webnovel

Pahitnya Cinta

Yesi duduk dengan sedikit gugup. Rendi juga sama. Ia hanya duduk menatapnya dengan pandangan yang sanggup membakar seluruh tubuhnya. Yesi meremas-remas tangannya sendiri.

"Kamu terlihat sangat baik dan semakin menawan hatiku" Kata Rendi sambil tersenyum penuh rasa rindu.

"Yaah...Kau juga terlihat begitu luar biasa, Pak Presiden Direktur. Kau selalu tampak tampan dan membius hati setiap wanita" Yesi membalas senyuman Rendi. Ia sengaja menyebutkan jabatan Rendi membuat Rendi memerah.

"Apa Kau tidak salah? Wanita mana yang terbius? Karena nyatanya wanita yang dihadapanku malah membuang ku bagai seonggok sampah." Rendi berkata dengan nada ironi.

Rendi tampak sangat sedih. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya bahwa Ia sangat menderita. Yesi tertunduk Ia tahu pria yang didepannya begitu terluka. Mengapa cinta harus begitu menyakitkan. Air matanya berderai membasahi pipinya.

Setelah terdiam beberapa lama Rendi kemudian berbicara lagi

"Aku pikir Kamu sudah menikah. Apa yang terjadi?"

"Aku mencari pria yang lebih kaya.."

"Akh.." Rendi merasa hatinya diremas-remas. Ingin rasanya Ia berteriak untuk meluapkan emosi nya.

"Kau membuangku Karena Aku tidak kaya. Kau lihat, Aku sudah menjadi orang kaya sekarang. Apa sekarang Kau ingin kembali padaku" Rendi menatap tajam.

Yesi menggelengkan kepalanya matanya berkaca-kaca.

"Aku adalah wanita yang sangat jahat. Kau pasti sangat membenciku. Mana Aku punya keberanian untuk kembali kepadamu. Bertahun-tahun Aku mencoba tenggelam dalam kehidupanmu. Siapa sangka Aku bertemu dengan mu sekarang. Takdir telah mempertemukan kita kembali."

Rendi terdiam, bibirnya berkerut. Hatinya terasa dicabik-cabik sangat menyakitkan.

Yesi lalu berjalan mendekati Rendi. Tanpa diduga tiba-tiba duduk dipangkuannya. Rendi sangat terkejut. Perutnya langsung kejang Ia terpaku. "Kau tahu? Bertahun-tahun Aku merasa sangat berdosa karena memutuskan mu. Sekarang Aku akan menebusnya." Kata Yesi berbisik ditelinga Rendi. Rendi menjadi merinding. Duduknya semakin membeku, Ia merasakan darahnya semakin membara. Wanita yang Ia impikan siang dan malam kini duduk dipangkuannya. Tapi Rendi merasa bahwa ini bukan hal yang benar. Ia berniat mau menyingkirkan Yesi dari pangkuannya.

Ketika Rendi kemudian mau bergerak berdiri. Secepat kilat diluar dugaan. Yesi merangkul leher Rendi dan mencium bibirnya sekuat tenaga. Lidah Rendi terasa kaku dalam mulut Yesi. Yesi seakan gila menghisap lidahnya dengan begitu kuat. Bibirnya menjelajahi bibir Rendi yang masih suci.

Jiwa Rendi serasa hilang melayang terbang ke angkasa. Ia sama sekali tidak bisa merespon ciuman Yesi selain duduk kaku dengan mulut terbuka dalam kekuasaan Yesi. Hingga kemudian ada yang memekik dibelakang mereka seiring terbukanya pintu.

"Akh..." Suara pekikan diiringi jatuhnya gelas beserta baki ke lantai. Suaranya membuat gendang telinga bergetar. Gelas kaca jatuh berantakan. Jusnya tumpah ke segala arah.

Rendi spontan berdiri badannya yang tingginya hampir 183 cm itu tampak menjulang. Tangannya menyingkirkan Yesi ke sampingnya. Ia lalu menghampiri Amora yang tampak menggigil shock.

Amora ketakutan Ia segera berjongkok membereskan pecahan gelas yang bertebaran. "Maafkan Aku... Aku tidak bermaksud melakukan perbuatan yang tidak sepantasnya"

Amora seakan tidak mendengarkan suara Rendi. Ia hanya menundukkan kepalanya sambil mengambil pecahan gelas secara serampangan hingga kemudian Ia merasakan ada perih yang menusuk tangannya. Tapi rasa sakit didadanya lebih dalam lagi. Ia seakan tidak merasakan rasa sakit itu hanya darahnya saja berceceran.

Rendi menarik tangan Amora, "Ada apa denganmu? Hentikan!! Lihat tanganmu berdarah" Rendi hendak melihat luka di jari Amora. Amora malah menarik tangannya. Darah terciprat ke bajunya yang bewarna putih. "Saya yang seharusnya minta maaf. Maafkan Saya Pak. Saya tidak bermaksud mengganggu Bapak."

"Tanganmu terluka" Kata Rendi sambil menunjuk ke arah tangan Amora.

"Tidak apa-apa Pak. Biarlah Saya obati sendiri. Saya akan panggilkan Mang Udin untuk membereskan pecahan kacanya. Saya permisi dulu" Amora membalikkan badannya sambil menahan air matanya yang jatuh berderai.

Rendi menghela nafasnya. Ia sedikit bingung apa yang terjadi dengan Amora. Ia tahu Ia melakukan kesalahan tapi kenapa tanggapannya begitu dramatis.

"Dia terlihat sangat mencintaimu" Suara Yesi menyadarkan dirinya. Rendi membalikkan badannya lalu mengerutkan keningnya.

"Mencintai apa? Dia sekertarisku. Orangnya memang sedikit berlebihan tapi Aku yakin Dia tidak mencintaiku"

"Kau memang selalu naif dari dulu. Kau sangat baik dengan tidak pernah menyentuhku. Kau juga menipu ku dengan mengaku miskin. Ah...ha...ha..Rendi... Aku bukanlah wanita yang begitu mudah Kau bodohi. Aku tahu Kau berbohong padaku setelah beberapa bulan berpacaran denganmu"

Yesi tampak terlihat menerawang. Sikap anggunnya mendadak hilang. Rendi terkejut mendengar kata-kata Yesi.

"Apa maksudmu?? Kau tahu kalau Aku berbohong padamu"

Yesi mendekati Rendi. Rendi malah mundur beberapa langkah ke belakang. Wajahnya tambah merah. Yesi semakin dekat Rendi semakin mundur. Hingga akhirnya Rendi tidak bisa mundur lagi. Badannya tertahan dinding ruangan.

Tangan Yesi terhulur memegang dagu Rendi, berkata sinis, " Wajah sebegini tampan, putih dan halus. Raut wajah seperti ini hanya dimiliki oleh orang kalangan atas. Orang miskin tidak akan pernah memiliki jari tangan yang begitu halus. Melebihi halusnya tangan perempuan. Kau naik motor jelek tapi pakaian yang Kau pakai bermerk semua. Kau tidak memiliki uang untuk makan tapi setiap Kau makan makanan buatanku. Gaya makanmu begitu elegan. Kau makan seperti seorang tuan putri.

Tangan Rendi mengepal dengan erat. Wajahnya langsung keruh. "Kau tahu kenapa Aku memutuskan mu?" Yesi mencengkram tangan Rendi. Wajah Rendi pucat pasi.

"Karena Aku tidak tahan dengan cemoohan orang-orang. Aku tidak tahan saat mereka melihat kita berjalan berdua. Pandangan mereka seakan menelanjangi ku. Mengapa Aku yang wajahnya biasa-biasa saja bisa bersanding dengan orang setampan Kamu. Aku seperti pelayan yang berjalan dengan majikannya. Kau... membuat hidupku menderita. Ketika Kau tidak ada disisiku, Aku di bully mereka. Dan Aku tidak tahan lagi maka Aku mengarang cerita untuk memutuskan mu.."

Rendi seketika geram Ia merasa sangat dipermainkan. "Teganya kau berbuat seperti itu kepadaku, Kau tau? Aku hidup sangat menderita setelah kau putuskan. Aku bermimpi buruk bertahun-tahun. Mencintai mu bagaikan orang gila. Dan Kau menyerah hanya karena cemoohan orang-orang yang tidak jelas. Aku sampai dikira Gay karena tidak bisa berpaling dari mu" Rendi mengguncangkan bahu Yesi dengan kuat

Yesi tertawa terbahak-bahak. "Aku sejak kecil hidup menderita. Aku tidak sanggup kalau setelah menikah harus menderita lagi. Buat apa hidup bergelimangan harta dengan wajah tampanmu jika hidupku malah tidak tenang. Lupakanlah Aku, Carilah wanita yang sepadan dengan mu. dan Hiduplah dengan berbahagia." Mata Yesi tampak berair kemudian Ia melanjutkan kembali perkataannya.

"Aku akan mengundurkan diri dari perusahaan Bu Andrea agar Kau tidak pernah melihat ku lagi. Maafkan Aku.." Yesi membalikkan badannya. Yesi menahan Isak tangisnya tapi Rendi masih mendengarnya.

Rendi terus berdiri terpaku. Ia tidak mengerti apa yang terjadi dengan hidupnya. Mengapa kisah cintanya begitu tragis. Ketampanannya dan hartanya hanya membuat Ia menderita. Bagaikan robot Ia melangkah mendekati meja kerjanya. Mencari rokok kemudian merokok sambil duduk dengan badan bergetar.

Next chapter