38 Dhika Bukan Tokoh Utama Dalam Kisah Hidup Syilla Sekarang

"Tumben bawa bekel." Zanetha melirik kotak berwarna biru yang di tenteng Arsyilla.

"Hem, bagi dua ya? Tadi gue buat sarapan dua, karena perut laper banget, taunya makan satu udah kenyang." Arsyilla menyerahkan kotak bekalnya pada Zanetha.

"Nanggung amat neng, harusnya buat dua nggak perlu di bagi," ucap Aneth dengan bibir manyun, dia langsung membuka kotak bekal dan memakan omeletnya, begitupun Cecillia. Kunyahan yang awalnya semangat jadi terhenti karena mereka mengunyah sesuatu.

Segera setelah menyadari itu, mereka mengambil tisu yang selalu ada di laci Cecil dan memuntahkan omelet tersebut.

"Kenapa?" Alis Arsyilla tertaut.

"Lo masak omelet barengan sama kulit telur?" Arsyilla semakin bingung, omelet yang dia makan dirumah tadi aman-aman aja perasaan.

"Pasti bukan nyokap lo yang buat."

"Kan tadi udah gue bilang, kalo itu gue yang buat," jawabnya. Oh, ya, Aneth nggak fokus tadi.

Cecilia dan Zanetha segera menenggak air minum untuk menghilangkan sisa-sisa omelet di mulut mereka. Andai aja nggak ada kulit telur, udah pasti dabest banget tu rasa omelet buatan nona Cia yang uwuw.

"Emang separah itu rasanya?" Tanyanya ragu.

"Hooh, pas di gigit berasa banget renyah dan cruncynya." Aneth menjawab kayak habis review makanan di youtube.

"Lebay lo." Ketus Cia.

'Untung nggak di makan tu orang' batinnya.

Tidak lama bel berbunyi, semua siswa masuk ke kelas kayak anak ayam pulang ke kandang. Arsyilla mulai membuka buku pelajaran dan sialnya Dhika masuk jam pertama. Sebenarnya dia tidak ada masalah, cuma kalau ingat omelet itu ya emosi juga bawaan, gimana nggak, udah ada perturan tugas buat sarapan, tapi si Dhika sedikit pun nggak ada ngehargainya, ya mbok di icip dikit gitu biar ada bekas potongan atau gigitan, jadi kan Cia nggak ngerasa sia-sia bangun pagi.

'Oh, apa mungkin dia udah liat kulit telur bertebaran di omelet itu?' Batinnya.

Tapi Cia yakin pas mecahin telur, kulitnya nggak ngikut kok. Karena sibuk dengan pikirannya tentang teka-teki sarapan yang dia buat, gadis itu tidak berdiri saat satu kelas memberi salam dengan guru yang sudah berdiri di depan kelas.

Dhika melihat itu, tapi sekarang dia sedang tidak ingin bicara dengan Cia, entah kenapa percakapan mereka semalam membuatnya kesal.

"Hari ini ulangan." Seisi kelas hanya bisa mendesah tanpa suara, bapak ini kalok ngajak ulangan nggak pakek aba-aba. Kayak petir, maen nyamber aja, kan gososng.

Maya mengangkat tangan untuk mengintrupsi, biasa caper dan tebar pesona sedikit lah mana tau bapak ganteng ini ke cantol. Cia langsung merobek kertas dan menuliskan nama dan kelas.

"Ada masalah?" Tanya Dhika tanpa keramahan sedikitpun. Maya yang mau nanyak satu kelas yang panas dingin, kecuali Cia and bestie.

"Pr yang bapak berikan?"

"Kumpul sekarang." Tegasnya. Dengan takut para siswa maju kedepan untuk mengumpulkan tugas, Cia titip sama Aneth. Anak itu kan paling demen kalau tepe-tepe sama future husbandnya.

Ulangan berjalan dengan hening, Dhika berjalan untuk mengawasi murid-muridnya agar tidak menyontek, tiba di belakang Cia, dia berhenti. Memperhatikan gadis itu menjawab soal dengan benar, tidak sekali pun gadis itu menoleh atau duduk dengan gelisah. Bahkan kehadirannya pun tidak di sadari gadis yang kelewat serius itu.

Dhika mengakui kepintaran istrinya, gadis itu juga cerdas, karena kelebihan itu, kepalanya sering dibuat cenat-cenut.

****

"Tadi pak Dhika betah banget diri di belakang lo, Ci." Aneth menghadap belakang untuk bicara dengan sahabatnya.

"Masa sih? Nggak nyadar gue." Tukasnya santai, dia membuka ponsel dan melihat sosial medianya, buat liat yang komen, like dan share.

"Lo nggak peka banget sih?" Kesal Aneth.

"Ya terus gue harus kayang gitu? Remedial gue kalau histeris begitu, buang waktu." Sahutnya sambil membalas koment-koment positif. Followernya naik, bentar lagi dapat endorse dan cuan ni, pikirnya senang.

"Ya nggak gitu juga, lo tu ya. Satu sekolah klepek-klepek sama tu guru, lo bisanya biasa aja, padahala gue liat dia perhatian sama lo." Aneth sering nangkap kalok Dhika suka curi-curi pandang ke Cia.

"Halu lo ketinggian, kalok pun iya, nggak ngaruh kecuali dia bisa buat gue langsung tamat dari sekolah ini, nggak perlu naik kelas tiga."

"Ya kali dia mau repot sejauh itu," ucap Aneth. Cecillia hanya bisa menggelang pelan tak habis pikir dengan kedua sahabatnya ini. Selalu bertengkar, dan topik masalahnya tetap kepala sekolah tampan itu.

Aneth terlalu memuja, Cia terlalu membenci, jadinya seperti itu, tidak pernah cocok.

"Ya kali gue harus sadar kalok dia perhatiin gue." Cia meniru gaya bicara sahabatanya yang sudah kesal.

Tidak lama guru bahasa Inggris masuk, siapa lagi kalau bukan Viona, musuh bebuyutan Cia sejak tu guru nampar dia karena ke kesalan pribadi.

"Madu lo tu," ucapnya pada Aneth.

"Dih, nggak level. Dia bukan saingan gue." Ketus Aneth yang masih kesal. Cia terkikik geli.

"Arsyilla apa yang lucu?" Tegur  Viona garang.

"Nggak ada bu," jawabnya tenang

"Lalu kenapa tertawa?" Harusnya Viona tidak punya alasan lagi untuk tidak menyukai siswinya yang satu ini, sebab pria yang ia taksir sudah menikah. Dan siapa pun tidak punya kesempatan untuk memiliki hubungan sepsial dengan pria itu termasuk siswinya ini, namun selakarang dia sedang kesal dan butuh pelampiasan.

"Oh, barusan saya cuma terkikik geli aja bu, sebab Aneth bilang ada cewek sok cantik yang nggak layak jadi saingannya tapi maksa." Aneth membalikkan tubuhnya, menatap tajam sahabatnya, cari mati ni si Cia, pikirnya.

"Apa maksudmu Zanetha?" Aneth kelagapan di tanya tiba-tiba begitu.

"Jawab!" Bentak Viona.

"Ibu jangan main bentak aja dong, baru juga masuk kelas udah ribut." Sela Cia.

"Kamu diam, yang saya tanya Zanetha." Matanya melotot dan memerah, cocok jadi istrinya si Gundu (wewe gombel)

"Saya yang salah karena terkikik, harusnya yang ibu bentak saya. Biar saya yang jelasin." Arsyilla mengatur napas, menarik dalama dan membuangnya pelan.

"Aneth naksir cowok ganteng di sekolah ini, terus cewek yang naksir cowok itu barusan lewat, saya bilang 'noh, madu lo lewat' terus Aneth jawab 'dih, bukan level gue' gitu buk." Zanetha hampir terbahak bersama dengan Cecillia. Cia ini ada-ada saja, pikir mereka.

"Kalian ini masih pelajar, jangan berpikir tentang cinta-cintaan." Tegasnya yang tidak sadar jika sedang di sindir.

"Namanya juga masa puber bu." Celetuk Cia yang langsung di angguki satu kelas, mereka saling bersahutan dan tertawa, lagipula kenapa guru satu ini sibuk ngurusin asmara muridnya.

Viona memukul meja dengan keras, seluruh perhatian siswa kembali fokus padanya. Ia memberi nasehat sok bijak sebelum memulai pelajaran.

***

Di kantin, Cia buat video bersama Alex dan Zanetha dan langsung di unggah melalui akun pribadinya, mereka langsung di banjiri like dan koment, tidak sedikit yang mengunggah ulang video dance mereka.

"Bentar lagi femes kita," ucap Alex senang.

"Hooh, duh gue mesti pakek masker ni kemana-mana biar nggak di kejar fans." Celetuk Zanetha panik.

"Muka lo nggak jelas banget kok." Goda Alex membuat Zanetha melotot padanya.

Cia sibuk membalas koment, dia banyak penggemar dan memuji gerakkan dance nya yang lentur, nggak sia-sia ngefans sama girl's generatian selama ini.

Gadis itu sudah melupakan masalah omelet, namanya juga anak labil. Sedangkan di ruangan lain, Dhika melihat video yang di unggah istrinya menggunakan fake account.

'Dia benar-benar tidak merasa apapun' batinnya sambil menghela napas.

Ya mana pula Cia sadar, baginya Dhika itu bukan tokoh utama pria dalam kisahnya sekarang, tentu tidak akan menjadi fokusnya. Anak yang masih senang menikmati masa remaja, mana bisa peka terhadap sesuatu yang serius.

Lagipula Dhika ngarepin apa? Toh, dia sendiri aja nggak tau apa yang dia rasakan sekarang ini. Punya kekasih, kok ya masih posesifin Cia, untung anak itu bukan tipe cewek baperan yang menyek-menyek.

Ternyata tidak menyukai pria dewasa ada keuntungannya juga untuk gadis cantik itu.

avataravatar
Next chapter