyilla beranjak dari tempatnya berdiri berjalan kearah penthouse, sebelum masuk ia betkata, "tolong sopan, saya tidak suka adanya sentuhan fisik." Suara pintu terbanting keras.

Kemarahannya terhadap Dhika semakim meluap seperti air bah.

Dhika memejamkan mata bukan meresapi ucapan sinis Arsyilla tapi perutnya berdenyut, mana belum sarapan. Dan sekarang udah lewat jam makan siang bukannya di manja makanan enak malah kena sikutan mentah gadis labil.

"Tubuh mungil, tenaga kayak petinju." Sebenarnya bukan karena tenaga kuat, hanya saja Arsyilla kan kurus langsing kayak gitar spanyol, otomatis sikunya tulang semua nggak ada dagingnya.

Hal pertama yang di lakukan Arsyilla menghubungi Boy, bukan nyuruh nolongin Dhika, tapi suruh kasi tau Dhika kalau sandi rumah udah dia ubah kayak semula.

Arsyilla menghindari pertemuan dan cekcok drama yang menggelikan, ini bukan adegan kayak drama korea atau drama cina.

Setelah beres memberi tau pengawal pribadi yang lebih layak jadi omnya itu, Arsyilla merebahkan dirinya di ranjang, matanya perlahan tertutup dengan sempurna.

***

Ting

Lift terbuka menampilka sosok pengawal dengan badan yang atletis, Dhika melihat siapa yang muncul seketika dia berusaha berdiri tegap.

"Bos, mari saya bantu." Tangan Dhika memberi tanda dia tidak butuh bantuan.

"Ada apa?" Dirinya yakin Arsyilla menyuruh Boy untuk menolongnya, berani berbuat tapi tidak berani tanggung jawab, pikirnya.

"Saya di minta nyonya untuk mengatakan pada anda bahwa sandi sudah di ubahnya seperti semula." Alis Dhika berkedut mendengar itu, gadis itu memang luar biasa.

"Hem, pergilah." Dhika berjalan sedikit tertatih sambil memegang perutnya, pria itu masuk kedalam rumah.

Boy yang melihat iti hanya bisa geleng kepala.

"Sweet couple," gumamnya seperti dengungan nyamuk.

Dhika masuk kedalam kamarnya lalu pergi mandi, selesai itu ia memesan makansnan secara online. Melihat kondisinya di cermin tepat di perut bagian bawahnya sebelah kanan ada tanda kebiruan, ia meraba dan terasa nyeri.

"Dasar gila," gumamnya saat melihat ruam tersebut. Dhika adalah pria Indonesia yang memiliki wajah tampan dan menawan, tinggi 190cm dengan bentuk tubuh sangat atletis, jika di sandingkan dengan Arsyilla, maka gadis itu seperti kurcaci.

'Turun, saya mau bicara' Dhika mengirim pesan yang mustahil di baca Arsyilla.

Pesan yang sudah-sudah saja di angguri gadis itu, Dhika sungguh tidak pernah di abaikan seperti ini.

Di kamar Arsyilla tidur dengan seragam yang masih lengkap, gadis itu ngantuknya bukan main, akibat begadang karena menangis ria.

Tubuhnya butuh istirahat, menangis ternyata menguras semua tenaga yang selama ini ia koleksi dengan baik.

***

Sumpah demi apapun saat ini Dhika tidak tau harus bereaksi seperti apa, harusnya emosinya meledak tapi melihat gadis ini memakai kacamata hitam dalam rumah, ia ingin tertawa tapi gengsi, tidak tertawa perutnya semakin sakit.

Arsyilla turun untuk mengambil mi instan yang ia beli pakai uangnya sendiri, mana dia tau si Gundu bakal pulang secepat ini, gadis itu belum sempat mengambil mi yang ada di dapur.

Do'anya tidak di ijabah, tapi Arsyilla tidak putus asa.

Ia melihat si Gundu ada di depan tv, gayanya sok iya misterius gitu.

"Saya mau bicara." Tanpa melihat kearah Arsyilla dia berucap, menoleh takut ketawa.

Arsyilla tidak menjawab dia berjalan santai dengan lima bungkus mi instan yang mau di masaknya di dalam kamar, ada dapur pribadi gadis itu, jadi tidak mungkin kelaparan.

"Kamu tuli?" Dhika mulai gerah di acuhkan. Dia menoleh melihat gadis itu sudah naik tangga.

"Arsyilla Ayunda!" Panggilnya dengan suara keras.

'Itu bukan bentakkan Ci' batin Arsyilla menghibur diri biar nggak nangis lagi, capek kali airmatanya kalau harus keluar lagi, masih bengep.

"Apa?!!" Ok, sekarang dia yamg ngebentak, kira-kira Dhika nangis nggak ya? Ya nggak lah, malu sama otot.

"Turun dan duduk." Arsyilla bertolak pinggang dengan menaikkan dagunya, sekarang Arsyilla jauh lebih tinggi dari Dhika.

"Nggak usah suruh-suruh saya, bisa?" Arsyilla membenarkan letak kacamatanya.

"Kamu belum ganti seragam, dan kacamatamu itu mengganggu." Dhika memijat pangkal hidungnya yang mendadak nyeri.

"Kenapa? Masalah buat bapak?" Tantang Arsyilla bertolak pinggang dengan tangan menenteng plastik berisikan mi instan.

"Kamu jangan ngajak perang, rumah ini bukan daerah konflik Syilla."

"Rumah ini juga bukan ruang rapat, sikit-sikit bicara, yang ujung-ujungnya buat kepala saya ngeluarin tanduk gajah."

"Gajah tidak punya tanduk." Dhika mengkoreksi.

"Oh iya, dia punyanya gading." Untuk kali ini dia setuju.

"Bisa turun dulu? Kamu sudah makan? Saya pesan makanan lebih." Dhika menjaga harga dirinya, jika dia bilang sengaja memesan untuk mereka berdua, Arsyilla bisa menghujatnya.

'Ooo mau sedekah ni si Gundu, nggak butuh gue' batinnya dengan hidung kembang kempis.

"Kasi kucing aja kalau lebih, saya nggak lapar, cepet ngomong. Saya masih banyak urusan." Mau rebus air untuk masak mi.

"Apa kamu liat di sini ada kucing?" Sungguh kacamata besar Arsyilla itu membuat Dhika tidak sanggup antara kesal dan lucu.

"Kenapa pakai kacamata? Kamu sakit mata? Kedokter?"

"Aduh repotnya bapak satu ini, saya pakek kacamata karena lagi stylenya anak muda begini, bapak mana tau!" Seru Arsyilla gemas bukan main, segala kacamatapun jadi persoalan.

"Saya terganggu," ketus Dhika.

"Ya nggak usah di liat," jawab gadis itu

"Saya punya mata." Leher Dhika pegal karena mendongak terlalu lama, begini rasanya kalau bicara dengan orang yang jauh lebih tinggi, pikirnya.

"To the point bisa? Bapak kok nyinyir sih?" Kesal gadis itu.

Dhika pun tidak tau kenapa mulutnya tidak bisa berhenti mendebat istrinya.

"Kenapa kemarin telpon kamu putuskan sepihak? Saya belum selesai bicara."

"Kenapa bapak telpon saya sepihak? Saya nggak mau bicara sama bapak." Cacing di perut Arsyilla lagi nyimak sambil nahan lapar, berharap Arsyilla cepat kelar.

"Saya serius," ucap Dhika, tangannya sudah mengepal.

"Saya bercanda sambil kayang."

"KAMU ITU TIDAK BISA DI KASI HATI, SAYA BERUSAHA MENGIMBANGI POLA PIKIRMU YANG DANGKAL ITU, SYILLA. KAMU PIKIR PERNIKAHAN INI SEPERTI BADUT, BISA KAMU TERTAWAKAN KAPAN KAMU SUKA? SAYA JAUH PULANG DARI AMERICA HANYA UNTUK MEMASTIKAN KAMU TIDAK MATI TERSEDAK, SAYA TIDAK INGIN RUMAH SAYA BAU BUSUK KARENA ADA MAYAT!"

Airmata Arsyilla turun tanpa bisa di cegah, suara Dhika menggelegar dengan segala ucapan yang menyayat hati, tubuh gadis itu gemetar.

Wajah Dhika berubah menjadi suram dengan emosi yang meluap menatap Arsyilla yang tidak bergeming.

Arsyilla menahan diri untuk tidak terisak, dengan kaki lemas dia pergi menuju kamarnya, meski langkah kakinya seperti jelly.

Cacing Arsyilla diam tidak berani meronta lagi, mereka sanggup puasa, yang penting Arsyilla tenang dulu.

Sesampainya di kamar gadis itu mengambil koper, memasukkan semua baju yang ia bawa saat pertama kali masuk ke penthouse ini.

Ia memutuskan pergi dari neraka jahanam ini, mana bisa dia tinggal satu tempat dengan Iblis bermulut lemes, ucapan sama bentakkannya itu lo nyes banget di hati Arsyilla.

Bukan karena gadis itu suka, tapi dia memang tidak bisa di bentak orangtua. Kalau yang seumuran dia bakal jabanin.

avataravatar
Next chapter