webnovel

Apapun Yang Di Tontonnya Selalu Dibawa Kedunia Nyata

Bukan tanpa alasan lo Arsyilla takut film horor atau menyeramkan, gadis itu baperan anaknya, apa yang di tontonya selalu di bawa kedunia nyata apapun itu. Jadi ada alasan lo ya gadis itu takut film yang begitu.

Pernah sekali waktu dia nonton film cowok tampan yang humble dan mudah bergaul tau-taunya psikopat yang senang ngulitin manusia, kalau ngulitin hewan masih bisa di maklumi lah ya kalau caranya manusiawi.

Dia ketipu sama judul filmnya, atau dianya aja nggak teliti akibat terlalu fokus sama visual si tokoh utama.

Psikopat ngulitin manusia gak hewani apalagi manusiawi, gara-gara film itu Arsyilla ogah kenal cowo ganteng, takutnya psikopat dan dia tiba-tiba menghilang terus kulitnya yang mulus di jadikan pakaian atau tas pula. Horor kali kan pikiran gadis itu.

Padahal psikopat jelek juga banyak cuma gadis itu aja yang nggak tau, kalau orang jelek main film mana ada yang nonton nggak ada nilai jualnya, udahlah rupa jelek akhlak pun ikut jelek.

Produsernya pintar, film kayak gini menjual tampang, mana aktornya emang ganteng dan macho banget lagi. Kalau kata anak alay 'culik adek bang, rela di kulitin sama abang' gaya amat, ntar kalau kejadian nangis darah, dikira rasanya sama kayak di cium-cium mesra gitu yang kata Aneth geli badai.

Mengingat Aneth emang buat emosi, sahabatnya itu sejak memutuskan jadi fansgirl Mahardhika sekayak nggak sohib lagi sama Arsyilla, bawaannya ngebantah aja, semua nggak cocok pokoknya.

"Ci, udah di luar ini. Masih mau meluk juga? Dikira lesbi ntar." Arsyilla melotot lalu menghempas tangan Zanetha begitu aja.

"Lo juga udah tau Cia parnoan banget sama film horor dan sejenisnya, lo masih juga nekat." Arsyilla mengangguk setuju, ia masih menutupi wajahnya dengan jaket.

"Ya kalau nggak gitu Cia mana mau baikkan ama gue, Cil. Lagian apa enaknya coba nonton romance nggak menantang," ucap Aneth enteng.

Cecillia mengelus tangan Arsyilla yang terasa dingin, perpaduan hawa Ac sama rasa takutnya.

"Tapi Cia ketakutan banget," ucap Cecil tanpa suara. Zanetha jadi iba melihatnya, sahabatnya itu parnoan tingkat dewa terhadap hal yang begituan, serasa dia yang di hororin, padahal itu kan film tidak nyata.

Arsyilla cuma nggak baperan sama gombalan dan modus cowok, itu doang kelebihan dia.

"Tarik nafas buang perlahan Ci, terus  turunin jaket lo." Intruksi Cecillia yang diikuti gadis itu.

Merasa dirinya tenang dan mulai melupakan hawa horor dan pikiran psikopatnya gadis itu menurunkan jaket lalu membuka matan, tapi apa yang berdiri di hadapannya saat ini membuat darahnya turun kekaki semua, mukanya pucat pasi, bibirnya berubah ungu.

Boy ada di hadapannya saat ini menggunakan topi, kaca mata hitam dan masker jangan lupakan hodie yang menutupi setengah wajahnya.

Airmata Arsyilla hamipr aja keluar kalau pria itu nggak bersuara, "ini saya."

Jantung Arsyilla mencelos, ia terduduk di lantai, banyak pengunjung mall yang melihat kearah mereka. Boy, Cecil dan Aneth celingak-celinguk tersenyum kaku karena canggung banget di liatin gitu. Bahkan seorang securyty menghampiri mereka.

"Ada apa?" Tanyanya sok galak, padahal ciut juga liat Boy, tapi ia bertahan untuk jaga image gitu loh.

"Nggak apa-apa pak, temen saya habis nonton horor, jadi baper dia." Jelas Aneth.

"Biasa orang nonton romantis baru baper, ini kok horor?" Kepo securyty itu.

"Suka-suka orang la pak." Ketus Aneth.

"Kok si mbaknya yang marah?" Aneth memutar jengah bola matanya.

"Jangan bu---"

"Bisa pergi?" Securyty itu mengangguk kayak boneka dashboard dalam mobil papanya Arsyilla yang selalu manggut nggak pernah geleng.

"Badan boleh securyty hati hello kitty." Cibir Aneth melihat petugas itu sedikit berlari karena mendengar suara Boy yang rendah dan mengerikan.

Tu kan Arsyilla ingat sama film psikopat yang ia tonton pas kelas 1 SMA dulu, mau nangis kejer rasanya.

"Non, saya disuruh jemput nona." Otak Arsyilla traveling kepenthouse sepi dimana ia cuma tinggal berdua sama raja hantu, kaya mana kalau pria itu merambah bakat psikopat juga, seketika Arsyilla mau minta cerai. Boy terpaksa mengubah panggilannya pada Arsyilla agar kedua sahabat nyonyanya nggak curiga.

"Saya nggak mau pulang." Cecillia dan Aneth melihat reaksi Arsyilla jadi bingung. Wajahnya takut persis kayak mau di mutilasi.

"Tapi saya di suruh jemput non, kalau tidak mau harus di seret pesannya." Arsyilla semakin meggeleng.

"Tunggu, om siapa ya? Kok main seret sahabat saya?" Tanya Cecillia yang menilai dari atas sampai bawah. Boy membuka masker dan kacamatanya, harusnya aman karena kedua sahabat nyonyanya tidak melihat ia mengantar Dhika kesekolah tempo hari.

"Oooo, om ganteng rupanya. Cia emang gini kalau habis nonton horor om." Jelas Aneth genit, nggak ada konsistennya jadi cewek, pantang liat yang bening dikit langsung kejang.

Boy mengangguk lalu ia mengulurkan tangannya pada gadis itu, "mari nona saya bantu." Aneth berbinar melihat sikap Boy yang gantle, rasanya dia pengen jatoh juga biar di gituin.

"Atau bos yang kemari," bisiknya. Mata Arsyilla membola dengan secepat kilat ia bangkit, ajaib kali memang gadis satu ini.

"Gue balik." Lalu ia berlari meninggalkan  kedua sahabatanya yang cengok belum sempat bereaksi, Arsyilla udah menghilang karena turun dari eskalator.

"Kenapa dia?" Gumam Aneth.

"Ntah." Hanya satu kata itu yang bisa di jawab Cecil.

Boy menyusul nyonyanya yang sampai sekarang dia sendiri nggak tau kenapa gadis itu sangat aneh. Setibanya dimobil pun Arsyilla menatap waspada Boy, sumpah demi apa Boy tidak nyaman di tatap horor begitu.

"Pak Boy bukan psikopat kan?" Tanya Arsyilla yang udah stress sama pikirannya sendiri.

"Maksudnya?" Boy rem mendadak untung Arsyilla nggak mental dari kursi belakang nyungsep kedepan.

"Masa nggak tau psikopat, pak?" Kesal gadis itu.

"Ya, saya tau. Tapi maksud nyonya bertanya yang saya nggak tau." Boy melihat wajah stres nyonyanya dari spion. Alisnya mengernyit, dimana-mana orang habis nonton mukanya rilex bukan beban.

Tak ingin bertanya lagi, ia dengan cepat melajukan mobil sampai penthouse namun sebelum itu Arsyilla minta singgah ke mini market, ia belanja banyak untuk stoknya di kamar. Dia nggak tau kapan pria tua itu memberikan sandi rumah, card lock aja Arysilla nggak dikasi, di dzalimin banget hidupnya.

Sesampainya di lobi Arsyilla langsung turun dan masuk kedalam lift, ia berharap pria itu tidak ada, tapi jika tidak ada bagaimana dia masuk.

'Ya ampun kok rumit kali lah hidup aku!' Teriaknya dalam hati. Boy menekan tombol yang menghantarkan mereka kelantai dua lima.

Begitu Arsyilla keluar dari lift, dia melihat Dhika sudah menyandarkan tubuh di dinding sebelah pintu. Tiba-tiba hatinya jadi jedag-jedug mikirin kemungkinan pria yang menatapnya tajam ini seorang psikopat.

"Kamu belanja?" Arsyilla mengabaikan pertanyaan Dhika saat dia sudah sampai di depan pintu.

"Pak Boy nggak singgah?" Arsyilla menahan langkah pengawalnya yang hendak pergi dari sana. Alis Dhika mengernyit.

"Terima kasih nyonya, tapi anak dan istri saya sudah men--"

"Ooo ya pak Boy kan tinggal satu lantai di bawah ya, kalau gitu saya ikut pak. Saya belum pernah ketemu keluarga bapak, saya harus nyapa lo." Arsyilla mencari alasan, nggak apa-apalah belanjaannya untuk keluarga pak Boy semua, yang penting nggak seruangan sama Dhika.

Arsyilla takut di mutilasi.

Boy jadi kikuk harus menjawab apa, tatapan bosnya yang berdiri di belakang Arsyilla sungguh menakutkan, tapi tatapan nyonyanya yang penuh harap juga tidak bisa ia abaikan.

Kok jadinya sekarang Boy yang ngerasa horor? Dia tidak ingin terlibat di antara keduanya.

"Saya ha--"

"Kamu tidak akan kemanapun, kurang kelayapan tadi Syilla." Suara tegas Dhika cukup membuat Boy mengerti jika bosnya tidak mengizinkan

Arsyilla merosotkan bahunya lemah, ia memegang kuat plastik yang berisikan penuh cemilan dan mi instan, serta ada membeli makanan kesukaannya untuk makan malam ini di kamarnya.

"Ya udah bukalah pintunya, pegel juga lama-lama berdiri gini." Arsyilla pura-pura tenang biar nggak kentara kali takutnya, biasanya psikopat nggak akan bertindak kalau belum targetnya menyadari siapa dia sebenarnya.

"Kamu yang buat lama." Ketus Dhika, ia menggeser tubuh Arsyilla, tidak memberi ruang pada gadis itu yang ingin mengintip sandi. Punggung lebarnya menyulitkan Arsyilla.

selamat membaca ya, tinggalkan jejak komentar sayang kalian, kami sangat bahagia untuk itu. semoga kita selalu sehat dan bahagia dimanapun dan kapanpun.

we love u guys :)

Ardhaharyani_9027creators' thoughts
Next chapter