8 Bab 8 "PEMBAWA SIAL!"

SIAPA YANG SENENG CERITA INI UP LAGI? UNTUK ELITA DAN ELANG, TERUS KENEN, QIA DAN RAKA HARAP BERSABAR YA GUYS….

OH IYA… MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN YA GUYS… MAAF KALAU ADA SALAH" KATA YANG DI SENGAJA ATAU TIDAK DI SENGAJA.

HAPPY READING….

Zia berjalan ke arah Fadgham dengan tangannya yang terus menunjuk ke arah Fadgham. Fadgham masih diam di tempatnya tanpa bereaksi apapun. Zia semakin mendekat kea rah Fadgham, tetapi setelah di dekat Fadgham ia melewati tubuh Fadgham begitu saja. Fadgham pun membulatkan matanya karena Zia melewatinya begitu saja.

"Jangan mengambil gambar sembarangan!" ucap Zia tegas dengan tangannya masih menunjuk dua orang pria yang membawa kamera.

Dengan keadaan mabuk, Zia dengan tubuh tegak dan menantangnya berhadapan dengan kedua pria itu. "Berikan kameranya!" tegas Zia mengulurkan tangannya.

"Dasar wanita mabuk!" ucap salah satu pria dengan nada malas. Ia dan temannya pun langsung berjalan ke sisi lain dan melewati Zia begitu saja.

Zia langsung memegang tali tas punggung salah satu pria yang tepat berad di sampingnya. Walau dalam keadaan mabuk, Zia masih bisa membuat langkah salah satu pria itu terhenti. Pria itu pun menoleh ke arah Zia dengan tatapan malas. Dengan kasar pria itu melepaskan cengkraman tangan Zia hingga Zia akan terjatuh. Untungnya saja Fadgham dengan sigap menangkap tubuh Zia agar Zia tidak terjatuh.

Dua orang pria itu langsung berjalan meninggalkan Zia. Zia segera berdiri, " Woi, bangsat! Hapus foto gua!" maki Zia dengan tangannya yang menunjuk.

Dua pria itu terus berjalan tanpa mempedulikan Zia yang mabuk. "Udah, Zi," ucap Fadgham seraya memegang kedua bahu Zia agar Zia menatapnya.

Zia mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa pria di hadpannya ini. Zia menggelengkan kepalanya agar pandangannya bisa fokus. "Hahahaha… Buku gambar? Sejak kapan lo panggil gua Zi?" tanyanya seraya tertawa meremehkan.

Zia mendorong tubuh Fadgham kemudian ia kembali melangkahkan kakinya untuk menuju hotel. Zia melangkah dengan langkah sempoyongan hingga ia hampir saja masuk selokan. Dari belakang Fadgham terlihat khawatir dengan langkah Zia.

"Ah, apa gua udah tua sampai – sampai minum segitu saja sudah hampir terjatuh?" tanyanya sambil menunjuk – nunjuk selokan.

Ia kembali melangkahkan kakinya, tetapi baru dua langkah ia menghentikan langkahnya kemudian berbalik. "Lo!" tunjuknya yang kali ini pada Fadgham.

"Berhenti ngikutin gua! Apa lo mau tahu kelemahan gua yang lain, huh!" marah Zia dengan nada suara orang yang sudah sangat mabuk.

"Oke, kalau lo mau tahu kelemahan gua," ucap Zia dengan suara orang yang sangat mabuk tanpa peduli Fadgham menjawab iya atau tidak.

"Gua itu anak pembawa sial! Hahaha…" ucap Zia di akhiri dengan suara tawanya. Namun, suara tawa itu bukanlah suara tawa bahagia, melainkan suara tawa mengejek.

"Kakak – kakak gua dan papa gua enggak pernah peduli karena gua anak pembawa sial. Ya, gua emang pembawa sial, itu sebabnya lo itu benci sama gua, kan! Hahaha," ucap Zia lagi dengan tawa mengejeknya.

Raut wajah Zia beruabah sedih, "Gua enggak pernah mau di lahirkan sebagai pemabawa sial!" ucapnya seraya memukul dadanya. "Kalau mereka enggak suka dengan kehadiran gua, kenapa enggak bunuh aja gua. Supaya mereka bahagia karena enggak ada pembawa sial di kehidupan mereka dan lo enggak akan pernah rebut setiap kali ketemu gua!" teriak Zia dengan suara penuh kemarahan.

Setelah mengatakan hal itu Zia berbalik dan meninggalkan Fadgham yang hanya terdiam di tempatnya. Zia berjalan dengan sempoyongan, air mata juga sudah mulai berjatuhan membasahi wajahnya. Ia berjalan seraya mengusap air matanya walaupun itu sangat sulit. Dua orang pria yang di tuduh Zia diam – diam mereka mengawasi Zia dan memotret Zia. Jarak mereka yang jauh agar tidak ketahuan jika sedang mengikuti Zia membuat mereka tidak mendengar perkataan apa yang di katakana Zia karena ada suara motor yang bising lewat tadi.

Posisi Zia dan Fadgam sudah ada di pinggir trotoar depan hotel. Fadgham menatap punggung Zia yang terus menjauh dari pandangannya. Ternyata tidak semua kehidupan anak orang kaya itu bahagia. Ia melihat kehidupan Kia cukup bahagia walau terkadang ada keributan antara Kia dengan papanya. Namun, hanya sebentar dan mereka akan berbaikan. Berbeda dengan Zia yang bahkan Papa dan kakak – kakaknya menganggapnya hanyalah pembawa sial. Dan dirinya yang selalu rebut dengannya di anggap bahwa Fadgam menganggap Zia seorang pembawa sial.

Tidak, ini harus di luruskan. Fadgham tidak pernah menganggap Zia pembawa sial hanya ia menganggap Zia yang membuat Kia menajadi anak nakal. Fadgham pun melangkahkan kakinya dengan cepat hingga akhirnya ia bisa memegang bahu Zia kemudian membalikkan tubuh Zia. Fadgham terdiam melihat wajah basa Zia. "Mau apa lagi, hah!" marah Zia.

"Apa lo mau ngehancurin gua?" tanya Zia dengan suara meninggi.

Fadgham masih terdiam, apalagi Zia yang begitu marah dan raut wajahnya begitu kacau. "Ikut, gua!" tegas Zia kemudian menarik pergelangan tangan Fadgham.

Fadgham diam mengikuti langkah kaki Zia yang cepat, tubuhnya tidak begitu sempoyongan karena Zia sedang marah jadi langkahnya pasti walau beberapa kali ia hampir saja terjatuh. Melihat betapa kacaunya Zia saat ini membaut Fadgham hanya terdiam. Dialik wajah dingin dan juga sikapnya yang terkadang begitu sombong itu Zia bisa menjadi orang yang berantakan seperti ini.

Zia langsung ke bagian resepsionis memasan kamar dan ia mengeluarkan kartu debitnya untuk membayarnya. Fadgham menghnetikan langkahnya membuat Zia yang sedang menariknya ikut berhenti dan menatap marah Fadgham. "Kenapa berhenti? Ayo, ikut gua kalau lo mau buat gua kalah dan enggak pernah ribut sama lo lagi!" marah Zia.

Zia pun langsung melangkahkan kakinya ke arah lift tanpa mempedulikan Fadgham lagi. Ia pun menekan tombol lift dan menunggunya. Zia menoleh ke arah Fadgham yang sudah tidak ada di tempatnya. Ia melihat dua orang pria yang tadi mengikutinya, walau sedikit buram pandangannya tetapi ia masih bisa melihat ada dua orang yang membidiknya.

Zia melangkahkan kakinya ke arah resepsionis dengan langkah sempoyongan. "Kalian berdua, apa kalian meliha dua pria di dekat pintu itu?" tanya Zia sambil menggerakkan ibu jarinya untuk menunjuk ke belakang tubuhnya di mana pintu masuk berada.

"Jangan biarkan mereka masuk atau besok pagi kalian akan mendapatkan kemarahan papku! " ucapnya dengan nada suara penuh peringatan.

Setelah mengatakan hal itu, Zia pun melangkahkan kakinya kembali ke lift dan masuk ke dalam lift sebelum pintu tertutup seseorang menahan pintu itu.

TBC…..

Maaf ya guys... aku baru cek, ternyata ada pengulangan.

avataravatar